Ketika Mbah Dullah
Salam ‘Mengingatkan’ KH Sahal Mahfudh
Salah satu sikap yang melekat kuat pada sosok KH Abdullah Zain Salam atau Mbah Dullah Salam Kajen, Pati adalah selalu berharap kepada Allah. Mbah Dullah selalu menghindari sifat thama’ (mengharap bantuan orang lain), entah itu pemberian harta benda ataupun kedudukan dari orang lain. Ia begitu memperhatikan betul agar dirinya terbebas dari sifat thama’.
Ada satu kisah
masyhur tentang bagaimana Mbah Dullah menghindari sifat thama’. Dikisahkan,
setiap kali menghadiri acara pernikahan, Mbah Dullah selalu mampir ke warung
terlebih dahulu sebelum tiba di tempat acara. Maklum, orang biasanya berharap
mendapatkan makan atau sesuatu yang lain tiap kali menghadiri acara-acara
seperti itu. Namun demikian tidak dengan Mbah Dullah. Ia ‘membunuh’ perasaan
thama’nya itu dengan cara makan di warung sebelum tiba ke rumah yang empunya
acara.
Dalam hal menghindari
sifat thama’ Mbah Dullah tidak hanya tegas kepada dirinya tapi juga kepada
keluarga dan murid-muridnya. Ia selalu menanamkan dan mengingatkan agar mereka
menjauhi sifat thama’. Sebuah sifat tercela dan membinasakan. Karena bagaimanapun
juga, manusia tidak boleh berharap kecuali hanya kepada Allah swt semata.
Karena saking
hati-hatinya menjaga hati dari perasaan thama’, Mbah Dullah pernah
‘mengingatkan’ KH Sahal Mahfudh. Pada saat itu, Perguruan Islam Mathali’ul
Falah (PIM) Kajen, Pati sedang dalam proses pembangunan. Dalam sebuah acara,
Kiai Sahal berpidato di hadapan Mbah Dullah dan insan PIM. Kiai Sahal
menjelaskan perkembangan pembangunan gedung PIM. Kata Kiai Sahal, hingga
dirinya berdiri dan berpidato tersebut pembangunan PIM belum mendapatkan
bantuan dari pemerintah. Mendengar kalimat seperti itu, Mbah Dullah langsung
‘mengingatkan’ Kiai Sahal. Ia kemudia dawuh:
“Kok durung, ora
ngunu Hal (Kok belum mendapatkan bantuan, yang benar tidak mendapatkan bantuan
pemerintah gitu Hal),” kata Mbah Dullah mengingatkan Kiai Sahal, seperti
dikutip dari buku Keteladanan KH Abdullah Zain Salam (Jamal Ma’mur Asmani,
2018).
Bagi Mbah Dullah,
kata ‘belum’ dalam pidato Kiai Sahal tersebut mengindikasikan bahwa
keponakannya itu masih berharap akan mendapatkan bantuan pemerintah. Sementara
kata ‘tidak’ berarti tidak mengharapkan bantuan dari pemerintah.
Kegigihan menghindari
sifat thama’ menjadikan Mbah Dullah menolak amplop atau bantuan yang
dialamatkan untuknya. Ia menyarankan agar amplop-amplop atau bantuan untuk
beliau diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Mbah Dullah bekerja sendiri
untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, tidak mengharapkan bantuan dari orang
lain. Sehingga tidak ada sifat thama’ di dalam hatinya. []
(Muchlishon)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar