Membuka Topeng Harun
Yahya
Judul
: Harun Yahya Undercover
Penulis
: Bernando J. Sujibto
Tahun
Terbit : Cetakan Pertama, September 2018
ISBN
: 978-602-7696-61-7
Penerbit
: IRCiSoD
Tebal
: 200 halaman
Peresesnsi
: Nuvilu Usman Alatas, Pustakawan PP.
Annuqayah daerah Lubangsa sekaligus Mahasiswa Instika
Tidak ada alasan
untuk tidak kritis terhadap segala hal. baik itu suatu karya, seorang tokoh
bahkan sampai budaya-pun harus kita kritisi. Termasuk juga tulisan yang sedang
kalian baca ini, juga perlu untuk dikritisi. Karena tidak semua yang tampak
dipermukaan ataupun menjadi sesuatu yang umum merupakan jelmaan dari kebenaran
yang merajalela. Adolf Hitler pernah mengatakan bahwa kebohongan yang
disampaikan seribu kali, pada akhirnya akan tampak seperti suatu kebenaran.
Bernando J. Sujibto
hendak memberikan penerangan terhadap pandangan kita selama ini tentang Harun
Yahya yang populer dengan karya-karya spektakulernya. Mungkin sebagian dari
kita mengenal Harun Yahya sebatas seorang tokoh yang ahli dalam berbagai
disiplin ilmu, khususnya Agama dan Sains. Tanpa kita sadari bahwa Harun Yahya
merupakan nama dari lembaga/organisasi bisnis atau korporasi (enterprise).
Harun Yahya bergerak
dibawah kepemimpinan Adnan Oktar, sedangkan tujuan penamaan Harun Yahya dalam
organisasi tersebut ialah sebagai nama pena dari Adnan Oktar untuk membentuk
branding dirinya dimata dunia. Hal ini bisa kita lihat dalam karya-karyanya
yang mencantumkan biografi penulis, dan memaparkan nama Harun Yahya sebagai
nama personal dan nama pena dari penulis. karya-karyanya bisa diakses di
harunyahya.org atau harunyahya.com.
Karya-karya yang
telah diterbitkan atas nama Harun Yahya mencakup pembahasan mengenai Agama,
Sains, Akhir Zaman, Imam Mahdi, Musthafa Kemal Ataturk, Sejarah, Politik dan
lain sebagainya.
Namun karyanya yang
berkaitan dengan Sains merupakan yang paling populer di antara karyanya yang
lain, sebagaimana tujuan utamanya ialah menentang Teori Evolusi yang dicetuskan
oleh Darwin. Dalam hal ini Adnan Oktar mencoba membuktikan kebenaran al-Qur’an
melalui wahana Sains sebagai bantahan atas teori Evolusi tersebut, dan ini
menjadikannya sosok yang dikagumi oleh banyak kalangan utamanya umat Islam.
Di sisi lain upaya
asosiasi Sains dengan al-Qur’an tidak selamanya mendapat respon yang baik dari
beberapa pihak. Sebagaimana AS. Laksana dalam salah satu esainya menyebutkan
bahwa “Kitab suci tidak perlu dicari-carikan legitimasinya melalui temuan
sains. Sains dan agama memiliki wilayah masinng-masing, memiliki karakter yang
berbeda. Pernyataan-pernyataan dalam kitab suci bersifat final, tidak akan
pernah berubah selamanya.
Sementara sains tidak
akan pernah mencapai garis final, tidak akan pernah berhenti sampai kapan pun.”
kemudian pernyataan tersebut diperkuat dengan logika pertanyaan “Jika
temuan-temuan sains hari ini, yang digunakan untuk mendukung kebenaran kitab
suci, pada suatu hari nanti berubah, apakah berarti pernyataan dalam kitab suci
harus ikut berubah juga?”.
Pernyataan tersebut
memang terkesan menyudutkan upaya mempertemukan Sains dengan al-Qur’an. Walaupun
pada taraf tertentu ada benarnya, tapi yang perlu ditanggapi dari hal tersebut
ialah bahwa mencoba membuktikan kebenaran al-Qur’an dengan pendekatan Sains
ialah upaya untuk membumikan al-Qur’an, agar al-Qur’an tidak terkesan wacana
imajinatif yang mengawang-awang, tapi dapat dibuktikan kebenarannya melalui
pendekatan Sains, dan perlu untuk dipahami bahwa upaya pendekatan tersebut
bukanlah bentuk dari meng-idealisasikan kebenaran Sains dengan al-Qur’an, tapi
sekedar upaya kita untuk taqarrub ilallah sebagai bukti pengabdian kita
kepadaNya. yang senantiasa memerintahkan kita untuk berpikir tentang ciptaanNya
(la’allakum tatafakkarun).
Namun sangat
disayangkan, upaya yang telah dilakukan oleh Adnan Oktar sangat bertolak
belakang dengan upaya membumikan al-Qur’an. Lebih tepatnya Adnan Oktar hanya
menjadikan al-Qur’an sebagai alat penarik simpati dunia. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Adnan Oktar sendiri ketika di investigasi oleh Serdar Sacan
(seorang kepala tim penangkapan Adnan Oktar dan jamaahnya) bahwa Adnan Oktar
tidak mempunyai tujuan ataupun kepentingan untuk urusan agama (hlm. 63).
Kontroversi lain yang
menyelimutinya ialah mengenai karya-karyanya yang sebatas Pseudoscience
(sesuatu yang tampak seperti ilmiah, padahal tidak ilmiah), sehingga tidak bisa
dibuktikan keautentikan ilmiahnya. Disamping itu, jika diukur riwayat
pendidikan Adnan Oktar dengan karya-karya yang diterbitkan atas nama dirinya
sangatlah tidak realistis.
Adnan Oktar tidak
mempunyai latar belakang agama yang mumpuni, karena dia terlahir dari keluarga
sekuler, walaupun pernah mengecap pendidikan agama waktu sekolah Lise
(setingkat SMA). Dan dia juga bukan seorang ahli Sains. Latar belakang
keilmuannya hanya sebatas jurusan Desain Interior ketika kuliah di Universitas
Mimar Sinan dan pindah ke Universitas Istanbul jurusan Filsafat dan Sejarah,
dan kedua kampus yang dijejakinya tidak dijalani secara tuntas.
Selain kontroversi
yang telah disebutkan sebagian diatas, Adnan Oktar juga banyak terlibat dalam
beberapa kasus besar, diantaranya ialah kasus yang melibatkan Oktar Babuna,
yaitu kampanye donor darah untuk penderita Leukemia, namun kedok kampanye
tersebut terbongkar oleh kementrian kesehatan Turki, dengan menyatakan bahwa
kampanye tersebut ilegal, tidak mendapat izin dari pemerintah, dan berdasarkan
penelusuran pemerintah, kampanye tersebut didalangi oleh Amerika dan Australia.
Namun Kepiawaian
Adnan Oktar berasosiasi dengan berbagai kalangan penting membuatnya bisa
melewati kasus-kasus yang dihadapinya dengan licin (Hlm.106). Walaupun
demikian, dia juga pernah merasakan pahitnya hidup dipenjara yang hanya
sebentar, dan terakhir kali dia ditangkap pada 11 juli 2018 M.
Adnan Oktar dalam
gerakannya juga menunjukkan sikap inkonsisten, pada mulanya menentang Musthafa
Keman Ataturk dan pengikutnya (Kemalis), tapi kemudian pernyataanya berubah
dengan mengakui dirinya sebagai pendukung Ataturk, dan berbagai
perubahan-perubahan lain yang membuat dirinya dipandang aneh oleh para
pengamat. Dari berbagai keanehan-keanehan tersebut, muncul sebuah laporan dari
Rumah Sakit Angkatan Udara Di Eskisehir pada tahun 1993 bahwa dirinya mengidap
penyakit Paranoid Skizofenia. Semacam penyakit psikologi yang menguatkan alasan
perubahnya secara ekstrim.
Pada intinya Bernando
J. Sujibto ingin mengatakan lewat buku ini, bahwa karya-karya monumental yang
telah diterbitkan atas nama Harun Yahya yang merupakan nama pena dari Adnan
Oktar, bukanlah karya Adnan Oktar sendiri, melainkan produk korporasi dari
Harun Yahya yang dipimpinnya. Kepiawaiannya dalam menarik kaum akademis untuk
menjadi pengikutnya membuat Organisasi Harun Yahya yang dipimpinnya bisa
memproduksi karya-karya secara dinamis, dan al-Qur’an yang menjadi kolaborasi
dalam berbagai karyanya hanyalah diperalat sebagai penarik simpati dunia.
Lebih jauh lagi
Bernando J. Sujibto ingin mengajak kita menjadi pembaca yang aktif, bukan
pembaca pasif yang menerima secara instan sebuah karya. Karena tidak semua
karya lahir dari niat yang mulia. Sehingga perlu untuk selalu dikritisi, bahkan
dari tokoh yang kita kagumi sekalipun. Jangan sampai membuat pintu kritis kita
tertutup, tapi tetap menempatkan diri secara proporsional untuk sebuah
kebenaran. Wallahu a’lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar