Mengonsumsi Jangkrik, Halal
atau Haram?
Jangkrik merupakan salah satu jenis serangga.
Hewan ini biasanya hidup di berbagai tempat yang basah dan dingin. Jangkrik
dapat kita temukan lewat suara khas yang keluar dari hewan tersebut, terutama
pada saat malam hari.
Selain berguna sebagai salah satu pakan dari
burung, jangkrik rupanya sudah mulai dikenal oleh sebagian masyarakat sebagai
makanan yang juga dikonsumsi orang, baik dalam bentuk jangkrik goreng, keripik,
atau sejenisnya. Sebelum hal ini merambah semakin luas, alangkah baiknya
jika kita mengetahui tentang status kehalalan atau keharaman dari hewan ini.
Di antara jenis hewan yang diharamkan oleh
syariat adalah segala jenis hewan yang dipandang menjijikkan oleh orang Arab,
termasuk dari bagian hewan ini adalah segala jenis hasyarat yaitu hewan-hewan
kecil yang melata di tanah, seperti tikus, kumbang, ular dan hewan-hewan
lainnya. Selain haram mengonsumsi hewan hasyarat, menjual-belikan hewan ini
juga diharamkan dan dihukumi tidak sah. Seperti yang dijelaskan dalam kitab
Nihayah al-Muhtaj:
ـ
(فلا يصح بيع الحشرات) وهى صغار دواب الأرض كفأرة وخنفساء وحية وعقرب ونمل
“Tidak sah menjual hewan-hewan hasyarat yakni
hewan-hewan kecil yang melata di tanah seperti tikus, kumbang, ular,
kalajengking dan lebah” (Syekh SyamsuddinMuhammad bin Abi al-Abbas bin
Syihabuddin ar-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz IV, hal. 395)
Hewan jangkrik tanpa diragukan lagi termasuk
dalam kategori hewan hasyarat ini, sehingga hukum mengonsumsi jangkrik adalah
haram, sebab dipandang sebagai hewan yang menjijikkan menurut orang Arab, hal
ini seperti yang ditegaskan dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra:
الصرصر
- حيوان فيه شبه من
الجراد ، قفاز يصيح صياحاً رقيقاً ، وأكثر صياحه بالليل ولذلك سمي صرار الليل ،
وهو نوع من بنات وردان عري عن الأجنحة
. وقيل
: إنه الجدجد وقد تقدم أن الجوهري فسر الجدجد بصرار الليل ، ولا يعرف مكانه إلا
بتتبع صوته ، وأمكنته المواضع الندية ، وألوانه مختلفة فمنه ما هو أسود ، ومنه ما
هو أزرق ومنه ما هو أحمر ، وهو جندب الصحارى والفلوات
وحكمه
: تحريم الأكل لاستقذاره
“Sharshar (jangkrik) adalah hewan yang
menyerupai belalang, terkadang hewan tersebut bersuara dengan suara yang lirih.
Seringkali hewan ini bersuara pada saat malam hari, karena hal tersebut maka
hewan ini juga disebut dengan shurrarul laili. Hewan ini merupakan bagian dari
jenis bintu wardan yang tidak memiliki sayap (yang bisa terbang). Hewan ini
juga disebut judjud, seperti halnya yang dijelaskan pada pembahasan yang telah
lalu bahwa Syekh al-Jauhari mengartikan judjud dengan hewan jangkrik.
Keberadaan jangkrik tidak akan dapat diketahui kecuali dengan meneliti dari
suaranya, hewan ini menyukai tempat-tempat yang basah. Warnanya berbeda-beda,
ada yang berwarna hitam, biru dan merah. Hewan ini hampir sama dengan belalang
yang sering ditemukan di hutan belantara. Hukum mengonsumsi hewan ini adalah
haram karena dianggap hewan yang menjijikkan.” (Syekh Kamaluddin ad-Damiri,
Hayat al-Hayawan al-Kubra, juz 2, hal. 86)
Yang menjadi pijakan tentang menjijikkan atau
tidaknya suatu hewan adalah menurut cara pandang orang Arab. Jika terdapat
sebagian orang yang menganggap bahwa hewan jangkrik bukanlah hewan yang
menjijikkan untuk dimakan, hal tersebut sama sekali tidak dapat mengubah
terhadap keharaman jangkrik yang berpijak pada cara pandang orang Arab secara
umum. Dalam kitab-kitab fiqih, orang Arab menjadi standar menjijikkan atau
tidaknya suatu hewan, sebab kepada merekalah yang pertama kali
menjadi khitab wahyu (sasaran dakwah Islam masa awal). Wallahu a’lam.
[]
Ustadz Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok
Pesantren Kaliwining Jember Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar