Rabu, 22 Januari 2020

Sejarah NU di Banjar Patroman dari Ciamis dan Tasikmalaya


Sejarah NU di Banjar Patroman dari Ciamis dan Tasikmalaya

Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang dibentuk pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922 dengan nama Provincie van West Java melalui perundangan Staatblaad. Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam lima wilayah keresidenan yaitu Banten, Bogor, Batavia, Priangan, dan Cirebon. Keresidenan Banten terdiri atas Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Keresidenan Bogor terdiri atas Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Keresidenan Priangan terdiri dari Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Ciamis. Keresidenan Cirebon terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan.

Dari data tersebut, Ciamis merupakan kabupaten tersendiri. Lalu bagaimana dengan Banjar? Kota tersebut, mulanya adalah bagian dari Ciamis sebagai kecamatan. Kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif yang berstatus setingkat kabupaten sejak 1 Desember 2002 dengan dasar hukum UU No. 27/2002. Kota tersebut memiliki empat kecamatan yaitu Banjar, Purwaharja, Pataruman, dan Langensari.

Dengan demikian, sejarah NU Kota Banjar tidak terlepaskan dari sejarah NU Ciamis. Sementara NU Ciamis sendiri tidak bisa dipisahkan dari NU Tasikmalaya. Karena itulah, untuk mencari jejak NU Banjar di masa lalu, mau tak mau harus dimulai dari NU Tasikmalaya.

Sementara itu, bibit-bibit tumbuhnya NU di Tasikmalaya berlangsung sejak awal NU berdiri di tingkat pusat. Nurjani, pada majalah An-Nahdoh yang diterbitkan PCNU Kota Tasikmalaya misalnya mengemukakan, terjadi perbincangan antara Ajengan Penghulu Aon Mangunredja dengan jamaahnya. Demikan percakapan tersebut:

“Barudak, kaula tos kadongkapan Kanjeng Dalem ti Tasik. Saur anjeunna, kiwari aya dua kumpulan anyar. Anu hiji ti kulon (AII atau Al-Ittihadijatoel Islamijah atau sekarang dikenal PUI), nu hiji deui ti wetan nyaeta NO atau Nahdlatoel Oelama. Kula moal nitah, moal nyarek. Tapi asana nu bakal lana mah nu ti wetan. Kieu we pamanggih kula mah mun rek asup kadinya baca ‘Robbi adkhilni mudkhola sidqin wa akhrijni mukhroja sidqin waj’al lii minladunka sulthoona nashiiro’. Baca tilu balik bari ramo leungeun katuhu dempet ku kelek kenca. Mun hate loyog, pek asup kadinya, mun heunteu loyog nya ulah,”

Artinya: “Para santri, kiai sudah kedatangan tamu dari ‘Kanjeng Dalem’ dari Tasikmalaya. Kata beliau, sekarang ada dua perkumpulan Islam yang baru. Yang satu dari barat (AII atau Al-Ittihadijatoel Islamiyah atau sekarang Persatuan Umat Islam atau PUI), dan yang satu lagi dari timur yaitu NO atau Nahdlatoel Oelama. Kiai tidak akan menyuruh atau melarang kalian. Namun, sepertinya kiai merasakan bahwa yang akan berkembang pesat adalah yang dari timur (NU). Begini saja nasihat kiai, apabila hendak bergabung ke Nahdlatul Ulama, silakan baca dulu ‘Robbi ad khilni mudkhola sidqin wa akhrijni mukhroja sidqin waj’al lii miladunka sulthoona nashiiro’. Bacalah doa tersebut tiga kali sambil masukan jari tangan kanan ke dalam ketiak kirimu. Kalau hatimu sreg atau pas, silakan masuk. Kalau tidak, ya jangan.”

Lalu kapan berdirinya NU Tasikmalaya?

A. E. Bunyamin dalam bukunya Nahdlatul Ulama di Tengah-tengah Perjuangan Bangsa Indonesia; Awal Berdiri NU di Tasikmalaya, menyebutkan bahwa NU diperkenalkan ke Tasikmalaya oleh KH Fadil sejak 1928. Memang, pada tahun-tahun itu, Kiai Fadhil adalah ajengan yang telah berdiskusi dengan KH Wahab Hasbullah melalui Swara Nahdlatoel Oelama. Mungkin ia telah mengenal NU sejak tahun-tahun sebelumnya. Diskusi Kiai Fadil yang berbentuk tanya jawab antara Tasikmalaya dan Surabaya itu, setidaknya berlangsung empat kali.

Di dalam buku tersebut, A. E. Bunyamin menyebutkan, berdirinya NU Tasikmalaya diawali dengan rapat di rumah KH Fadil atau rumah K Dimyati di Nagarawangi. Dalam rapat itu, diputuskan KH Fadil bin Ilyas (Syuriah)-R. Ahmad Dasuki (Tanfidziyah).

Kabar berdirinya Cabang NU Ciamis berdasarkan hasil laporan Muktamar NU Menes tahun 1938. Berdirinya Cabang Ciamis, tentu tidak terlepas dari peran-peran KH Fadhil. Ia sebelumnya adalah pengurus bahkan, termasuk salah seorang pendiri dan yang memperkenalkan NU di Tasikmalaya. Bahkan, dialah yang pertama menduduki sebagai seorang syuriyah NU Tasikmalaya sebelum digantikan KH Syabandi Cilenga.

Setelah berjalan 10 tahun NU Tasikmalaya, mungkin, KH Fadhil beranggapan, untuk memperkuat dan mengembangkan NU Ciamis, harus dibentuk cabang sendiri mengingat jauhnya jarak jangkauan dari Tasikmalaya.

Hal itu sebetulnya tidak terlalu sulit, karena pada umumnya warga sudah mengenal kegiatan-kegiatan NU di Ciamis. Bahkan hingga ke wilayah selatan seperti Pangandaran. Namun, statusnya masih di dalam kegiatan NU Cabang Tasikmalaya.

Sementara Kota Banjar, menjadi Cabang NU tersendiri sejak status kota tersebut ditingkatkan menjadi Kota Madya, yaitu sekitar tahun 2000-an. []

(Abdullah Alawi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar