AL-HIKAM
Pesan Ibnu Athaillah untuk Pengejar Kekuasaan
yang Fana
Kekuasaan itu memang manis. Ia bagi banyak
orang adalah sesuatu yang melenakan. Dengan kekuasaan, orang menganggap dapat
berbuat apa saja. Oleh karena itu tidak heran kalau banyak orang mati-matian
mengejar atau mempertahankan kekuasaan.
Tetapi perlu diingat bahwa kekuasaan itu sama seperti usia yang fana, ada masanya. Kekuasaan itu akan berakhir. Lagi-lagi, banyak orang biasanya tidak siap melepas kekuasaan yang diembannya. Hal ini disebut oleh Syekh Ibnu Athaillah sebagai berikut:
ان
أردت أن لا تعزل فلا تتول ولاية لا تدوم لك
Artinya, “Jika kamu ingin tak lepas dari kekuasaan, maka jangan menduduki kekuasaan yang tak abadi untukmu.”
Menjelaskan hikmah ini, Syekh Syarqawi mengatakan bahwa orang yang tidak ingin berakhir dengan kesedihan sebaiknya menjauhkan diri dari kekuasaan. Orang yang tidak siap dengan kefanaan kekuasaan sebaiknya menjaga akal sehatnya untuk menghindar dari kekuasaan sebagai keterangan berikut ini:
هذه
من أفراد ما قبلها لأن الولاية مآلها إلى الحزن بسبب وقوع العزل عنها بموت أو غيره
ومقتضى نظر العقل ترك الولاية المفروح بها لئلا تقع في العزل عنها فيحصل عندك غاية
الهم والحزن
Artinya, “Hikmah ini merupakan bagian dari hikmah sebelumnya. Kekuasaan berakhir pada kesedihan karena sewaktu-waktu terpisah dari kekuasaan mungkin sebab mati atau sebab lain. Tuntutan pandangan akal adalah tidak mengejar kekuasaan yang menyenangkan itu agar suatu saat tidak jatuh pada ‘pemakzulan’ yang menghasilkan kebimbangan dan kesedihan,” (Lihat Syekh Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang: Taha Putra, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 47).
Mereka yang tidak siap mental sebaiknya menghindar dari kekuasaan. Pasalnya, perpisahan dengan kekuasaan apalagi dengan cara pemakzulan atau pemecatan ini melahirkan sakit hati luar biasa.
Selain itu, mereka yang tidak siap mental dalam kekalahan pada sebuah kontestasi politik sebaiknya juga mundur. Pasalnya, kekalahan juga membawa dampak mudarat. Sejumlah pengalaman menunjukkan bukti bagaimana akhir dari mereka yang kalah dalam pertarungan sebuah pemilihan kuwu, pilbup, pilgub, pilpres.
Adapun mereka yang siap menerima segala bentuk risiko sebaiknya memikul dengan ridha jabatan apa saja yang Allah tentukan untuknya. Ia diharuskan untuk melaksanakan tanggung jawab itu dengan sebaik-baiknya. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar