Kisah Lelaki yang Terbunuh Tragis pada 10 Muharram
Oleh: Nadirsyah Hosen
Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan Muharram,
di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan
menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya.
Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati:
قال:
أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار
أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار
ذو الجناحين عمى! [او لم يبلغكم قول مستفيض فيكم: إن رسول الله ص قال لي ولأخي: هذان سيدا شباب أهل الجنة!] فإن صدقتموني بما أقول- وهو الحق- فو الله ما تعمدت كذبا مذ علمت أن الله يمقت عليه أهله، ويضر به من اختلقه، وإن كذبتموني فإن فيكم من إن سألتموه عن ذلك أخبركم، سلوا جابر بن عبد الله الأنصاري، أو أبا سعيد الخدري، أو سهل بن سعد الساعدي، أو زيد بن أرقم، أو أنس بن مالك، يخبروكم أنهم سمعوا هذه المقاله من رسول الله ص لي ولأخي.
أفما في هذا حاجز لكم عن سفك دمي!
“Lihat nasabku.
Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah
halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku.“
“Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku
ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada
ajaran Nabimu?“
“Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah
Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku?“
“Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian
bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku: “keduanya adalah pemuka
dari pemuda ahli surga?”
“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh
itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku,
maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin
Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa
mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan
aku.“
“Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?”
Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari
(5/425) dan Al-Bidayah wan Nihayah (8/193).
Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar.
Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang
bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin
Mu’awiyah.
Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan
di masa Khilafah dulu itu sampai mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi Saw. Apa
masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat?
Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah
bercerita bagaimana Sayidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram
(asyura).
Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah.
Husein membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan
cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian
melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup sambil
memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. Shamir bin Dzil
Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala
penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk minum.
Ibn Katsir menulis: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah
Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan
menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah, 8/204).
Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu
dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya
menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata: “Demi Allah! sungguh aku
pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah
Husein ini.”
Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari
itu. Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencatat 4 ribu pasukan yang
mengepung Husein, dibawah kendali Umar bin Sa’d bin Abi Waqash.
Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan
berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning.
Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan.
Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan
kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat itu
masih hidup (Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein terbunuh
tahun 61 H).
Salma bertanya: “Mengapa engkau menangis?”
Ummu Salamah menjawab: “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah
yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya ‘mengapa engkau
wahai Rasul?“
Rasulullah menjawab: “saya baru saja menyaksikan pembunuhan
Husein.’”
Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu.
Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka sangka
Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah
membunuh Sayidina Husein kelak masih berharap mendapat syafaat datuknya
Rasulullah di padang mahsyar?
Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita
semua.
Al-Fatihah…. []
Tabik,
Nadirsyah Hosen | Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New
Zealand dan Dosen Senior Monash Law School, Australia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar