Rabu, 11 September 2019

(Ngaji of the Day) Hukum Memasukkan Kontak Seseorang ke Grup Whats App tanpa Izin


Hukum Memasukkan Kontak Seseorang ke Grup Whats App tanpa Izin

Di era milenial ini, arus komunikasi begitu deras tak terbendung. Kabar demi kabar, berita demi berita hampir sepersekian detik bisa disaksikan melalui media sosial, salah satunya melalui aplikasi Whats App (WA).

Aplikasi yang satu ini hampir digunakan oleh semua kalangan, mulai dari yang muda sampai yang tua. Hampir semua orang memiliki nomor WA pribadi.

Salah satu kemudahan yang ada di WA adalah dapat saling bertukar kabar, bertukar informasi, bermusyawarah atau sebatas humor santai di grup. 

Manfaat dan kemudaratan berada di dalam grup WA tergantung isi percakapan yang ada di dalamnya. Admin bisa dengan leluasa memasukan dan mengeluarkan angota meski tanpa konfirmasi.

Sebagian orang tidak mempersoalkan nomornya dimasukan dalam sebuah grup WA, namun ada juga yang merasa keberatan, misalkan karena nomornya tidak ingin diketahui orang banyak.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana hukum memasukan kontak ke grup WA tanpa izin pemiliknya?

Memasukan kontak di grup WA pada dasarnya adalah mengajak orang lain untuk mengikuti segala aktivitas dan percakapan yang ada di grup tersebut sehingga hukumnya tergantung isi grup. Jika isinya hal-hal yang tidak melanggar agama, maka hukumnya boleh. Sebaliknya, jika isinya negatif, maka hukumnya haram.

Nabi menegaskan bahwa orang yang menunjukkan kebaikan, kemudian kebaikan itu dilakukan, maka ia diberi pahala yang didapat oleh orang yang ditunjukannya, tidak sedikit pun berkurang dari pahala mereka.

Misalnya, grup WA dimaksudkan untuk tujuan silaturrahmi, sebagai ajang diskusi ilmiah, wadah penyampaian materi dakwah, dan lain sebagainya. Melalui grup-grup tersebut anggota mendapatkan ilmu, menyaksikan majelis ilmiah, memperkuat tali persaudaraan, menambah keakraban dan lain sebagainya.

Jika demikian dampaknya, admin yang memasukan nomor kontak juga mendapatkan pahala yang didapat anggota grup dari aktivitas yang ada di dalamnya. Nabi bersabda:

من دعا الى هدى كان له من الاجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيأ

Artinya, “Barang siapa mengajak kepada petunjuk (amal saleh), maka ia mendapat pahala sebagaimana pahala yang didapat oleh pengikutnya, tidak sedikit pun mengurangi dari pahala mereka,” (HR Ahmad dan lainnya).

Mengapa yang mengajak mendapat pahala yang sama? Syekh Abdurrauf Al-Manawi mengatakan:

لان اتباعهم له تولد عن فعله الذي هو من سنن المرسلين

Artinya, “Karena mengikutinya mereka kepada kebaikan berasal dari perbuatan orang yang mengajak yang merupakan bagian dari jalannya para Rasul,” (Syekh Abdurrauf Al-Manawi, At-Taysir bi Syarhil Jami’is Shaghir, juz II, halaman 806).

Sebaliknya jika konten yang ada di dalam grup adalah hal-hal yang buruk, seperti gambar-gambar atau video porno, berita provokatif, ajakan makar, membuka aib ulama, maka hukumnya haram.

Nabi menegaskan, barang siapa yang mengajak keburukan sehingga keburukan itu diikuti, maka ia terkena imbas dosanya, tidak sedikitpun mengurangi dosa mereka. Rasulullah bersabda:

ومن دعا الى ضلالة كان عليه من الاثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيأ

Artinya, “Barang siapa mengajak kesesatan, ia mendapat dosa seperti dosa para pelakunya, tidak sedikitpun berkurang dari dosa-dosa mereka,” (HR Ahmad dan lainnya).

Orang yang mengajak keburukan juga terkena imbas dosa karena keburukan yang terjadi diakibatkan oleh perbuatannya. Syekh Abdurrauf Al-Manawi menegaskan:

لتولده عن فعله الذي هو من خصال الشيطان والعبد يستحق العقوبة على السبب وما تولد منه

Artinya, “Karena hal tersebut berasal dari perilakunya (orang yang mengajak), yang merupakan sebagian dari perbuatan setan. Seorang hamba berhak mendapat hukuman atas sebab dan hal-hal yang timbul darinya,” (Lihat Syekh Abdurrauf Al-Manawi, At-Taisir bi Syarhil Jami’is Shaghir, juz II, halaman 806).

Dalam menjawab kasus ini, kita juga perlu membidik dari sisi kerelaan pemilik kontak yang dimasukan dalam grup. Bila ia rela, tidak mempermasalahkan, maka tidak bermasalah secara hukum fiqih. Namun bila pemilik nomor WA tidak rela, misalkan karena hak privasi nomornya tidak ingin diketahui sembarang orang, maka hukumnya haram. Memasukan nomor WA di grup secara tidak langsung memberitahu nomor kontak pemiliknya, sehingga bila pemiliknya tidak rela, hukum memasukannya adalah haram karena termasuk membuka rahasia orang lain.

Berkaitan dengan haramnya menyebar hak privasi orang lain, Syekh Abu Said Al-Khadimi menegaskan:

الثامن عشر إفشاء السر ) سواء سر نفسه أو غيره سيما الواقع بين الزوجين ومن شعار الفسقة وله مفاسد كثيرة كالحقد والبغض والعداوة والنميمة وإيقاظ الفتنة 

Artinya, “Dosa yang kedelapan belas adalah menyebar rahasia, baik dirinya sendiri atau orang lain, terlebih rahasia di antara suami dan istri. Membuka rahasia termasuk syiar dari orang fasik. Membuka rahasia ada banyak dampak negatif seperti dendam, kemurkaan, permusuhan, adu domba, dan menghidupkan fitnah,” (Lihat Syekh Abu Said Al-Khadimi, Al-Bariqah Al-Mahmudiyyah, juz III, halaman 223).

Rahasia atau hak privasi yang tidak boleh disebar ada dua macam. Pertama, hak privasi yang secara jelas dilarang oleh pemiliknya untuk disebar, misalkan ia mengatakan “Tolong ini rahasia, jangan disebar.” Kedua, hak privasi yang dilarang oleh pemiliknya yang diketahui melalui sikapnya, misalkan saat menyampaikan dengan suara pelan, di tempat sunyi atau disamarkan dari khalayak.

Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam referensi berikut ini:

وقال الراغب : السر ضربان أحدهما ما يلقى الإنسان من حديث يستكتم وذلك إما لفظا كقولك لغيرك اكتم ما أقول لك وإما حالا وهو أن يتحرى القائل حال انفراده فيما يورده أو خفض صوته أو يخفيه عن مجالسه وهو المراد في هذا الحديث

Artinya, “Ar-Raghib mengatakan, rahasia ada dua macam, Salah satunya perbincangan yang dirahasiakan, adakalanya secara jelas, seperti ucapanmu kepada orang lain, simpanlah pembicaraan yang aku katakan kepadamu, adakalanya berdasarkan petunjuk sikap, yaitu orang yang berkata bersungguh-sungguh menutupi perbincangan yang ia sampaikan saat menyendiri atau melirihkan suaranya atau menyamarkan dari majlisnya. Yang kedua ini yang dikehendaki dalam hadits ini (tentang kewajiban menjaga amanat perbincangan rahasia),”  (Lihat Syekh Abdurrauf Al-Manawi, At-Taisir bi Syarhil Jami’is Shaghir, juz I, halaman 423).

Simpulannya, memasukan nomor WA ke dalam sebuah grup hukumnya boleh dengan dua syarat. Pertama, konten dan aktivitas yang ada di dalam grup bukan hal yang negatif. Kedua, ada kerelaan dari pemilik nomor. Demikian semoga bermanfaat. Kami terbuka untuk menerima kritik dan saran. Wallahu a‘lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar