Imam Al-Ghazali
tentang Perangai Rakyat dan Pemimpin
Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali atau yang lebih dikenal Imam Al-Ghazali tidak hanya mempunyai perhatian luas dalam menghidupkan akhlak dan ilmu agama, tetapi juga memberi perhatian pada sebuah kepemimpinan. Hal ini merupakan tanggung jawab sebagai seorang ulama kepada umara-nya demi mewujudkan kemakmuran rakyat.
Mengenai rakyat,
penguasa, dan ulama, Imam Al-Ghazali dalam kitab At-Tibbr al-Masbuk fi Nasihat
al-Muluk atau Nasihat Bagi Penguasa menjelaskan bahwa watak dan perangai rakyat
merupakan buah atau hasil dari watak dan perangai pemimpinnya.
Sebab menurut
Al-Ghazali, keburukan yang dilakukan orang awam hanyalah meniru dan mengikuti
perbuatan para pemimpinnya. Pemimpin di sini tidak hanya ditujukan kepada satu
orang saja dalam pemerintahan, tetapi juga para pemangku kebijakan di segala
sektor.
Sang Hujjatul Islam
tersebut adalah ulama yang tidak hanya seorang faqih, sufi, maupun filosof,
tetapi juga seorang yang mempunyai perhatian serius terhadap kepemimpinan.
Baginya, seorang
umara mempunyai tugas penting dalam memperhatikan kesejahteraan dan keamanan
rakyatnya. Apalagi saat itu kepemimpinan Islam tidak sedikit mendapat represi
dari kelompok-kelompok lain demi kepentingan kekuasaan. Seperti kondisi umat
Islam di Andalusia yang menjadi keprihatinan Imam Al-Ghazali.
Sangat risau
mendengar kekalahan dan penderitaan kaum Muslimin di Andalusia, Imam Al-Ghazali
(1058-1111 M) menulis surat kepada Raja Maghribi Yusuf Ibnu Tasyfin yang isinya
cukup menggemparkan, sebagai berikut:
“Pilihlah salah satu
di antara dua, memanggul senjata untuk menyelamatkan saudaramu-saudaramu di
Andalusia atau engkau turun tahta untuk diserahkan kepada orang lain yang
sanggup memenuhi kewajiban tersebut.”
Isi surat dari penulis
kitab Ihya’ Ulumiddin tersebut diungkap B. Wiwoho dalam Bertasawuf di Zaman
Edan: Hidup Bersih, Sederhana, dan Mengabdi (2006). Sikap tegas Al-Ghazali
tentu tidak lepas dari konteks perjuangan Islam di Andalusia saat itu.
Kelemahan dalam kepemimpinan, konflik internal, dan kekuatan musuh yang semakin
banyak adalah di antara sebab jatuhnya masa-masa kejayaan Islam di Andalusia.
Al-Ghazali sendiri
merupakan salah seorang ulama masyhur yang hidup ketika Islam di Andalusia
mencapai kejayaan emasnya. Tercatat ilmuwan-ilmuwan Muslim yang lahir dari
kemajuan peradaban Islam di Spanyol, Ibnu Bajjah, Ibnu Rusyd, Ibnu Arabi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, dan lain-lain. Kejayaan Islam di Andalusia tidak lepas
dari perkembangan peradaban ilmu pengetahuan.
Sejumlah displin ilmu
dan berbagai teori yang ditemukan oleh para ilmuwan Muslim merupakan pintu
masuk bagi perkembangan Islam di Barat, khususnya Eropa. Namun, kepemimpinan
yang lemah kerap menjadi faktor runtuhnya masa Islam. Meski demikian, ilmu
pengetahuan yang dikembangkan ilmuwan-ilmuwan Muslim tetap masyhur meskipun
saat ini masyarakat justru lebih banyak mengenal teori-teori pembaruan yang
lahir dari para ilmuwan Barat.
Ketegasan Al-Ghazali
dalam merespon kepemimpinan Islam di Andalusia merupakan kegelisahan seorang
ulama kepada umara-nya. Kritisnya Imam Al-Ghazali tidak lebih dari perhatian
dan kasih sayang kepada seorang pemimpin untuk tujuan yang lebih luas,
kesejahteraan rakyatnya. Seorang pemimpin wajib melindungi rakyatnya jika
mereka dalam kondisi menderita sebab perang. Seperti yang dimaksud Al-Ghazali
dalam isi suratnya di atas. []
(Fathoni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar