Benarkah Asy’ariyah Menolak
Banyak Sifat Allah? (I)
Beberapa orang berkata bahwa
Asy'ariyah-Maturidiyah, manhaj aqidah terbesar umat Islam, hanya mengakui
sedikit sifat Allah dan menolak keberadaan banyak sifat yang lainnya, seperti
sifat yad (secara literal bermakna tangan), wajh (secara literal
bermakna wajah), ‘ain (secara literal bermakna mata) dan sebagainya.
Menurut mereka, Asy'ariyah mengakui keberadaan tujuh sifat saja (sama’, bashar,
kalâm, qudrah, irâdah, ‘ilmu, dan hayah)
atau maksimal 20 sifat saja yang terkenal dengan nama sifat wajib 20.
Benarkah demikian?
Apabila kita mempelajari kitab-kitab
Asy'ariyah sendiri, bukan kitab-kitab golongan yang mengkritik mereka, maka
akan kita ketahui dengan pasti bahwa anggapan seperti itu tidak benar. Bahkan
tanpa mempelajari kitab mereka pun, sebenarnya sulit diterima akal bahwa aqidah
yang dianut oleh mayoritas ulama ahli hadits, ahli tafsir, ahli fiqih dan
berbagai cabang ilmu yang lain itu mengingkari keberadaan banyak sifat Allah
yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadits. Kesalahan anggapan seperti di atas
dapat dibuktikan melalui tiga hal berikut:
1. Asy'ariyah dikenal sebagai ahlul itsbat.
Dalam klasifikasi aliran teologi Islam
tentang sifat Allah, dikenal dua golongan besar yang sangat bertolak
belakang. Yang pertama adalah ahlul itsbat, yakni golongan yang
menetapkan keberadaan sifat-sifat Allah. Yang kedua adalah ahlut ta’thil yakni
golongan yang menolak keberadaan sifat-sifat Allah. Bagi ahlul
itsbat, Allah mempunyai banyak sifat seperti halnya yang disebutkan dalam
Al-Qur'an dan hadits. Sedangkan bagi ahlut ta’thil yang dikenal juga
dengan nama mu’atthilah, Allah hanyalah eksistensi saja yang sama
sekali tidak mempunyai sifat apa pun. Asy'ariyah dalam hal ini termasuk
dalam golongan ahlul itsbat, bersama dengan para imam mazhab yang
empat dan para ulama salaf as-shalih.
Pembelaan Asy'ariyah terhadap keberadaan
sifat Allah tertulis dalam semua buku sejarah teologi yang ada. Asy'ariyah lah
yang paling getol menentang teologi muktazilah, golongan ahlut ta’thil terbesar
di masanya, dan bahkan yang meruntuhkan seluruh pondasi logika
mereka. Hal ini adalah fakta yang tak bisa diingkari oleh siapa
pun. Bahkan, Syaikh Ibnu Taimiyah yang terkenal dengan kritiknya yang
luar biasa terhadap Asy'ariyah juga mengakui bahwa mereka adalah ahlul
itsbat. Dia berkata dalam Majmû’ al-Fatâwâ seperti berikut:
لَا
رَيْبَ أَنَّ قَوْلَ ابْنِ كُلَّابٍ وَالْأَشْعَرِيِّ وَنَحْوِهِمَا مِنْ
الْمُثْبِتَةِ لِلصِّفَاتِ لَيْسَ هُوَ قَوْلَ الْجَهْمِيَّة بَلْ وَلَا
الْمُعْتَزِلَةِ بَلْ هَؤُلَاءِ لَهُمْ مُصَنَّفَاتٌ فِي الرَّدِّ عَلَى
الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةِ وَبَيَانِ تَضْلِيلِ مَنْ نَفَاهَا بَلْ هُمْ
تَارَةً يُكَفِّرُونَ الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةَ وَتَارَةً
يُضَلِّلُونَهُمْ. لَا سِيَّمَا وَالْجَهْمُ هُوَ أَعْظَمُ النَّاسِ نَفْيًا
لِلصِّفَاتِ بَلْ وَلِلْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى
“Tak diragukan bahwa pendapat Ibnu kullab dan
Al-Asy'ari dan orang yang seperti keduanya dari golongan ahlul itsbat
(orang yang menetapkan sifat bagi Allah) bukanlah pendapat Jahmiyah dan bukan
juga Muktazilah, bahkan mereka ini mengarang berbagai kitab untuk menolak Jahmiyah
dan Muktazilah dan menerangkan kesesatan orang yang menafikan adanya sifat
Allah (mu'atthilah). Bahkan mereka kadang mengafirkan Jahmiyah dan Muktazilah
dan kadang hanya menyesatkan mereka saja, apalagi Jahm adalah orang yang
paling besar pengingkarannya terhadap sifat bahkan terhadap Asmaul Husna".
(Majmû’ al-Fatâwâ, Juz XII, halaman 202)
2. Tokoh tokoh Asy'ariyah menetapkan semua
sifat yang warid dari Allah dan rasul-Nya.
Imam Abu Hasan al-Asy’ari sendiri menegaskan
dengan sangat tegas:
ونصدق
بجميع الروايات التي يثبتها أهل النقل عن النزول إلى سماء الدنيا، وأن الرب عز وجل
يقول: (هل من سائل، هل من مستغفر) ، وسائر ما نقلوه وأثبتوه خلافا لما قاله أهل
الزيغ والتضليل.
“Kami membenarkan seluruh riwayat yang telah
ditetapkan oleh ahli hadits tentang turunnya Allah ke langit dunia dan bahwa
Allah berfirman: “Apakah ada orang yang meminta? Apakah ada orang yang
beristighfar?” dan juga membenarkan seluruh apa yang mereka nukil dan mereka
tetapkan, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang menyimpang
dan tersesat.” (Imam Abu Hasan al-Asy’ari, al-Ibânah ‘an Ushûlid Dîniyyah,
hal. 29)
Senada dengan beliau, dalam kitab aqidah
Asy’ariyah paling ringkas yang biasa diajarkan pada anak-anak dan siswa pemula,
yakni kitab Aqidatul ‘Awâm karya Sayyid Ahmad al-Marzuqy, disebutkan:
وكل
ما أتى به الرسول # فحقه التسليم والقبول
“Segala apa yang dibawa oleh Rasul # maka
harus dipatuhi dan diterima”
Justru penerimaan terhadap segala sifat yang
dibawa oleh Rasulullah ini adalah salah satu pondasi manhaj aqidah Asy’ariyah.
Berbeda dengan yang disangka sebagian orang yang tampaknya tidak membaca aqidah
Asy’ariyah dari kitab-kitab Asy’ariyah sendiri.
3. Kitab-kitab Asy'ariyah memuat tentang
keberadaan sifat khabariyah.
Seluruh kitab aqidah Asy’ariyah yang membahas
sifat Allah secara lengkap selalu saja memuat keberadaan sifat-sifat khabariyah
dan menetapkannya. Sifat khabariyah adalah sifat-sifat yang
keberadaannya hanya bisa diketahui dari kabar wahyu saja tanpa bisa dijangkau
oleh akal pikiran. Di antara sifat khabariyah ini adalah sifat yang sepintas
bermakna organ seperti wajh, ‘ain, yad, janbun, anâmil,
dan lain sebagainya serta sifat yang sepintas bermakna tindakan organ seperti yaqbidl,
yanzil, jâ’a, istawâ, dan sebagainya.
Penetapan seluruh sifat khabariyah ini dapat
dilihat di berbagai kitab induk manhaj aqidah Asy’ariyah, semisal kitab
al-Asmâ’ was-Shifât karya Imam al-Hafidz al-Baihaqi al-Asy’ary. Demikian pula
kitab-kitab Asy’ariyah dari kalangan muta’akhirin membahas keberadaannya,
misalnya saja kitab Umm al-Barâhin karya Imam as-Sanusi. Hal ini tak
mengherankan sebab Imam Abu Hasan al-Asy’ary sendiri menetapkan keberadaan
sifat-sifat tersebut seperti halnya bisa dilihat dalam kitab al-Ibânah karya
beliau sendiri dan kitab Maqâlât al-‘Imâm al-Asy’ary karya Imam Ibnu
Furak. Ini juga membuktikan kesalahan sebagian orang yang menyangka bahwa para
pengikut Asy’ariyah berbeda aqidahnya dengan Imam Abu Hasan al-Asy’ary sendiri.
Penyebutan Sifat Wajib 20 Bukan Berarti
Pembatasan
Tak akan pernah ditemukan satu pun pernyataan
dari ulama Asy’ariyah dalam kitab-kitab mereka bahwa sifat Allah hanya 20 saja
sebagaimana disangka sebagian orang. Yang ada hanyalah para ulama Asy’ariyah
kontemporer mengklasifikasi atau membuat pemetaan seluruh sifat Allah menjadi
empat kategori sebagai berikut:
• Kategori pertama ada sifat-sifat yang pasti
dimiliki sosok Tuhan yang keberadaannya menjadi syarat ketuhanan (syarth
al-ulûhiyah). Kategori ini disebut sebagai sifat wâjib dan jumlahnya
ada 20.
• Kategori kedua adalah sifat yang tak
mungkin dimiliki oleh sosok Tuhan. Apabila ternyata ada salah satu saja dari
sifat ini, maka pemiliknya dipastikan bukan Tuhan. Ini disebut sifat mustahîl
yang jumlahnya juga 20.
• Kategori ketiga adalah sifat yang bisa saja
dimiliki dan bisa saja tidak dimiliki oleh Tuhan tanpa ada pengaruhnya pada
sifat ketuhanan. Ini disebut sifat jâ’iz yang jumlahnya tak terhitung
karena mencakup seluruh tindakan Allah.
• Kategori keempat adalah sifat kesempurnaan
(kamâlât), yakni sifat-sifat keutamaan yang tidak harus ada pada sosok
Tuhan, akan tetapi keberadaannya menjadi atribut kesempurnaan Tuhan. Jumlah
sifat ini juga tak terhitung.
Empat fakta di atas sudah cukup membuktikan
bahwa tak ada satu pun sifat yang shahih datang dari Allah dan Rasulullah yang
ditolak keberadaannya oleh para Ulama Asy’ariyah. Lalu bagaimana bisa muncul
anggapan bahwa Asy’ariyah menolak keberadaan banyak sifat Allah kalau demikian?
Ini akan kita bahas pada bagian selanjutnya dari tulisan ini. []
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember
& Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar