Hukum Penjual Menolak
Pengembalian Barang Cacat yang Sudah Dibeli
Ketika kita belanja di toko-toko bahan
bangunan atau toko-toko elektronik tertentu, kita sering mendapati adanya bon
yang tertulis “Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan.” Apakah
secara hukum positif negara, hal ini dibenarkan?
Pemerintah lewat Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen sebenarnya telah melarang penyantuman
tulisan semacam dalam bon. Merujuk Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, ayat 1 poin c disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
mencantumkan klausul baku yang menyatakan bahwa mereka berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli
konsumen. Artinya, dengan penulisan klausul baku yang berbunyi “barang yang
sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”, seorang pedagang telah melanggar pasal
ini dan bisa dijerat hukuman.
Pasal 18 ayat 3 juga menyebutkan bahwa setiap
klausul baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dinyatakan batal demi hukum.
Melihat fakta undang-undang ini, berarti
bahwa dalam setiap pembelian barang yang kedapatan adanya cacat, ada hak bagi
konsumen yang dijamin undang-undang untuk meminta kembali harga atau meminta
ganti barang yang telah dibeli disebabkan cacat yang diketahuinya.
Dalam konteks syariat, ada istilah khiyar
‘aib. Syeikh Ahmad Yusuf, mendefinisikan khiyar ‘aib ini sebagai
berikut:
خيار
عيب معناه أن يكون للمشتري حق امضاء العقد أو فسخه إذا تبين له وجود عيب في المبيع
لم يطلع عليه عند التعاقد إذا كان محل البيع متعينا
Artinya: “Khiyar 'aib artinya hak melanjutkan
atau merusak akad yang dimiliki oleh pembeli ketika nampak baginya wujudnya
cacat yang terdapat dalam barang dagangan yang sebelumnya tidak nampak olehnya
saat transaksi sedang berlangsung, ketika tempat transaksi berada di lokasi
tertentu.” (Ahmad Yusuf, Uqûdu al-Mu’âwadlât al-Mâliyyah fi Dlaui Ahkâmi
al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, Islamabad: Daru al-Shidqi, tt., 80).
Khiyar 'aib mensyaratkan bolehnya
mengembalikan barang dengan syarat-syarat adanya cacat yang sudah disepakati
oleh syariat, antara lain:
1. Jika cacat yang terdapat pada barang,
merupakan cacat lama sebelum adanya penyerahan ke pembeli
2. Pembeli tidak tahu dengan keberadaan cacat
barang, dan seandainya tahu, ia pasti menolak barang itu disebabkan cacat
berat.
3. Aib tidak hilang setelah penerimaan
4. Menurut mazhab Syafi’i dan mazhab Hanafi,
terdapat syarat yang lain, yaitu jika penjual tidak mensyaratkan bebasnya
tanggung jawab dia terhadap barang yang sudah dibeli, dan pembeli sepakat
dengan syarat yang diajukan. Namun menurut konteks Malikiyah dan Hanabilah,
keberadaan syarat yang ditetapkan oleh pembeli ini ditolak secara mutlak. Pembeli
tetap boleh memiliki hak untuk melakukan khiyar 'aib sehingga berhak untuk
mengajukan pengembalian terhadap barang yang ditemui aib padanya, dengan
catatan bahwa aib tersebut sudah ada semenjak barang itu belum diterima.
Melihat adanya khilaf ini, maka ditinjau dari
sudut pandang fiqih, hukum menetapkan adanya klausul di atas bon berupa tulisan
“barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan” terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi,
hukumnya tidak boleh bila pembeli tidak menyepakati akan syarat yang ditetapkan
itu.
2. Menurut mazhab Maliki dan Hanbali,
hukumnya mutlak tidak boleh.
3. Namun, karena hukum positif
perundang-undangan kita menyebutkan ketidakbolehan penetapan klausul
sebagaimana dimaksud dan dihukumi sebagai batal semua klausulnya maka sebagai
jalan tengahnya adalah dikembalikan kepada diri si pembeli, apakah dia menerima
syarat itu atau tidak. Bila menerima syarat tersebut, maka pembeli tidak bisa
mengembalikan barang bila terdapat cacat di kemudian hari, dan sebaliknya bila
tidak menerima syarat yang disodorkan, pembeli memiliki hak untuk membatalkan
jual beli di awal akad transaksi berjalan.
Wallahu a’lam bish shawab. []
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih
Terapan dan Pengasuh Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar