Sejarah NU di Banjar
Patroman dari Ciamis dan Tasikmalaya
Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang dibentuk pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 dengan nama Provincie van West Java melalui perundangan Staatblaad. Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam lima wilayah keresidenan yaitu Banten, Bogor, Batavia, Priangan, dan Cirebon. Keresidenan Banten terdiri atas Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Keresidenan Bogor terdiri atas Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Keresidenan Priangan terdiri dari Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis. Keresidenan Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan.
Dari data tersebut,
Ciamis merupakan kabupaten tersendiri. Lalu bagaimana dengan Banjar? Kota
tersebut, mulanya adalah bagian dari Ciamis sebagai kecamatan. Kemudian
ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif yang berstatus setingkat
kabupaten sejak 1 Desember 2002 dengan dasar hukum UU No. 27/2002. Kota
tersebut memiliki empat kecamatan yaitu Banjar, Purwaharja, Pataruman, dan
Langensari.
Dengan demikian,
sejarah NU Kota Banjar tidak terlepaskan dari sejarah NU Ciamis. Sementara NU
Ciamis sendiri tidak bisa dipisahkan dari NU Tasikmalaya. Karena itulah, untuk
mencari jejak NU Banjar di masa lalu, mau tak mau harus dimulai dari NU
Tasikmalaya.
Sementara itu,
bibit-bibit tumbuhnya NU di Tasikmalaya berlangsung sejak awal NU berdiri di
tingkat pusat. Nurjani, pada majalah An-Nahdoh yang diterbitkan PCNU Kota
Tasikmalaya misalnya mengemukakan, terjadi perbincangan antara Ajengan Penghulu
Aon Mangunredja dengan jamaahnya. Demikan percakapan tersebut:
“Barudak, kaula tos
kadongkapan Kanjeng Dalem ti Tasik. Saur anjeunna, kiwari aya dua kumpulan
anyar. Anu hiji ti kulon (AII atau Al-Ittihadijatoel Islamijah atau sekarang
dikenal PUI), nu hiji deui ti wetan nyaeta NO atau Nahdlatoel Oelama. Kula moal
nitah, moal nyarek. Tapi asana nu bakal lana mah nu ti wetan. Kieu we pamanggih
kula mah mun rek asup kadinya baca ‘Robbi adkhilni mudkhola sidqin wa akhrijni
mukhroja sidqin waj’al lii minladunka sulthoona nashiiro’. Baca tilu balik bari
ramo leungeun katuhu dempet ku kelek kenca. Mun hate loyog, pek asup kadinya,
mun heunteu loyog nya ulah,”
Artinya: “Para santri,
kiai sudah kedatangan tamu dari ‘Kanjeng Dalem’ dari Tasikmalaya. Kata beliau,
sekarang ada dua perkumpulan Islam yang baru. Yang satu dari barat (AII atau
Al-Ittihadijatoel Islamiyah atau sekarang Persatuan Umat Islam atau PUI), dan
yang satu lagi dari timur yaitu NO atau Nahdlatoel Oelama. Kiai tidak akan
menyuruh atau melarang kalian. Namun, sepertinya kiai merasakan bahwa yang akan
berkembang pesat adalah yang dari timur (NU). Begini saja nasihat kiai, apabila
hendak bergabung ke Nahdlatul Ulama, silakan baca dulu ‘Robbi ad khilni
mudkhola sidqin wa akhrijni mukhroja sidqin waj’al lii miladunka sulthoona
nashiiro’. Bacalah doa tersebut tiga kali sambil masukan jari tangan kanan ke
dalam ketiak kirimu. Kalau hatimu sreg atau pas, silakan masuk. Kalau tidak, ya
jangan.”
Lalu kapan berdirinya
NU Tasikmalaya?
A. E. Bunyamin dalam
bukunya Nahdlatul Ulama di Tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia; Awal
Berdiri NU di Tasikmalaya, menyebutkan bahwa NU diperkenalkan ke Tasikmalaya
oleh KH Fadil sejak 1928. Memang, pada tahun-tahun itu, Kiai Fadhil adalah
ajengan yang telah berdiskusi dengan KH Wahab Hasbullah melalui Swara
Nahdlatoel Oelama. Mungkin ia telah mengenal NU sejak tahun-tahun sebelumnya.
Diskusi Kiai Fadil yang berbentuk tanya jawab antara Tasikmalaya dan Surabaya
itu, setidaknya berlangsung empat kali.
Di dalam buku
tersebut, A. E. Bunyamin menyebutkan, berdirinya NU Tasikmalaya diawali dengan
rapat di rumah KH Fadil atau rumah K Dimyati di Nagarawangi. Dalam rapat itu,
diputuskan KH Fadil bin Ilyas (Syuriah)-R. Ahmad Dasuki (Tanfidziyah).
Kabar berdirinya
Cabang NU Ciamis berdasarkan hasil laporan Muktamar NU Menes tahun 1938.
Berdirinya Cabang Ciamis, tentu tidak terlepas dari peran-peran KH Fadhil. Ia
sebelumnya adalah pengurus bahkan, termasuk salah seorang pendiri dan yang
memperkenalkan NU di Tasikmalaya. Bahkan, dialah yang pertama menduduki sebagai
seorang syuriyah NU Tasikmalaya sebelum digantikan KH Syabandi Cilenga.
Setelah berjalan 10
tahun NU Tasikmalaya, mungkin, KH Fadhil beranggapan, untuk memperkuat dan
mengembangkan NU Ciamis, harus dibentuk cabang sendiri mengingat jauhnya jarak
jangkauan dari Tasikmalaya.
Hal itu sebetulnya
tidak terlalu sulit, karena pada umumnya warga sudah mengenal kegiatan-kegiatan
NU di Ciamis. Bahkan hingga ke wilayah selatan seperti Pangandaran. Namun,
statusnya masih di dalam kegiatan NU Cabang Tasikmalaya.
Sementara Kota
Banjar, menjadi Cabang NU tersendiri sejak status kota tersebut ditingkatkan
menjadi Kota Madya, yaitu sekitar tahun 2000-an. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar