Senin, 02 Desember 2019

Kang Komar: Hidup Bermakna


Hidup Bermakna
Oleh: Komaruddin Hidayat

TUJUAN hidup akan membantu menjawab pertanyaan mendalam, mengapa saya ada di sini? Beberapa orang yakin bahwa hidup mereka ditujukan untuk mengabdi pada satu bentuk panggilan tertentu. Mereka merasa terpanggil untuk satu hal tertentu, dan panggilan itu berfungsi sebagai peta yang mengarahkan seluruh hidup mereka.

Dapat juga dikatakan bahwa hidup seorang baru dimulai ketika ia menemukan tujuan hidupnya. Ia mengerti apa yang sungguh penting di dalam hidupnya, dan mana yang tidak penting. Ia meyakini prinsip-prinsip hidupnya. Ia melatih dirinya dengan keyakinan penuh, bahwa ia bisa mencapai apa yang diinginkannya.

Jika seseorang sudah mengetahui dengan jelas apa tujuan hidupnya maka hidupnya akan penuh dengan semangat, bergairah, dan bahagia. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki tujuan hidup yang jelas akan sering merasa lelah, tidak bergairah, dan tidak puas dengan hidup yang mereka jalani.

Aristoteles pernah berkata bahwa tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah mencapai eudaimonia. Kata ini berasal dari bahasa Yunani.

Tidak ada terjemahan yang pas untuk kata eudaimonia. Namun, terjemahan paling dekat adalah kebahagiaan. Jadi, tujuan tertinggi kehidupan manusia adalah mencapai kebahagiaan.

Tugas setiap orang adalah menemukan cara yang tepat untuk sampai pada kebahagiaan, dan kemudian berusaha mewujudkannya. Cara yang tepat itu bagaikan peta untuk sampai pada kebahagiaan. Jika kita tidak punya peta untuk sampai pada tempat tujuan, kita pasti akan tersesat.

Tentu saja ukuran dan jenis kebahagiaan sering kali beragam untuk setiap orang. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa ketika merasa bahagia, orang merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan orang lain.

Summers dan Watson menegaskan bahwa setidaknya ada empat tingkat yang harus dilalui, sebelum orang bisa sampai pada kebahagiaan sejati. (Summers dan Watson, 2006) Yang pertama adalah tingkat kesibukan sehari-hari. Pada tingkat ini, orang dipenuhi dengan aktivitas yang tidak fokus.

Summers dan Watson menyebut mereka sebagai orang bodoh yang sibuk (busy fool). Mereka banyak bekerja, tetapi tidak sungguh mengerti apa yang mereka kerjakan.

Tingkat kedua adalah tingkat kegiatan yang terstruktur. Pada tingkat ini, orang menjalani rutinitas secara tertata, seperti pada Jumat, ia bermain golf, dan pada Minggu pergi bersama keluarga. Perbedaan dengan tingkat pertama adalah bahwa struktur sudah tampak jelas pada kegiatan orang ini.

Pada tingkat ketiga, orang mulai berfokus pada usaha untuk mewujudkan mimpi dan harapan mereka di dalam hidup. Mereka termotivasi untuk bekerja, karena pekerjaan mereka memiliki makna. Mereka terdorong untuk mengembangkan diri terus menerus.

Sedangkan pada tingkat keempat, mereka hidup di dalam spiritualitas yang kuat. Hidupnya bahagia dan bermakna.

Pada tingkat pertama dan kedua, orang mengira sudah hidup berdasarkan tujuan yang jelas. Perkiraan itu salah karena mereka masih hidup dalam tujuan palsu.

Pada tingkat ketiga, orang mulai terbuka pada tujuan hidupnya, namun itu pun belum jelas. Dan pada tingkat keempat, orang sudah hidup dalam spiritualitas yang jelas, dan sudah berjalan di rel yang tepat untuk menuju kebahagiaan.

Banyak orang mulai menyadari arti penting spiritualitas di dalam hidup. Di dalam dunia yang serbamaterialistis dan hedonistis, banyak orang mulai menyadari pentingnya makna hidup.

Uang dan kekuasaan dipandang tidak lagi mencukupi untuk mengantarkan orang pada kebahagiaan. Banyak orang yakin bahwa tujuan tertinggi dalam hidup adalah mencari makna dan tujuan yang membahagiakan, daripada sekadar memiliki harta yang berlimpah. Karena bagi orang beriman, prestasi intelektual dan material semua itu hanyalah instrumen belaka untuk meraih rida dan cinta Ilahi melalui pelayanan dan pengabdian terhadap sesamanya. []

KORAN SINDO, 22 November 2019
Komaruddin Hidayat | Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar