Meneladani Rasulullah
dengan Melindungi Kalangan Lemah
Judul
Buku : Nabi Kaum Mustad’afin
Penulis
: Raghib al-Sirjani
Penerjemah
: Tatam Wijaya
Cetakan
: I, 2018
Penerbit
: Zaman
Tebal
: 272 Halaman
ISBN
: 978-602-6273-03-1
Peresensi
: Muhammad Faiz As (Pengurus
Perpustakaan PP Annuqayah Lubangsa Selatan, Sumenep, Jawa Timur).
Dalam kehidupan,
selalu terdapat dua kutub berlawanan yang senyatanya saling melengkapi satu
sama lain, seperti kuat dan lemah, superior dan inferior, kaya dan miskin, baik
dan buruk. Nabi Muhammad meneladankan konsep hidup yang sangat revolusioner.
Jika sebelumnya kuat dan lemah adalah persoalan dominasi kekuatan, maka bagi
Nabi, keduanya adalah dua hal yang kudu berelasi positif dan saling mengisi.
Yang kuat melindungi yang lemah, yang kaya membantu yang papa dan yang mayor
melindungi yang minor.
Prof Dr Raghib
al-Sirjani sebenarnya telah mengemas sikap hidup Rasulullah ini dalam teori the
Harmony of Humanity-nya. Teori yang menyadarkan semua orang bahwa kesamaan
mereka sebagai manusia jauh lebih banyak daripada perbedaan di antara mereka.
Sehingga atribut personal seperti Suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA
tidak menjadi sekat untuk saling melindungi dan membantu sama lain.
Dalam Nabi Kaum
Mustad’afin , penulis mengurai sekelumit narasi hidup Nabi yang
mengejawantahkan pembelaan dan kepedulian kepada kaum lemah, di saat zaman
memandang mereka sebelah mata dan pantas dimarginalkan.
Sebagai seorang
pemimpin, kesejahteraan umat adalah perkara krusial yang sangat diperhatikan.
Kendati hidup dalam kesederhanaan, Muhammad tidak membiarkan orang fakir begitu
saja. Beliau berupaya mengatasi ketidakmampuannya, seperti menyerahkan masalah
tersebut kepada sahabatnya yang mampu. Lebih-lebih ketika dalam keadaan mampu,
tidak segan-segan harta yang beliau miliki digunakan untuk membantu
mereka.
Saat hendak
memerdekakan Salman al-Farisi dari status budak, Muhammad memerlukan 300 pokok
kurma dan 4 awqiyah emas (satu awqiyah=40 dirham) sebagai tebusan. Selanjutnya,
Nabi memerintah para sahabat menolong nasib Salman. 300 bibit pohon kurma
berhasil dikumpulkan dari hasil bahu-membahu para sahabat, sedang Nabi sendiri
menyumbang tebusan emas yang dibutuhkan. (hlm. 114)
Nabi sangat
melindungi prempuan. Pada masa praislam, martabat kaum Hawa sangat rendah
dibanding laki-laki sehingga acap diperlakukan semena-mena. Dengan risalah yang
dibawanya, Nabi SAW mengangkat kedudukan perempuan menjadi sedemikian mulia dan
terhormat. Dalam kesehariannya pun, Nabi meneladankan untuk menjauhkan
perempuan dari beragam kekerasan, baik fisik mau pun psikis. Suatu ketika, Abu
Bakar mendengar suara tinggi Aisyah membentak Nabi. Abu Bakar kemudian meraih
Aisyah dan hendak menamparnya gara-gara ketidaksopanannya. Namun Nabi segera
menghalangi niat tersebut.
Seringkali istri Nabi
melakukan kesalahan di hadapan banyak orang hingga menyulitkannya. Namun Nabi
tetap menghargai sikap para istrinya, menyangi kelemahan dan memaafkan
kesalahan mereka, serta tidak mudah tersinggung karenanya.
Anas ibn Malik ra
meriwayatkan bahwa suatu hari, Nabi tengah berada di rumah salah seorang
istrinya. Lalu datang seorang utusan dari istri yang lain untuk mengirim
makanan kepada Nabi. Lantaran cemburu, istri Nabi memukul tangan sang
utusan hingga nampan yang dibawanya pecah. Namun Nabi memungut kedua pecahan
wadah itu lalu menggabungkannya dan menaruh kembali makanan di atasnya.
Nabi Muhammad
bersabda: “Ibu kalian tengah cemburu, silakan nikmati makanannya.” Mereka pun
menyantapnya, sementara beliau tetap memegangi wadah pecah tersebut sampai
diganti dengan wadah baru dari rumah istrinya. Nabi kemudian menyerahkan wadah
baru kepada sang utusan dan membiarkan wadah yang pecah di rumah istri yang
memecahkannya. (hlm. 56-57)
Kaum minoritas
merupakan golongan lemah yang juga dilindungi. Piagam Madinah dan peristiwa
Fathu Makkah adalah sekelumit peristiwa yang merepresentasikan sikap bijaksana
Rasul pada mereka. Kita tahu, di Madinah terdapat ragam suku yang juga berlatar
ragam agama. Di bawah panji Islam, Nabi senantiasa menjunjung keadilan dan
memperlakukan mereka dengan baik tanpa diskriminasi sedikit pun. Bahkan dalam
sutu riwayat, Nabi pernah memiliki dua orang khadam dari kaum Yahudi.
Barangkali
kisah-kisah di atas sudah klise didengar. Pengutaraan segenap narasi hidup nabi
dalam buku ini lebih serasa satire bagi umat kekinian. Pasalnya, hari ini
prinsip-prinsip luhung yang telah dipancangkan Nabi serasa miskin
aplikasi.
Sebagai amsal, mari
kita tengok figur pemimpin saat ini. Masihkah di antara mereka ada yang rela
hidup sederhana dengan sedikit harta macam Rasulullah? Pertanyaan ini terasa
sangat tidak relevan. Karena potret pemimpin saat ini tidak akan jauh dari
gelimang duniawi. Beberapa bahkan dengan tega menikung hak-hak rakyat untuk
mengisi kantong pribadinya.
Pun kita tahu, negeri
laiknya tanah Madinah dengan rupa-rupa suku dan agamanya, bahkan barangkali
lebih majemuk. Pemetakan kubu mayoritas dan minoritas menjadi tak terhindarkan.
Sekalipun bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, namun masih saja muncul beberapa
kasus diskriminasi terhadap golongan minoritas.
Demikianlah, buku ini
lebih berposisi sebagai instrumen untuk menginstrospeksi keislaman kita. Jika
benar mengimani Rasulullah, maka sudah selayaknya apa yang beliau lakukan musti
teladani sebaik mungkin. Selamat membaca! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar