Rasulullah,
Pemimpin yang Tidak Ingin Diistimewakan
Biasanya orang yang memiliki kedudukan ingin diistimewakan, dihormati, dan dilayani. Sebagai seorang pemimpin misalnya, dia bebas sekehendak hati memerintahkan anak buahnya untuk melakukan ini dan itu. Tanpa dia ikut mengerjakannya. Mungkin itu sudah menjadi ‘watak’ atau ‘karakter’ orang yang memiliki jabatan. Mereka selalu merasa di atas dan harus diistimewakan.
Namun Rasulullah
tidak lah demikian. Meski dia adalah seorang pemimpin agama dan negara, seorang
nabi dan rasul Allah yang terakhir, tapi Rasulullah tidak pernah meminta kepada
para sahabat dan umatnya untuk diistimewakan.
Rasulullah bergaul
dengan para sahabatnya tanpa ada sekat yang memisahkannya. Jika memerintahkan
sahabatnya untuk melakukan suatu hal, Rasulullah juga ikut terlibat di
dalamnya. Bahkan, Rasulullah memberikan teladan terlebih dahulu sebelum
menyuruh sahabatnya untuk melakukan suatu hal.
Sebagaimana
keterangan dalam buku Akhlak Rasul Menurut Bukhari Muslim (Abdul Mun’im
al-Hasyimi, 2009), diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah dan para sahabatnya
akan memasak kambing bareng. Rasulullah lantas membagi tugas untuk para
sahabatnya. Ada yang bertugas menyembelih kambing, mengulitinya, menyiapkan
tungku, menyiapkan air, dan memasaknya.
Awalnya para sahabat
tenang karena semuanya kebagian tugas. Namun suasana langsung riuh manakala
Rasulullah mengatakan kalau dirinya yang akan mencari dan mengumpulkan kayu
bakar. Para sahabat ‘tidak terima’ dengan hal itu. Mereka meminta Rasulullah
agar berdiam diri dan menunggu saja. Tidak perlu ikut bekerja. Apalagi mencari
kayu. Tugas itu biar dikerjakan orang lain saja. Kata para sahabat dengan nada
memprotes.
“Saya tahu kalian
bisa menyelesaikan pekerjaan ini, tapi saya tidak suka diistimewakan,” jawab
Rasulullah dengan tegas. Rasulullah lantas mengungkapkan bahwa Allah tidak suka
melihat seorang hambanya diistimewakan dari teman-teman yang lainnya.
Begitu lah
Rasulullah. Kedudukan dan statusnya yang begitu agung tidak lantas
menjadikannya arogan. Buta akan penghormatan. Dan selalu minta diistimewakan.
Beliau seolah memberikan teladan bahwa seorang pemimpin tidak cukup dengan
hanya memberikan instruksi apa yang harus dikerjakan anak buahnya, lalu
kemudian berdiam diri dan ongkang-ongkang. Jika tidak benar, maka ia akan
memarahi anak buahnya habis-habisan.
Tidak seperti itu.
Bagi Rasulullah, seorang pemimpin harus ikut turun ke bawah. Kalau perlu
berkeringat sebagaimana anak buahnya berkeringat dan memastikan semua yang
dikerjakan anak buahnya berjalan dengan baik dan lancar. []
(A Muchlishon Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar