Menjawab Tudingan
Miring kepada Ahlussunnah wal Jama’ah
Judul
: Argumen Ahlussunnah Wal Jama’ah: Jawaban Tuntas atas Tudingan Bid’ah dan
Sesat
Penulis
: Abu Abdillah dan Nur Rohmad
Penerbit
: Pustaka Ta’awun
Tebal
: xxiv + 397 = 421 hlm.
Edisi
: Cetakan III (Maret 2019)
Peresensi
: Miftakhul Arif, Pengajar
Aswaja di MA Unggulan KH. Abd. Wahab Chasbullah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Mayoritas umat Islam
Indonesia, bahkan dunia, adalah penganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah
(Aswaja). Oleh KH M Hasyim Asy’ari, dalam kitab Risalah-nya, kelompok Aswaja
diidentifikasikan sebagai pengikut Asy’ariyah-Maturidiyah dalam bertauhid
(teologi), pengikut Mazhab Empat (Maliki, Hanafi, Syafi‘i, dan Hanbali) dalam
berfiqih, dan pengikut al-Imam Junaid al-Baghdadi serta al-Imam Abul Hasan
As-Syadzili dalam bertasawuf.
Paham Aswaja ini
memiliki prinsip ajaran tanzih—menyucikan Allah dari sifat menyerupai makhluk,
tidak mudah menuduh kafir, serta menghormati dan mengapresiasi tradisi lokal
selama tidak menyalahi ketentuan nash (syariat Islam). Ajaran-ajaran Aswaja
telah mengakar kuat dalam keseharian masyarakat Muslim Indonesia dalam beragam
ekspresi: haul, manaqiban, tahlil, maulid Nabi, hingga praktik
ke-thariqat-an.
Di penghujung abad
ke-19 dan awal abad ke-20 M, umat Islam digemparkan dengan munculnya paham
puritan Wahabi di Semenanjung Arab. Pengaruhnya meluas hingga ke Indonesia.
Paham yang dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahab an Najdi (1703-1791 M) ini
mengusung ajaran 3 T: Tajsim/Tasybih (antromorfis; meragakan atau menyerupakan
Tuhan dengan wujud dan sifat-sifat makhluk), Takfir (memvonis kafir dan sesat
kelompok di luar mereka), dan Tabdi‘ (memvonis bid’ah semua praktik yang
tidak ada presedennya dari Nabi).
Ulama Indonesia pun
dibuat gusar, tak terima atas tudingan kafir, syirik, bid’ah, sesat yang
dialamatkan pengikut Wahabi atas mereka. Maka berhimpunlah ulama Indonesia
berpaham Aswaja ini dalam berbagai ormas ke-Islam-an: Nahdlatul Ulama (NU),
Nahdlatul Wathan, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Al Jam’iyah Al
Washiliyah, dan Mathla’ul Anwar. Ormas-ormas Islam ini hadir sebagai reaksi
atas menguat dan menyebarnya pengaruh ajaran Wahabi di Indonesia. Selain itu,
gerakan ta’lif (kepenulisan) juga massif bermunculan. Karya-karya berbahasa
Arab, Indonesia, dan daerah (Jawa, Sunda, dll) ramai ditulis. Tujuannya adalah
untuk menguatkan dan memantapkan aqidah Aswaja sekaligus membantah ajaran sesat
Wahabi. Misalnya Risalah Ahlissunnah karya KH M Hasyim Asy’ari, al-Nusus
al-Islamiyah fir Raddi ala Madhhab al-Wahhabiyah karya KH Muhammad Faqih
Maskumambang, Hujjah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah karya KH Ali Maksum, Khazanah
Aswaja karya Tim Aswaja Center NU Jatim, dan lain-lain.
Buku berjudul Argumen
Ahlussunnah wal Jama’ah: Jawaban Tuntas atas Tudingan Bid’ah dan
Sesat karya Abu Abdillah dan Nur Rohmad adalah upaya meneladani jejak para
ulama Aswaja di negeri ini yang telah mewariskan banyak karya seperti di atas.
Menurut mu’allif-nya, buku yang kali ketiga dicetak ini dirasa perlu ditulis
meskipun sudah ada karya-karya sejenis sebelumnya. Alasannya: buku yang
dibubuhi pengantar oleh KH Ma’ruf Khozin, Direktur Aswaja Center NU Jatim, ini
menitikberatkan pada beberapa hal, antara lain: [1] menyertakan dalil-dalil
yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah; [2] menguraikan masalah dari
akar permasalahannya dan merumuskan jawaban sesuai dengan kaidah-kaidah yang
disepakati oleh para ulama; [3] dilengkapi dengan bantahan atas beberapa
syubhat (propaganda) Wahabi yang dikutip dari karya-karya mereka secara
langsung; [4] menyajikan kaidah-kaidah yang sangat bermanfaat dalam membantah
golongan Wahabi (hal. 379-380).
Hemat penulis,
kekuatan buku Argumen Ahlussunnah wal Jama’ah ini terletak pada tiga aspek.
Pertama, ditulis oleh orang yang ahli (pakar) di bidangnya. Mu’allif-nya, Abu
Abdillah dan Nur Rohmad, adalah alumnus pesantren yang telah menekuni kajian
Aswaja puluhan tahun. Keduanya memperoleh pengetahuan Islam melalui talaqqi
(belajar langsung berhadap-hadapan) kepada para ulama yang memiliki sanad
keilmuan bersambung (muttasil) sampai Rasulullah. Selain aktif di NU, keduanya
juga aktif mengelola Yayasan Syahamah, suatu lembaga yang concern bergerak di
bidang pengembangan dan penguatan dakwah Ahlussunnah wal Jama’ah.
Kedua, selain
mengetengahkan argumen-argumen naqliyah (tekstual) dan aqliyah (rasional) atas
keabsahan tradisi Aswaja (tawassul, tabarruk, tahlil, dan lain-lain), buku ini
menyertakan kaidah-kaidah usul fiqih penting dalam ber-istidlal (cara
menggunakan dalil) dan istinbath (menggali hukum). Misalnya kaidah: tarku
ash-syai’ la yadullu ala man‘ihi (tidak melakukan sesuatu, tidak menunjukkan
bahwa sesuatu itu terlarang), dan al-am yu’mal bih fi jami’i juz’iyatihi (dalil
yang umum itu diterapkan dalam semua bagian-bagiannya). Dua kaidah ini dapat
digunakan menghantam tudingan bid’ah Wahabi yang mengharamkan berbagai tradisi
Islam lokal dengan dalih: tidak pernah dicontohkan Nabi, atau tidak ada
dalilnya. Kaidah-kaidah ini menjadi instrumen penting dalam membingkai cara
berpikir (manhaj al-fikr), bagaimana semestinya dalil itu dipahami dan
disimpulkan. Dengan memahami kaidah tersebut, pembaca akan mengetahui betapa
rapuhnya argumentasi kaum Wahabi.
Ketiga, di bagian
Appendiks, pembaca akan disuguhi data-data ilmiah tentang aqidah mayoritas
ulama Indonesia: Allah ada tanpa tempat dan arah, Allah tidak dapat
dibayangkan, dan kalam Allah bukan berupa huruf, suara, dan bahasa (hal.
335-357). Menyusul segmen tanya jawab seputar aqidah dengan topik-topik penting
seperti sifat-sifat ke-Tuhan-an, dan bantahan atas syubhat-syubhat Wahabi.
Semuanya disajikan dengan bahasa singkat, lugas, dan to the point.
Dengan segala
kelebihan yang dimiliki, buku yang juga dipengantari oleh KH Abdul Hannan
Ma’shum, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Kwagean Kediri, ini sangat layak
dibaca, khususnya bagi mereka yang meragukan keabsahan aqidah dan amaliah
Aswaja yang telah mentradisi dan mengakar kuat di Indonesia. Membaca buku ini,
anda akan berkesimpulan bahwa tudingan bid’ah dan sesat Wahabi atas penganut
paham Ahlussunah wal Jama’ah adalah sama sekali tidak berdasar. Para aktivis
Aswaja wajib memiliki dan mengkaji buku ini agar tidak gagap menghadapi syubhat
kaum Wahabi.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar