Kepemimpinan Rasulullah SAW
dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur’an kita membaca Surat Ali Imran
ayat 159. Pada ayat ini kita menemukan nilai-nilai kepemimpinan yang menjadi
keseharian Rasulullah SAW.
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya, “Maka sebab rahmat dari Allah,
engkau bersikap lemah-lembut kepada mereka. Seandainya engkau bersikap kasar
(dalam ucapan dan perbuatan), mereka pasti pergi meninggalkanmu (tidak mau
berdekatan denganmu). Maafkanlah mereka. Mohonkan ampun lah untuk mereka.
Ajaklah mereka bermusyawarah (mendengarkan aspirasi mereka) dalam segala
perkara (yang akan dikerjakan). Jika engkau sudah berketetapan hati,
tawakal-lah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang tawakal,”
(Surat Ali Imran ayat 159).
Berdasarkan ayat di atas, seorang pemimpin
harus memiliki karakter sebagai berikut:
1. Lemah-lembut.
2. Tidak kasar (tidak bengis), baik dalam
ucapan atau perbuatan.
3. Siap memaafkan kesalahan orang lain.
4. Selalu memohonkan ampunan untuk rakyatnya
yang berbuat dosa.
5. Siap mendengarkan aspirasi rakyat
(demokratis).
6. Memiliki komitmen yang kuat untuk
melakasanakan tugas yang diembankan.
7. Selalu tawakal kepada Allah.
Ayat ini juga menegaskan bahwa Al-Quran
mengajarkan demokrasi (poin 5). Bahkan, dalam beberepa kitab tafsir dijelaskan
bahwa perintah musyarawarah ini bukan karena Nabi Muhammad SAW membutuhkan
pendapat orang lain, tetapi lebih karena untuk menjaga perasaan orang lain agar
tetap merasa dihargai dan dihormati.
Dijelaskan bahwa kala itu, tokoh-tokoh Arab
memiliki perasaan sangat senisitif. Jika tidak dimintakan pendapatnya, mereka
gampang tersinggung. Maka, mengajak bermusyawarah adalah tindakan penting agar
mereka merasa dihargai dan dihormati.
Perintah bermusyawarah ini juga mengandung
pendidikan bahwa Nabi Muhammad SAW menginginkan agar orang-orang meniru sikap
beliau dalam menyelesaikan segala urusan publik, yaitu harus melibatkan banyak
orang dan mendengarkan aspirasi orang lain.
Dalam kasus tertentu, meski tidak membutuhkan
pendapat orang lain, Nabi Muhammad SAW tetap mengajak mereka bermusyawarah.
Aisyah RA bahkan pernah berkata, “Aku tidak pernah menemukan orang yang sering
mendengarkan aspirasi orang lain (bermusyawarah) selain Rasulullah SAW,” (Lihat
Al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil).
Jika ada orang yang mengatakan bahwa
demokrasi bukan ajaran Islam, maka yakinlah bahwa orang itu tidak pernah
membaca Al-Quran dengan lengkap, apalagi membaca tafsir-tafsirnya. Saya kira
ini bisa dipahami oleh siapa pun. Wallahu a‘lam. []
Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, KH
Taufik Damas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar