Benarkah Asy’ariyah Menolak
Banyak Sifat Allah? (II)
Sebelumnya dijelaskan bahwa manhaj aqidah
Asy’ariyah menetapkan semua sifat Allah yang ditetapkan keberadaannya dalam
Al-Qur’an dan al-Hadits. Namun demikian, para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah
(Asy’ariyah-Maturidiyah) menegaskan bahwa tak semua yang dikatakan Allah
tentang Diri-Nya sendiri lantas dianggap sebagai sifat yang melekat pada
Dzat-Nya sebab ada beberapa yang memang mustahil dimiliki atau disandarkan pada
Tuhan. Misalnya saja sifat nisyân atau lupa. Keberadaan sifat ini dinyatakan
oleh Allah dalam firman-Nya berikut:
فَالْيَوْمَ
نَنْسَاهُمْ كَمَا نَسُوا لِقَاءَ يَوْمِهِمْ هَذَا
“Hari ini Aku melupakan mereka sebagaimana
mereka melupakan perjumpaan dengan hari ini.” (QS. Al-A’raf: 51)
Meskipun Allah menyatakan bahwa Diri-Nya lupa
terhadap orang kafir di hari akhirat nanti, namun ini tak bisa dipahami bahwa
Allah mempunyai sifat lupa sebab lupa adalah mustahil bagi Tuhan. Karenanya,
lupa di sini berarti mengabaikan mereka dan membiarkan mereka disiksa, bukan
lupa dalam makna tidak ingat.
Demikian juga sifat lain yang keberadaannya
mustahil dimiliki Allah, seperti sifat jismiyah atau sifat fisikal bagi Dzat
Alah. Sebagaimana sudah maklum bahwa Allah berbeda secara mutlak dengan seluruh
makhluk-Nya, seperti dalam firmannya:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tiada satupun yang serupa dalam hal apapun
dengan Allah.” (QS. As-Syurâ: 11)
هَلْ
تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
"Apakah kamu tahu ada yang sama
dengan-Nya?" (QS. Maryam: 65)
وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Tak ada yang setara dengan-Nya satu pun.”
(QS. Al-Ikhlâs: 4)
Apabila Allah diyakini mempunyai bentuk
fisikal, maka itu berarti banyak yang serupa, yang sama dan yang setara dengan
Allah di dunia ini dan yang berbeda hanyalah bentuk fisiknya belaka. Dalam
keyakinan seperti ini, dalam benak orang awam Allah hanya akan dibayangkan
sebagai sosok raksasa yang ukurannya sangat besar. Keyakinan seperti ini
merupakan penodaan terhadap kesucian Allah dan bertentangan dengan sekian
banyak ayat dan hadits. Sebab itulah, seluruh ulama sepakat bahwa tidak ada
satu pun dari sifat Allah yang mempunyai makna fisikal (jismiyah).
Para ulama menyatakan bahwa Allah mendengar
tanpa organ pendengaran, Allah melihat tanpa organ penglihatan, Allah hidup
tanpa bentuk fisikal (jasad), dan demikian seterusnya. Sedangkan sifat yad,
wajh, dan seterusnya yang sepintas bermakna organ tubuh pada hakekatnya adalah
sifat Allah yang hanya Allah yang tahu apa dan bagaimana itu tanpa boleh
diyakini sebagai sebuah organ tubuh.
Imam al-Hafidz al-Baihaqy al-Asy’ary
menegaskan aqidah ulama salaf seperti berikut:
وَفِي
الْجُمْلَةِ يَجِبُ أَنْ يُعْلَمَ أَنَّ اسْتِوَاءَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ
وَتَعَالَى لَيْسَ بِاسْتِوَاءِ اعْتِدَالٍ عَنِ اعْوِجَاجٍ وَلَا اسْتِقْرَارٍ
فِي مَكَانٍ، وَلَا مُمَّاسَّةٍ لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ، لَكِنَّهُ مُسْتَوٍ عَلَى
عَرْشِهِ كَمَا أَخْبَرَ بِلَا كَيْفٍ بِلَا أَيْنَ، بَائِنٌ مِنْ جَمِيعِ
خَلْقِهِ، وَأَنَّ إِتْيَانَهُ لَيْسَ بِإِتْيَانٍ مِنْ مَكَانٍ إِلَى مَكَانٍ،
وَأَنَّ مَجِيئَهُ لَيْسَ بِحَرَكَةٍ، وَأَنَّ نُزُولَهُ لَيْسَ بِنَقْلَةٍ،
وَأَنَّ نَفْسَهُ لَيْسَ بِجِسْمٍ، وَأَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِصُورَةٍ، وَأَنَّ
يَدَهُ لَيْسَتْ بجَارِحَةٍ، وَأَنَّ عَيْنَهُ لَيْسَتْ بِحَدَقَةٍ، وَإِنَّمَا
هَذِهِ أَوْصَافٌ جَاءَ بِهَا التَّوْقِيفُ، فَقُلْنَا بِهَا وَنَفَيْنَا عَنْهَا
التَّكْيِيفَ
“Secara global harus diketahui bahwa istiwa’
nya Allah subhanahu wa ta'ala bukanlah istiwa’ bermakna lurus dari bengkok
ataupun bermakna tinggal di suatu tempat juga bukan bermakna menyentuh satu
dari sekian makhluk-Nya. Akan tetapi Allah istiwa’ atas Aras seperti yang Allah
beritakan tanpa ada tata cara dan tanpa ada pertanyaan di mana, terpisah dari
seluruh makhluk-Nya. Dan bahwasanya sifat ityân Allah bukan datang dalam arti
perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, sifat maji' bukan suatu gerakan,
sifat nuzul bukan suatu perpindahan, sifat nafs bukan suatu jisim, sifat wajh
bukan sebuah bentuk fisik, dan bahwa yad-Nya bukan sebuah organ, 'ain-Nya bukan
sebuah organ penglihatan, tetapi Ini semua adalah sifat yang disebutkan oleh
Nabi Muhammad tanpa bisa dipertanyakan (tawqif), maka kami menetapkan
keberadaannya dan meniadakan tata cara atau makna leksikal (kaifiyah) darinya.”
(Imam al-Hafidz al-Baihaqy al-Asy’ary, al-I’tiqâd, halaman 117)
Yang jadi polemik sebenarnya adalah pada
keberadaan sifat fisikal bagi Dzat Allah. Golongan Mujassimah dan Musyabbihah
menetapkan adanya bentuk fisik bagi Allah sedangkan seluruh ulama Ahlussunnah
wal Jamaah (Asy'ariyah-Maturidiyah) menolaknya, sebagaimana riwayat dari Imam
Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Tak ada satu pun dari
Asy'ariyah yang menolak keberadaan sifat yang datang dari Allah dan Rasulullah
dengan jalur shahih, yang ditolak hanya penafsiran secara fisikal terhadap
sifat-sifat itu saja sebab itu mustahil dan tak layak bagi Allah, sama dengan
penafian mereka semua pada sifat lupa sebagaimana disebutkan di awal.
Demikian uraian ini, semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam. []
Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember
& Peneliti di Aswaja NU Center PCNU Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar