Kamis, 16 Januari 2020

Nasaruddin Umar: Meluruskan Makna Jihad (5): Tidak Ada Jihad dengan Bunuh Diri


Meluruskan Makna Jihad (5)
Tidak Ada Jihad dengan Bunuh Diri
Oleh: Nasaruddin Umar

Nabi Muhammad dan para sahabatnya tidak pernah mencontohkan gerakan jihad dengan cara bunuh diri atau mencelakakan diri sendiri. Sebaliknya, Rasulullah SAW mencontohkan mengambil langkah hijrah (mengungsi) demi menyelamatkan nyawa sendiri dan para sahabatnya. Bahkan di dalam Al-Quran enam kali perintah jihad selalu diawali dengan perintah hijrah baru jihad (wa hajaru wa jahadu). Perintah jihad secara fisik selalu diawali dengan berjihad dengan harta baru mempertaruhkan jiwa (wa jahidu bi amwalikum wa amfusikum). Susunan ayat-ayat tersebut selalu konsisten. Hijrah baru jihad dan berjihad dengan harta baru jiwa.

Pilihan hijrah Rasulullah bukan langkah pengecut seperti yang sering dituduhkan kalangan orientalis yang menganggap Nabi pengecut meninggalkan umatnya di Mekah baru mencari selamat di Madinah. Strategi Nabi (Islam) melangkah mundur untuk mencapai kemenangan jauh lebih mulia ketimbang melakukan langkah nekat. Akhirnya Nabi kembali merebut kota Mekah (Fath Makkah) tanpa setetes darah mengucur.

Nabi Muhammad menaklukkan separuh belahan bumi tanpa darah jihad yang berarti. Peperangan yang dilakukan Nabi bukan agresi tetapi bela diri. Buktinya ketika Nabi dikepung di Mekkah ia bersama Abu Bakar melarikan diri, bukannya mati bersama dengan sahabat-sahabatnya yang lain di tempat persembunyian. Bukti lain ketika Nabi memenangkan Perang Badar, para tawanan perang dibebaskan dengan tebusan amat ringan. Ketika ia menaklukkan Mekkah yang diserukan bukan balas dendam, tetapi perdamaian: Hari ini adalah hari perdamaian (al-yaum yaum al-marhamah).

Demikian pula penaklukan-penaklukan kota dan suku lain di kawasan Timur Tengah, tidak ada yang diselesaikan secara "hukum adat perang jahiliah" dengan cara balas dendam. Dengan tegas Al-Quran melarang dan sekaligus mengecam orang-orang yang melakukan perjuangan atas nama apapun dan untuk apapun serta semulia apapun suatu tujuan dengan cara mencelakakan diri sendiri, sebagaimana dikatakan: Dan janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah/2:195).

Ayat tersebut cukup tegas bahwa berjihad dengan cara nekat tidak diperkenankan di dalam Islam. Jika ada seruan jihad yang mengajak orang lain menempuh cara-cara nekat, maka itu perlu dipertanyakan. Selain tidak pernah dicontohkan Nabi, juga akan menodai nama agung Islam sebagai agama yang penuh kasih sayang. Peringatan buat kita semua bahwa jihad yang sesungguhnya ialah menempuh cara-cara yang wajar dan sesuai dengan perintah dan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad teladan kita.

Dalam dunia modern seperti saat ini makna jihad sudah seharusnya dikembangkan dengan cara-cara yang lebih beradab dan sesuai dengan semangat Al-Quran dan hadis. Jihad melalui diplomasi jauh lebih elegan. Jihad dengan cara melahirkan sebuah peradaban besar yang memungkinkan orang menjadi "makmum" juga jauh lebih mulia.

Banyak cara jihad yang lebih terhormat dan elegan dalam zaman modern sekarang ini. Jihad dengan cara bunuh diri atau mencelakakan diri atau orang lain yang tak berdosa merupakan pemandangan yang sangat menodai Islam sebagai sebuah agama dakwah. Pendekatan yang lebih baik saat ini mengedepankan firman Allah: Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu. (Q.S. Ali 'Imran/3:64). Ayat lain: Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. (Q.S. al-Maidah/5:8). []

DETIK, 08 Januari 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar