Menelusuri Karomah
Islam Nusantara di Maluku
Di atas bukit di desa
Kailolo terdapat dua makam yang dipercaya oleh penduduk sebagai karomah tokoh
penyebar Islam pertama di Pulau Haruku. Menurut mereka, dua makam ini merupakan
karomah Sayyidina Ali Zainal Abidin cicit Rasulullah dan Sunan Gresik, Maulana
Malik Ibrahim. Untuk sampai di atas bukit tersebut seorang peziarah harus
menaiki tangga berundak sebanyak sembilan puluh sembilan anak tangga. Selain
dua makam ini, di desa Kailolo terdapat banyak makam tua yang berserakan
sedemikian rupa. Sebagian makam-makam tua itu ada yang dikenal dan banyak lagi
yang tidak dikenal sama sekali.
Secara fisik, kondisi
kedua makam ini sangat terawat. Masing-masing berada di dalam ruangan yang
sengaja didirikan untuk melindunginya dari terpaan panas dan hujan. Masing-masing
memiliki juru kunci yang bertugas menjaganya. Secara ilmiah memerlukan
penelitian mendalam mengenai sosok yang berada di dalam makam ini. Apalagi jika
secara arkeologis telah disepakati bahwa makam Sunan Gresik berada di Desa
Gapura, Kota Gresik, Jawa Timur. Sementara makan Sayyidia Ali Zainal Abidin
berada di Baqi’.
Di sinilah uniknya
kajian Islam Nusantara yang tidak hanya berkonsentrasi pada sejarah dan
arekologi faktual yang bersifat material, tetapi juga melibatkan arkeologi dan
sejarah mental yang mengandalkan sastra lisan sebagai wahana mengarungi segala
macam pengetahuan, kepercayaan, nilai serta berbagai unsur lain sebagai modal
utama membangun kebudayaan lokal yang kemudian diejawantahkan oleh masyarakat
dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Salah satu hal
penting yang harus dipahami sehubungan dengan masyarakat Islam Kailolo adalah
sistem kepercayaan mereka dalam memaknai dan menggunakan kata 'karomah'.
Berbeda dari makna karomah pada umumnya yang hanya dipahami sebagai sebuah
keistimewaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada para kekasih
(wali)-Nya, karomah menurut masyarakat Kailolo memiliki makna lebih
khusus.
Kata karomah
digunakan untuk menandai sebuah makam yang muncul secara tiba-tiba sebagai
bukti keistimewaan seorang ulama. Makam yang muncul begitu saja tanpa campur
tangan seorang pun, tanpa proses penggalian dan peletakan batu nisan. Selain
makam asli yang secara fisik menjadi tempat dikebumikannya jenazah, seorang
kekasih (wali) Allah, menurut kepercayaan masyarakat Kailolo bisa memiliki
lebih dari dua makam karomah di tempat yang berbeda.
Informasi tentang
kemunculan suatu karomah diterima dari Bapak Raja. Bapak Raja adalah kepala
desa yang memiliki hak atas kerajaan di desa Kailolo yang diwariskan secara
turun temurun. Secara ghaib, Bapak Raja menerima pesan dari seseorang ulama
yang telah meninggal entah melalui mimpi atupun firasat akan kemunculan
karomahnya di suatu tempat tertentu. Dari Bapak Raja inilah kemudian diketahui
profil pemilik karomah tersebut, yang kemudian diyakini oleh masyarakat
Kailolo. Fenomena karomah yang muncul baru-baru ini adalah karomah Tuan Guru
Abdul Latif (murid Tuan Guru Ali Marasabessy yang meninggal di Makkah) yang
terletak di desa Morella.
Keberadaan karomah
secara tidak langsung memposisikan Bapak Raja sebagai tokoh kunci yang
menjembatani informasi dari alam ghaib dan dunia nyata. Bapak raja menjadi
sosok perantara yang menghubungkan masyarakat Kailolo dengan para wali dan
ulama. Sebagai mediator, Bapak Raja bisa saja mengusulkan kepada seorang wali
tentang letak sebuah karomah, sekira kemunculannya berada di lokasi yang kurang
tepat.
Sebagaimana pernah
terjadi kemunculan karomah di masjid Kailolo yang dinilai dapat mengurangi
fungsi masjid sebagai tempat ibadah. Maka Bapak Raja dan para tokoh masyarakat
segera berkomunikasi secara ghaib dengan pemilik karomah seperlu memindahkan
tempat karomah tersebut di lokasi yang lebih tepat.
Dalam konteks inilah
kemudian menjadi mafhum keberadaan makam karomah Sayyidina Ali Zainal Abidin dan
Maulana Malik Ibrahim. Keberadaan kedua makam tersebut di perbukitan Kailolo
tidak bisa dibaca menggunakan kacamata sejarah dan arkeologi yang bersifat
materiil, tetapi harus dibaca sebagai potongan puzzle dari gambar besar
kebudayaan Kailolo. Tentunya puzzle ini tidak bisa berdiri sendiri, perlu
potongan puzzle lain untuk memperjelas gambar kebudayaan masyarakat Kailolo. []
(Ulil Abshar Hadrawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar