Cara
Rasulullah Membaca Al-Qur’an
Allah menurunkan kitab suci-Nya yang terakhir, Al-Qur’an, kepada Rasulullah selama 23 tahun. Rasulullah kemudian menyampaikan apa yang diterimanya itu kepada para sahabat. Memang, Rasulullah adalah seorang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun demikian, Rasulullah adalah orang yang paling paham dan paling mengetahui cara ‘membaca’ Al-Qur’an. Termasuk, orang yang paling paham akan isi dan makna yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an.
Lantas, bagaimana
sebetulnya cara Rasulullah membaca Al-Qur’an? Sebagaimana keterangan dalam
beberapa hadits yang terkumpul dalam kitab Asy-Syamail Al-Muhammadiyyah (Imam
At-Tirmidzi, 2016), berikut cara Rasulullah ‘membaca’ Al-Qur’an.
Pertama, membaca
Al-Qur’an dengan jelas. Rasulullah membaca Al-Qur’an dengan pengucapan yang
sangat jelas dan terang, kata per kata, kalimat per kalimat. Sehingga tidak ada
satu kata atau kalimat pun yang terlewat atau terdengar samar-samar ketika
Rasulullah membacanya.
Kedua, membaca
panjang atau pendek setiap huruf Al-Qur’an sesuai dengan hukum ilmu tajwid.
Memang, ilmu tajwid baru ada belakangan. Tapi ilmu tajwid yang diajarkan hingga
saat ini merupakan ilmu yang dikembangkan oleh para ulama tentang bagaimana
Rasulullah dan generasi awal Islam membaca Al-Qur’an. Dan cara Rasulullah
membaca Al-Qur’an adalah sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Atau jika dibalik,
kaidah ilmu tajwid yang ada sekarang sesuai dengan cara Rasulullah membaca
Al-Qur’an. Yaitu memanjangkan yang harus dibaca dan memendekkan apa-apa yang
harus dibaca pendek.
Ketiga, berhenti
sejenak pada setiap ayat. Rasulullah tidak berhenti ketika ayat tersebut habis.
Tidak memaksa untuk membaca terus atau menerobos bacaan satu ayat dengan yang
ayat yang lainnya. Sebagaimana hadits riwayat Ummu Salamah ra., Rasulullah
memotong bacaannya ayat per ayat.
“Beliau membaca ayat
‘Alhamdulillah raabil alamin’, lalu berhenti. Kemudian beliau membaca
‘Arrahmanirrahim’, lalu berhenti lagi. Setelah itu, beliau membaca ayat ‘Maliki
yaumiddin,” kata kata Ummu Salamah ra.
Keempat, kadang
membaca Al-Qur’an dengan suara lantang (jahr), kadang dengan suara lirih.
Suatu ketika Abu Qais
bertanya kepada Sayyidah Aisyah tentang bagaimana cara Rasulullah
membacaAl-Qur’an. Lalu Sayyidah Aisyah menjawab bahwa terkadang Rasulullah
membacaAl-Qur’an dengan suara nyaring dan terkadang dengan suara lirih. Pada
saat Fathu Makkah misalnya, sambil menunggangi untanya Rasulullah membaca Surat
Al-Fath dengan suara yang lantang dan menggema. Sehingga orang-orang yang ada
di sekitarnya mendengar bacaan Rasulullah itu. Hal ini disaksikan oleh Abdullah
bin Mughaffal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Bukhari, Muslim,
Abu Daud, dan Ahmad.
Terakhir, membaca
Al-Qur’an dengan suara indah. Rasulullah membaca Al-Qur’an dengan suara yang
merdu. Adalah al-Bara’ bin Azib yang menyaksikan hal itu sebagaimana hadits
riwayat Bukhari dan Muslim. Pada saat itu, al-Bara’ sedang shalat Isya bersama
Rasulullah. Al-Bara’ takjub dengan suara merdu Rasulullah ketika membaca Surat
At-Tin.
“Aku belum pernah
mendengar seorang pun yang suaranya lebih merdu dari suara Baginda,” kata
al-Bara’. []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar