Ketika KH Hasyim
Asy’ari Bergegas Mengumpulkan Para Santri
Pada tahun 1937
misalnya, pernah datang kepada Kiai Hasyim Asy’ari seorang ambtenar (utusan
pemerintah Hindia-Belanda) bermaksud memberikan tanda jasa berupa ‘Bintang
Jasa’ yang terbuat dari perak dan emas. Tetapi dengan tegas kakek KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menolak pemberian itu. (Choirul Anam, Pertumbuhan
dan Perkembangan NU, 1985)
Sikap ayah Kiai Wahid
Hasyim itu tidak lepas dari pandangan bahwa apa yang dilakukan Belanda hanya
intrik politik semata untuk menundukkan sikap kritis dan perjuangan para kiai
pesantren dalam melawan penjajah. Lalu, Hadratussyekh pun bergegas mengumpulkan
santrinya lalu berkata:
"Sepanjang
keterangan yang disampaikan oleh ahli riwayat, pada suatu ketika dipanggillah
Nabi Muhammad SAW oleh kakeknya Abdul Muthalib dan diberitahu bahwasanya
pemerintah jahiliyah di Mekkah telah mengambil keputusan menawarkan tiga hal
untuk Nabi Muhammad: 1) kedudukan yang tinggi; 2) harta benda yang berlimpah;
dan 3) gadis yang cantik.
Akan tetapi Baginda
Nabi Muhammad menolak ketiga-tiganya itu dan berkata di hadapan kakeknya, Abdul
Muthalib: “Demi Allah umpama mereka itu kuasa meletakkan matahari di tangan
kananku dan bulan di tangan kiriku dengan maksud agar aku berhenti berjuang,
aku tak akan mau. Dan aku akan berjuang terus sampai cahaya Islam merata ke
mana-mana, atau aku gugur lebur menjadi korban.” Maka, kamu sekalian anakku,
hendaknya dapat meneladani Baginda Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi segala
pesoalan."
Kiai Hasyim Asy’ari
merupakan salah satu ulama yang mempunyai sikap tegas terhadap penjajah.
Perlawanan terhadap penjajah yang dilakukan oleh Kiai Hasyim dan kawan-kawan
tidak hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga perlawanan kultural. Di mana
segala sesuatu yang yang berkaitan dengan penjajah tidak mendapat kompromi.
Upaya kultural
tersebut dilakukan oleh santri dan kiai sebagai salah satu ruang perlawanan,
meskipun langkah diplomasi juga tetap dilakukan. Langkah kultural tanpa
kompromi misalnya dilakukan oleh Kiai Hasyim ketika melarang para santrinya dan
masyarakat untuk menyerupai identitas penjajah Belanda seperti memakai celana,
jas, dan dasi. Bahkan dengan tegas, Kiai Hasyim mengharamkan.
Konteks pengharaman
ini merupakan salah satu strategi perlawanan terhadap ketidakperikemanusiaan
yang dilakukan penjajah kepada bangsa Indonesia. Kiai Hasyim ingin menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia juga mempunyai kekuatan dan tidak akan tinggal diam
terhadap kekejaman penjajah. Meskipun fatwa haram terhadap identitas penjajah
tersebut tidak berlaku permanen.
Hal ini dijalankan
oleh Gus Wahid Hasyim ketika melakukan diplomasi dan kesepakatan dengan
penjajah Jepang. Ia sering memakai celana, jas, dan dasi untuk memberikan efek
psikologi bahwa dirinya sangat terbuka ketika melakukan pertemuan dan
pembicaraan dengan penjajah.
Atas perlawanan
kultural yang kerap dilakukan oleh Kiai Hasyim, gerak-geriknya serta pesantren
di seluruh Indonesia mendapat sorotan utama oleh Belanda karena dianggap
menyimpan potensi perlawanan yang luar biasa. Fakta sejarah mencatat, pesantren
kala itu bukan hanya menjadi tempat menempa ilmu agama, tetapi juga menjadi
wadah pergerakan nasional dan penanaman cinta tanah air.
Berita-berita
perjuangan di koran nasional seperti Kedaulatan Rakjat rutin memberitakan
dinamika peperangan pada tahun 1945. Bahkan, Resolusi Jihad yang dicetuskan KH
Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 dijelaskan dalam koran tersebut bahwa
dampak dan semangat yang ditimbulkan luar bias.
Resolusi Jihad yang
menjadi dasar historis ditetapkannya Hari Santri 22 Oktober berhasil
menggerakkan rakyat untuk melakukan perlawanan terhadap tentara sekutu, baik di
Surabaya dan daerah-daerah lain seperti Ambarawa, Temanggung, Semarang. Armada
tentara sekutu yang di laut berhasil ditenggelamkan, yang di udara berhasil
ditembak jatuh.
Bahka menurut
pemberitaan koran Kedaulatan Rakjat kala itu, ketika fatwa Resolusi Jihad
dicetuskan KH Hasyim Asy’ari, sebanyak 60 juta umat Islam di Indonesia bersiap
melaksanakan jihad fi sabilillah. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar