Hukum Noda Bekas Darah Haid
pada Pakaian
Pertanyaan:
Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, saya sering
mendapati bercak (noda) darah haid yang tersisa pada pakaian setelah dicuci.
Bagaimana kedudukan pakaian tersebut, apakah sudah terbilang suci atau belum?
Pasalnya, pakaian ini biasanya celana dalam dan pakaian luar yang sempat tembus
juga dipakai untuk shalat. Mohon penjelasannya. Wassalamu alaikum wr. wb.
Nurhayati
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah
SWT. Darah termasuk darah haid adalah salah satu zat najis yang harus
dibersihkan secara tuntas dari pakaian dan benda lain dalam rangka menjaga
kesucian, terlebih untuk ibadah shalat.
Rasulullah SAW pada hadits riwayat Asma binti
Abu Bakar RA menyatakan keharusan penyucian tuntas pakaian yang terkena najis
sebelum dipakai shalat.
وَعَنْ
أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ -
صلى الله عليه وسلم - قَالَ -فِي دَمِ اَلْحَيْضِ يُصِيبُ اَلثَّوْبَ-: -
"تَحُتُّهُ, ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ, ثُمَّ تَنْضَحُهُ, ثُمَّ تُصَلِّي
فِيهِ" - مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Artinya, “Dari Asma binti Abu Bakar RA,
Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada darah haid yang mengenai pakaian, kau
mengoreknya, menggosoknya dengan air, membasuhnya, dan melakukan shalat
dengannya,’” (HR Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadits ini, pakaian yang terkena
najis darah haid harus dicuci secara sungguhan. Dengan demikian, noda tersebut
dapat dihilangkan secara total hingga hilang rasa, warna, dan baunya.
Lalu bagaimana dengan noda bekas darah haid
yang tersisa di pakaian meski telah dicuci? Apakah pakaian dengan noda darah
haid ini masih terbilang mengandung najis yang tidak bisa digunakan untuk
shalat?
Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi
Abbas Al-Maliki dalam Kitab Ibanatul Ahkam, Syarah Bulughul Maram,
mengatakan bahwa sisa noda darah haid pada pakaian yang telah dicuci
ditoleransi secara syariat.
يعفى
عما بقي من أثر اللون بعد الاجتهاد في الغسل بدليل (ولا يضرك أثره) الآتي في
الحديث الذي بعده
Artinya, “Bekas warna (najis) yang tersisa
pada pakaian dimaafkan setelah pakaian dicuci secara serius dengan dalil hadits
selanjutnya yang berbunyi, ‘Bekasnya tidak masalah bagimu,’” (Lihat Syekh Hasan
Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul
Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz I, halaman 54).
Adapun hadits yang dimaksud oleh Syekh Hasan
Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki adalah hadits Abu Hurairah RA
yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: - يَا رَسُولَ
اَللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ اَلدَّمُ? قَالَ: "يَكْفِيكِ اَلْمَاءُ,
وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ" - أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ
ضَعِيف
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata,
Khawlah RA berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana jika darah itu tidak hilang?’
‘Cukup bagimu (mencuci dengan) air itu. Bekasnya tidak masalah bagimu,’” (HR
At-Tirmidzi).
Hadits yang dimasukkan dalam Kitab Bulughul
Maram, kumpulan hadits-hadits hukum ini menunjukkan ketiadaan masalah
dalam mengenakan pakaian yang masih mengandung noda sisa darah haid setelah
dicuci secara sungguhan.
يقف
الإنسان أمام ربه طاهر البدن فيجب عليه أن يكون كذالك طاهر الملبس إذا سقطت على
ملبوساته إحدى النجاسات كالدم أن يزيل ذلك بكل ما في وسعه ممن مجهود، فإذا تعسرت
عليه إزالة لون النجاسة في الثوب فيغتفر له ذلك (ولن يشاد هذا الدين أحد إلا
غلبه) وهذا من سماحة الإسلام وتيسير أحكامه... لا يضر بقاء ريح النجاسة أو لونها
إذا تعسرت إزالة ذلك
Artinya, “Seseorang berdiri di hadapan
Tuhannya dalam kondisi suci secara fisik sehingga ia juga wajib berdiri dalam
kondisi suci di pakaian. Bila salah satu jenis najis seperti darah mengenai
pakaiannya, maka ia wajib menyucikan najis tersebut secara sungguhan. Bila
penghilangan warna najis di pakaian secara total itu sulit, maka itu dimaafkan
sebagaimana hadits ‘Tidak ada seorang pun yang mempersulit agama, kecuali agama
itu yang menyulitkannya.’ Ini menjadi bagian dari toleransi Islam dan kemudahan
hukum Islam… Sisa bau dan sisa warna najis tidak masalah bila sulit
dihilangkan,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas
Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan
pertama, juz I, halaman 55).
Dari penjelasan ini, kita dapat menarik
simpulan bahwa pakaian yang masih tersisa noda darah haid tidak masalah
digunakan untuk shalat dan kepentingan ibadah lainnya yang mengharuskan
kesucian pada badan, pakaian, dan tempat ibadah.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari
para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
[]
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar