NU dan Gelora Bung
Karno dari Masa ke Masa
Dalam sejarah NU,
Gelora Bung Karno (GBK) mendapat tempat sendiri. Karena melalui lapangan
tersebutlah NU mampu menunjukkan kebesarannya. Beberapa kali NU mengadakan
kegiatan akbar di lapangan yang didirikan Presiden Soekarno tersebut, yaitu
1966, 1992, 2008, dan 2011.
Untuk pertama
kalinya, NU menggunakan GBK pada harlah ke-40 yang digelar pada 31 Januari
1966. Saat itu NU dipimpin duet KH Abdul Wahab Hasbullah dan KH Idham Chalid.
Keduanya berpidato di hadapan ratusan ribu warga NU. Presiden Soekarno juga
turut berpidato.
Hajatan besar itu
didesain seniman besar yang aktif di Lesbumi NU yaitu Djamaluddin Malik (ayah
Camelia Malik), Usmar Ismail (tokoh perfilman nasional) dan Asrul Sani.
Harlah saat itu,
bangsa Indonesia masih dalam keadaan luka setelah peristiwa Gerakan 1 Oktober
empat bulan sebelumnya. Tuntutan bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sampai
ke akar-akarnya masih sangat kencang digelorakan masyarakat. Kemudian tuntutan
itu juga mengarah kepada Presiden Soekarno.
Menurut Ahmad Mansur
Suryanegara pada buku Api Sejarah 2, harlah NU tersebut mengubah wajah Jakarta
yang semula merah dengan gambar palu arit sebab setahun sebelumnya, Partai
Komunis Indonesia menyelenggarakan peringatan hari ulang tahunnya, yaitu 23 Mei
1965.
Kemudian, masih
menurut Ahmad Mansur, saat NU menggunakan GBK, Jakarta menjadi samudera
hijau.
Menurut Abdul Mun’im
DZ, setelah peristiwa G30S-PKI, tidak ada lagi kekuatan besar yang mampu
mengomando rakyat, tetapi NU bisa. Saat itu NU menjadi stabilisator keamanan
negara paling utama, bersama tentara, karena PKI sudah tidak berdaya, PNI sudah
tercerai berai, sementara Masyumi sudah lama mati.
Lalu, pada masa akhir
Orde Baru, NU menggelar Rapat Akbar di Parkir Timur Senayan, 1 Maret 1992. Saat
itu NU dipimpin KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sementara Rais Aamnya KH Moh.
Ilyas Ruhiat yang ditetapkan di Munas NU Bandar Lampung, 21-25 JANUARI 1992.
Kiai asal Cipasung itu menggantikan KH Ali Yafie yang mengundurkan diri setelah
ditetapkan jadi Rais Aam karena wafatnya KH Ahmad Shiddiq pada
1991.
Menurut sejarawan Iip
D. Yahya, dari 2 juta yang direncanakan hadir, hanya sekitar 500 ribu yang
dapat berkumpul. Hal itu karena pemerintah Soeharto setengah hati dan cenderung
menghambat. Padahal acara itu jelas, "Ikrar Kesetiaan Warga NU pada
Pancasila dan UUD 1945".
Masih menurut Iip,
butir kedua Ikrar kesetiaan itu menegaskan, "Kami yakin, bahwa Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah bentuk final negara
kami. Karenanya, kami teguhkan tekad kami untuk membangun dan mempertahankan
derap dan langkah pembangunan bangsa kami."
Saat itu, NU seolah
sendirian mempertahankan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan pemerintah yang punya
program P4, penuh dengan curiga. Tetapi NU di bawah kepemimpinan KH Moh. Ilyas
Ruhiat dan KH Abdurrahman Wahid, terus maju ke muka dengan segala konsekuensi.
Untuk ketiga kalinya,
NU menggelar hajatan besar di GBK pada 2008. Saat itu NU dipimpin KH Ahmad
Hasyim Muzadi (Ketua Umum) dan KH Ahmad Sahal Mahfudh (Rais Aam). Saat itu, NU
menargetkan 300 ribu massa untuk melaksanakan istighotsah bersama untuk
keselamatan bangsa dan negara.
Terakhir, pada 17
Juli 2011 NU menggelar Rapat Akbar dalam rangka harlah ke-85 di GBK. Saat itu
NU dipimpin Ketua Umum KH Said Aqil Siroj dan Rais Aam KH Ahmad Sahal Mahfudh
yang diikuti kurang lebih 120 ribu warga NU. Sebelum harlah, NU membicarakan
ekonomi, radikalisme agama, dan masalah-masalah kebangsaaan lain. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar