Jumat, 06 September 2019

(Ngaji of the Day) Fiqih Strategi Menang dalam Perang Harga di Pasaran


Fiqih Strategi Menang dalam Perang Harga di Pasaran

Di negara kita tercinta Indonesia ini, harga masih merupakan hal yang sensitif bagi konsumen. Seorang pedagang dalam harus pandai-pandai membaca peluang pasar dan trend kelas konsumen yang disasarnya. Di depan, belakang dan kanan-kiri pedagang ada banyak kompetitor yang siap bersaing dengannya. Pedagang yang baik tentu akan bermain dengan cara yang baik. Seorang pedagang muslim, tentu akan tetap memperhatikan hal yang boleh dan pantang dilarang dalam syariat. 

Ada lima faktor penentu kemenangan untuk bersaing di pasaran. Kelima faktor itu adalah harga, servis/layanan, tampilan, kualitas dan sasaran konsumen. Anda jual produk apapun, kualitasnya bagus, layanannya bagus, tapi tampilannya jelek, produk anda biasanya akan ditawar dengan harga murah oleh konsumen. 

Anda menjual mesin diesel, bertempat di pasar loak lalu digelar sembari leyeh-leyeh di atas tikar. Meskipun produk yang anda jual adalah baru, bisa jadi akan ditawar dengan harga barang bekas disebabkan tampilan dan lokasi yang anda sajikan dipandang sebagai salah tempat. Kelima faktor saling berkaitan, jalin menjalin dan saling dukung satu sama lain membentuk harga. 

Namun, sebenarnya yang paling pokok dari kelima faktor di atas, ada tiga faktor yang paling utama, yaitu: “Kualitas, Servis/Layanan, Harga”, kita singkat KSH. 

Faktor Keberatan Konsumen soal Harga

Ada beberapa alasan konsumen akan menimbang-nimbang untuk membeli produk seorang pedagang. 

Pertama, karena layanan yang terlalu mahal. Bayangkan bila konsumen menemukan produk yang sama dengan yang anda jual, namun dengan layanan yang mudah dan ramah, maka anda akan bermasalah di sini. 

Kedua, sebab ketidakmampuan calon pembeli atau calon pembeli potensial sama sekali tidak ingin melihat produk anda. Barangnya sudah bagus, kualitasnya bagus, tapi calon konsumen terdiri dari masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Berarti anda juga perlu menerapkan strategi penjualan. 

Ingat rumus KSH di atas! Jika kondisi pertama dan kedua yang terjadi, maka itu berarti seorang pedagang dituntut untuk lihai dalam memegang kendali harga. Jika harga jual produk anda sama dengan produk kompetitor, maka pedagang/pebisnis perlu memberi sentuhan terhadap harga produknya. 

Pebisnis bisa memakai strategi jual beli kredit (bai’ taqshith), garansi (dhamân), jual beli tempo (bai’ bi al-tsamani al-âjil), discont (bai’ muwâdla’ah), atau strategi banting harga (obral) dengan jalan bai’ tauliyah dari harga jual anda sebelumnya. Misalkan, anda sebelumnya menjual dengan harga pokok 100 ribu, dan harga beli konsumen 120 ribu. Dari 100 ribu, anda mendapatkan harga konsinyasi dari pabrik sebesar 20%, sehingga dari 100 ribu, anda mendapat keuntungan 20 ribu dari harga pokok 100 ribu. 

Ketiga, layanan yang anda berikan sudah bagus, kualitas harganya sudah bagus, layanannya disiapkan bagus, tapi lokasinya berada di dalam dan sulit di akses. Atau dalam kondisi lain, seperti kualitas barang bagus, layanan disiapkan secara profesional, tapi nggak punya tempat parkir. Berarti anda perlu memainkan taktik penjuaan mendatangi konsumen dan melakukan upaya memberi penawaran / iklan, sehingga pembeli rela datang sendiri ke tempat anda.

Strategi Mengatasi Keberatan Konsumen soal Harga

Ingat kembali bahwa motif usaha seorang pebisnis muslim adalah dituntut mampu mengendalikan harga dengan jalan yang dibenarkan secara syariat. Ia dilarang melakukan jual beli najasy (penawaran palsu dan provokasi harga), jual beli menutup barang yang cacat, berlaku curang dan lain sebagainya. Tapi anda tidak dilarang untuk membuat rekayasa sentuhan terhadap harga itu sendiri, misalnya: memperingan cara pelunasan, memberikan layanan purna jual yang baik, memberikan diskon dan bila ada barang yang lama terpendam di gudang, anda tentu khawatir barang itu rusak sebab lamanya penyimpanan. Anda perlu melakukan strategi.

Pertama, strategi yang harus dibangun adalah berpusat pada harga. Seorang pebisnis muslim boleh membandingkan harga produknya dengan harga kompetitor. Perhatikan letak nilai bedanya di mana? Bisa jadi produk yang dijual adalah 10% lebih mahal dibanding dengan kompetitor. Namun, dengan strategi menunjukkan nilai manfaat dan keunggulan produknya di hadapan konsumen, bisa jadi ia telah meningkatkan 30% nilai tawar yang berbeda. Sebagai ilustrasi, mengapa pabrikan sepeda motor Yamaha dan Honda bisa terus menerus laku keras di Indonesia? Bisa jadi, masing-masing pabrikan itu salah satunya lebih dikenal dan familiar keunggulan dan kemanfaatannya dibanding produk rekanan kompetitornya. Akhirnya, dua-duanya tetap laku keras. 

Kedua, seorang pengusaha muslim harus berorientasi bahwa seorang konsumen pada dasarnya adalah seorang pengiklan yang tak dibayar. Layanan dan harga yang diberikan oleh seorang pebisnis, akan senantiasa terbuhul dalam hati konsumen. Apalagi bila layanan tersebut disertai dengan kualitas yang bagus. 

Ketiga, berikan sentuhan terhadap harga. Individu pebisnis muslim, harus memahami cara memberikan angsuran yang lebih ringan kepada konsumennya, lebih murah, lebih ramah, dan purna jual yang baik dengan konsumen. 

Keempat, rata-rata seorang pembeli produk, pada dasarnya hanya ingin menuruti egosentris dan trend zaman. Sebenarnya di sini adalah peluang seorang pebisnis untuk membaca pasar. Misalnya, jika produk X memiliki harga 50 juta dengan masa pakai 5 tahun, dan produk Y memiliki harga 55 juta dengan masa pakai 6 tahun, maka itu berarti telah terjadi penghematan sebesar 5 juta pada produknya Y. Pebisnis bisa menunjukkan kepada konsumen bahwa 5 juta ini adalah peluang investasi. 

Sebagai catatan terakhir, adalah bahwa konsep pebisnis muslim dalam usaha adalah  ia hendaknya memiliki sikap win-win-solution. Sikap win-win-solution (solusi sama-sama menang) diambil dengan jalan tidak menjelek-jelekkan kompetitor, sebab ini adalah sikap tercela dan dilarang dalam agama. Sikap sama-sama menang dalam kompetisi pasar adalah harus berpondasi pada rumus dasar, bahwa “Setiap kenaikan harga atau penurunannya, harus memiliki nilai imbalan kepada pebisnis.” Jiwa seorang pebisnis adalah jangan membayangkan keuntungan semata, ia harus pandai membaca dan mengelola peluang yang ada di sekitarnya. Jangan lupa, seorang pebisnis juga wajib memiliki jiwa sosial. Jangan pernah mengira bahwa jiwa sosial ini tidak memiliki imbas terhadap bisnisnya! Jiwa sosial bisa jadi ajang promosi tanpa harus memasang iklan, karena setiap peserta kelas sosial adalah seorang “iklanners”. Wallahu a’lam bish shawab. []

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar