Hikmah di Balik Tradisi Pengajian Rutin
Selapanan
Beberapa waktu lalu, Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo, Tanggungharjo, Grobogan, Jawa Tengah kembali menggelar acara Pengajian Rutin Kamis Kliwon di halaman Kompleks Al Jauhar Pesantren Sirojuth Tholibin Putra.
Ya, acara tersebut merupakan acara rutin yang
digelar pihak pesantren setiap "selapan" sekali. Hadirinnya terdiri
dari masyarakat sekitar Desa Brabo, alumni, dan sebagian wali santri yang
memang dating secara sukarela. Istilah “selapan” yang kemudian menjadi kata
kerja “selapanan”, merupakan hitungan satu bulan berdasarkan hari dan tanggalan
Jawa. Jumlah siklusnya akan berulang setiap 35 hari sekali.
Seperti yang telah diketahui bahwa jumlah
hari pasaran atau netu merupakan hitungan hari Suku Jawa. Perhitungannya
berjumlah lima hari pasaran. Ada; Pahing, Pon, Wage Kliwon, dan Legi.
Kiai-kiai NU khususnya yang berada di wilayah
Jawa Tengah maupun Jawa Timur, sering mengagendakan kegiatan keagamaan berdasar
pada perhitungan hari tersebut. Misalnya, seperti Pengajian Rutin Kamis Kliwon,
Maulid setiap Jumat Legi, Sima'atul Quran per Hari Senin Pahing, dan lain
sebagainya.
Dalam sambutannya sebagai pengasuh Pesantren,
KH Muhammad Shofi Al Mubarok menjelaskan rahasia di balik tradisi yang telah
berlangsung di kalangan ulama NU tersebut.
"Kita menghadiri Pengajian Rutin Kamis
Kliwon ini, (marilah) kita niati mengikuti apa yang diarahkan Rasulullah
sallallahu 'alaihi wasallam," tuturnya mengawali penjelasan.
Menurutnya, Kamis Kliwon itu merupakan
pengajian 35 hari (selapan) sekali. Mengapa kok 35 hari? Sebab arahan Kanjeng
Nabi kepada Sayyidina 'Ali:
ياعَلي،
إذا أتى على المؤمن أربعون صباحًا ولم يجالس العلماء قسى قلبه، وجسر على الكبائر؛
لأن العلم حياة القلب
“Wahai Ali, ketika datang 40 hari kepada
seorang mukmin, dan (selama itu pula) ia tidak berkumpul dengan ulama, maka
keraslah hatinya, dan berani melakukan dosa besar. Karena (hakikatnya) ilmu itu
(memiliki) hati yang malu (kepada Allah)."
Hal tersebut senada dengan apa yang
dijelaskan juga dalam kitab Washiatul Musthofa karya Sayyid Abdul Wahab As
Sya'roni.
Putra almarhum KH Ahmad Baidlowie Syamsuri
yang akrab disapa Gus Shofi itu juga menambahkan, semua umat Nabi Muhammad
sallallahu 'alaihi wasallam itu akan masuk surga, kecuali yang tidak mau.
Siapakah itu? Dijawab oleh sebuah hadits yang berbunyi:
عن
أبي هريرة ، أن رسول الله ﷺ قال: كل أمتي يدخل
الجنة إلا من أبى قيل: ومن يأبى
يا رسول الله؟ قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى
"Sesungguhnya Rasulullah sallallahu
'alaihi wasallam besabda: Tiap-tiap umatku akan masuk surga kecuali yang tidak
mau. Dikatakan: dan siapakah yang tidak mau tersebut wahai Rasulullah? Jawabnya:
Barangsiapa taat kepadaku, maka ia akan masuk surga. dan barangsiapa
mendurhakaiku maka sungguh ia benar-benar tidak mau (masuk surga)." (HR.
Bukhari)
Oleh karenanya, lanjut Gus Shofi, penting
sekali dalam beramal kita niatkan untuk ittiba'ur rasul, mengikuti ajaran Nabi
Muhammad sallalllahu 'alaihi wasallam. Karena hal tersebut merupakan bukti
ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, sebagai modal dalam menggapai surga Allah
ta'ala.
Demikianlah, tradisi-tradisi yang hingga kini
masih dilestarikan oleh Nahdliyin, masyarakat NU. Amaliah tersebut merupakan
bentuk ikhtiar tokoh NU dalam ihya'us sunnah, menghidupkan ajaran Nabi, meski
sebagian kecil orang kerap menuding sebagai hal yang tidak sesuai dengan ajaran
Nabi. []
(Ulin Nuha Karim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar