Mencari
Berkah dari Sisa Makanan Rasulullah
Di kalangan pesantren jamak ditemukan santri ‘berebut’ makanan atau minuman sisa dari kiainya. Tidak lain, alasan mereka melakukan hal itu adalah untuk mencari berkah (ngalap barokah) dari kiainya. Maklum saja, di kalangan pesantren ada sebuah keyakinan kuat bahwa apa yang melekat pada kiai bisa membawa keberkahan.
Meski demikian, ada
saja pihak-pihak yang menilai kalau hal itu terlalu berlebihan. Tidak patut.
Dan dianggap terlalu mengkultuskan kiai. Benarkan demikian?
Ternyata pada zaman
Rasulullah juga ada seorang sahabat melakukan hal yang sama. Ia berdalih,
dengan memakan makanan sisa Rasulullah maka akan mendapatkan berkah. Sahabat
tersebut adalah Ummu Sulaim. Dalam sebuah hadits riwayat Muslim dari Anas,
merujuk buku Hubbur Rasul (Taufik Anwar, 2012), disebutkan bahwa Rasulullah
masih saudara dari Ummu Sulaim. Beliau adalah bibi sesusuan Ummu Sulaim.
Dikisahkan bahwa
Rasulullah datang ke rumah Ummu Sulaim beberapa kali. Beliau kadang mendapati
Ummu Sulaim di rumahnya dan kadang tidak. Bahkan, Rasulullah juga pernah
terlelap di rumah Ummu Sulaim.
Suatu ketika Ummu
Sulaim baru datang dari luar ketika Rasulullah sudah tertidur. Pada saat itu,
Ummu Sulaim menemukan sepotong tulang yang masih ada dagingya sedikit-sedikit.
Dia tahu bahwa itu adalah sisa makanan dari Rasulullah. Langsung saja Ummu
Sulaim memisahkan sisa-sisa daging yang ada dalam tulang tersebut. Lalu
menyimpannya di tempat kesayangannya.
Ketika Ummu Sulaim
melakukan hal itu, Rasulullah tiba-tiba saja terbangun. Beliau lantas bertanya
kepada Ummu Sulaim perihal apa yang sedang dilakukannya itu.
“Ya Rasulullah, aku
mengharap berkahnya untuk anak-anakku,” jawab Ummu Sulaim. Ternyata Ummu Sulaim
akan memberikan sisa-sisa makanan Rasulullah itu kepada anak-anaknya dengan
harapan akan mendapatkan berkahnya.
Mendengar jawaban
Ummu Sulaim seperti itu, Rasulullah tidak melarangnya. Bahkan Rasulullah
mengatakan kalau Ummu Sulaim akan mendapatkan keberkahan dari sisa-sisa
makanannya itu.
“Engkau akan
mendapatkan keberkahannya,” kata Rasulullah.
Mereka tetap
bersikukuh. Ngalap berkah boleh-boleh saja asal kepada Rasulullah, tapi bukan
kepada orang lainnya. Dan hal itu hanya berlaku pada saat Rasulullah masih
hidup. Lha, bukankah kiai atau ulama itu pewaris nabi? []
(A Muchlishon
Rochmat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar