Senin, 02 Desember 2019

(Ngaji of the Day) Benarkah Asy’ariyah Menolak Banyak Sifat Allah? (I)


Benarkah Asy’ariyah Menolak Banyak Sifat Allah? (I)

Beberapa orang berkata bahwa Asy'ariyah-Maturidiyah, manhaj aqidah terbesar umat Islam, hanya mengakui sedikit sifat Allah dan menolak keberadaan banyak sifat yang lainnya, seperti sifat yad (secara literal bermakna tangan), wajh (secara literal bermakna wajah), ‘ain (secara literal bermakna mata) dan sebagainya. Menurut mereka, Asy'ariyah mengakui keberadaan tujuh sifat saja (sama’, bashar, kalâm, qudrah, irâdah, ‘ilmu, dan hayah) atau maksimal 20 sifat saja yang terkenal dengan nama sifat wajib 20.  Benarkah demikian?

Apabila kita mempelajari kitab-kitab Asy'ariyah sendiri, bukan kitab-kitab golongan yang mengkritik mereka, maka akan kita ketahui dengan pasti bahwa anggapan seperti itu tidak benar. Bahkan tanpa mempelajari kitab mereka pun, sebenarnya sulit diterima akal bahwa aqidah yang dianut oleh mayoritas ulama ahli hadits, ahli tafsir, ahli fiqih dan berbagai cabang ilmu yang lain itu mengingkari keberadaan banyak sifat Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dan hadits. Kesalahan anggapan seperti di atas dapat dibuktikan melalui tiga hal berikut:

1. Asy'ariyah dikenal sebagai ahlul itsbat

Dalam klasifikasi aliran teologi Islam tentang sifat Allah, dikenal dua golongan besar  yang sangat bertolak belakang.  Yang pertama adalah ahlul itsbat, yakni golongan yang menetapkan keberadaan sifat-sifat Allah. Yang kedua adalah ahlut ta’thil yakni golongan yang menolak keberadaan sifat-sifat Allah.  Bagi  ahlul itsbat, Allah mempunyai banyak sifat seperti halnya yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits. Sedangkan bagi ahlut ta’thil yang dikenal juga dengan nama mu’atthilah,  Allah hanyalah eksistensi saja yang sama sekali tidak mempunyai sifat apa pun.  Asy'ariyah dalam hal ini termasuk dalam golongan ahlul itsbat,  bersama dengan para imam mazhab yang empat dan para ulama salaf as-shalih.

Pembelaan Asy'ariyah terhadap keberadaan sifat Allah tertulis dalam semua buku sejarah teologi yang ada. Asy'ariyah lah yang paling getol menentang teologi muktazilah, golongan ahlut ta’thil terbesar di masanya,  dan bahkan yang meruntuhkan seluruh pondasi logika mereka.  Hal ini adalah fakta yang tak bisa diingkari  oleh siapa pun.  Bahkan, Syaikh Ibnu Taimiyah yang terkenal dengan kritiknya yang luar biasa terhadap  Asy'ariyah juga mengakui bahwa mereka adalah ahlul itsbat. Dia berkata dalam Majmû’ al-Fatâwâ seperti berikut:

لَا رَيْبَ أَنَّ قَوْلَ ابْنِ كُلَّابٍ وَالْأَشْعَرِيِّ وَنَحْوِهِمَا مِنْ الْمُثْبِتَةِ لِلصِّفَاتِ لَيْسَ هُوَ قَوْلَ الْجَهْمِيَّة بَلْ وَلَا الْمُعْتَزِلَةِ بَلْ هَؤُلَاءِ لَهُمْ مُصَنَّفَاتٌ فِي الرَّدِّ عَلَى الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةِ وَبَيَانِ تَضْلِيلِ مَنْ نَفَاهَا بَلْ هُمْ تَارَةً يُكَفِّرُونَ الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةَ وَتَارَةً يُضَلِّلُونَهُمْ. لَا سِيَّمَا وَالْجَهْمُ هُوَ أَعْظَمُ النَّاسِ نَفْيًا لِلصِّفَاتِ بَلْ وَلِلْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى

“Tak diragukan bahwa pendapat Ibnu kullab dan Al-Asy'ari dan orang yang seperti keduanya dari golongan ahlul itsbat (orang yang menetapkan sifat bagi Allah) bukanlah pendapat Jahmiyah dan bukan juga Muktazilah, bahkan mereka ini mengarang berbagai kitab untuk menolak Jahmiyah dan Muktazilah dan menerangkan kesesatan orang yang menafikan adanya sifat Allah (mu'atthilah). Bahkan mereka kadang mengafirkan Jahmiyah dan Muktazilah dan kadang hanya menyesatkan mereka saja, apalagi Jahm adalah orang  yang paling besar pengingkarannya terhadap sifat bahkan terhadap Asmaul Husna". (Majmû’ al-Fatâwâ, Juz XII, halaman 202)

2. Tokoh tokoh Asy'ariyah menetapkan semua sifat yang warid dari Allah dan rasul-Nya.

Imam Abu Hasan al-Asy’ari sendiri menegaskan dengan sangat tegas:

ونصدق بجميع الروايات التي يثبتها أهل النقل عن النزول إلى سماء الدنيا، وأن الرب عز وجل يقول: (هل من سائل، هل من مستغفر) ، وسائر ما نقلوه وأثبتوه خلافا لما قاله أهل الزيغ والتضليل.

“Kami membenarkan seluruh riwayat yang telah ditetapkan oleh ahli hadits tentang turunnya Allah ke langit dunia dan bahwa Allah berfirman: “Apakah ada orang yang meminta? Apakah ada orang yang beristighfar?” dan juga membenarkan seluruh apa yang mereka nukil dan mereka tetapkan, berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang menyimpang dan tersesat.” (Imam Abu Hasan al-Asy’ari, al-Ibânah ‘an Ushûlid Dîniyyah, hal. 29)

Senada dengan beliau, dalam kitab aqidah Asy’ariyah paling ringkas yang biasa diajarkan pada anak-anak dan siswa pemula, yakni kitab Aqidatul ‘Awâm karya Sayyid Ahmad al-Marzuqy, disebutkan:

وكل ما أتى به الرسول # فحقه التسليم والقبول

“Segala apa yang dibawa oleh Rasul # maka harus dipatuhi dan diterima” 

Justru penerimaan terhadap segala sifat yang dibawa oleh Rasulullah ini adalah salah satu pondasi manhaj aqidah Asy’ariyah. Berbeda dengan yang disangka sebagian orang yang tampaknya tidak membaca aqidah Asy’ariyah dari kitab-kitab Asy’ariyah sendiri.

3. Kitab-kitab Asy'ariyah memuat tentang keberadaan sifat khabariyah.

Seluruh kitab aqidah Asy’ariyah yang membahas sifat Allah secara lengkap selalu saja memuat keberadaan sifat-sifat khabariyah dan menetapkannya. Sifat khabariyah adalah sifat-sifat yang keberadaannya hanya bisa diketahui dari kabar wahyu saja tanpa bisa dijangkau oleh akal pikiran. Di antara sifat khabariyah ini adalah sifat yang sepintas bermakna organ seperti wajh, ‘ain, yad, janbun, anâmil, dan lain sebagainya serta sifat yang sepintas bermakna tindakan organ seperti yaqbidl, yanzil, jâ’a, istawâ, dan sebagainya. 

Penetapan seluruh sifat khabariyah ini dapat dilihat di berbagai kitab induk manhaj aqidah Asy’ariyah, semisal kitab al-Asmâ’ was-Shifât karya Imam al-Hafidz al-Baihaqi al-Asy’ary. Demikian pula kitab-kitab Asy’ariyah dari kalangan muta’akhirin membahas keberadaannya, misalnya saja kitab Umm al-Barâhin karya Imam as-Sanusi. Hal ini tak mengherankan sebab Imam Abu Hasan al-Asy’ary sendiri menetapkan keberadaan sifat-sifat tersebut seperti halnya bisa dilihat dalam kitab al-Ibânah karya beliau sendiri dan kitab Maqâlât al-‘Imâm al-Asy’ary karya Imam Ibnu Furak. Ini juga membuktikan kesalahan sebagian orang yang menyangka bahwa para pengikut Asy’ariyah berbeda aqidahnya dengan Imam Abu Hasan al-Asy’ary sendiri.

Penyebutan Sifat Wajib 20 Bukan Berarti Pembatasan

Tak akan pernah ditemukan satu pun pernyataan dari ulama Asy’ariyah dalam kitab-kitab mereka bahwa sifat Allah hanya 20 saja sebagaimana disangka sebagian orang. Yang ada hanyalah para ulama Asy’ariyah kontemporer mengklasifikasi atau membuat pemetaan seluruh sifat Allah menjadi empat kategori sebagai berikut: 

• Kategori pertama ada sifat-sifat yang pasti dimiliki sosok Tuhan yang keberadaannya menjadi syarat ketuhanan (syarth al-ulûhiyah). Kategori ini disebut sebagai sifat wâjib dan jumlahnya ada 20. 

• Kategori kedua adalah sifat yang tak mungkin dimiliki oleh sosok Tuhan. Apabila ternyata ada salah satu saja dari sifat ini, maka pemiliknya dipastikan bukan Tuhan. Ini disebut sifat mustahîl yang jumlahnya juga 20. 

• Kategori ketiga adalah sifat yang bisa saja dimiliki dan bisa saja tidak dimiliki oleh Tuhan tanpa ada pengaruhnya pada sifat ketuhanan. Ini disebut sifat jâ’iz yang jumlahnya tak terhitung karena mencakup seluruh tindakan Allah.

• Kategori keempat adalah sifat kesempurnaan (kamâlât), yakni sifat-sifat keutamaan yang tidak harus ada pada sosok Tuhan, akan tetapi keberadaannya menjadi atribut kesempurnaan Tuhan. Jumlah sifat ini juga tak terhitung.

Empat fakta di atas sudah cukup membuktikan bahwa tak ada satu pun sifat yang shahih datang dari Allah dan Rasulullah yang ditolak keberadaannya oleh para Ulama Asy’ariyah. Lalu bagaimana bisa muncul anggapan bahwa Asy’ariyah menolak keberadaan banyak sifat Allah kalau demikian? Ini akan kita bahas pada bagian selanjutnya dari tulisan ini. []

Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar