Sejarah Kelompok Khawarij (3): Kudeta
terhadap Sayyidina Utsman
Setelah munculnya sosok Dzul Khuwaishirah
pada masa Rasulullah ﷺ yang telah dibahas
pada artikel sebelumnya, aksi Khawarij tercatat muncul kembali di masa Khalifah
Utsman bin Affan radliyallahu ‘anhu. Bila sebelumnya hanya ada “gugatan
pribadi” pada Rasulullah, di era ini mereka mulai membentuk kekuatan politik
yang nyata.
Kebiasaan mereka untuk melawan pemerintah
yang sedang berkuasa dimulai sejak era Utsman ini. Kudeta yang mereka lakukan
itu kemudian dibungkus sedemikian rupa atas nama amar ma’ruf nahi munkar untuk memancing emosi massa
sehingga memperlancar kudeta yang mereka lancarkan.
Pembunuhan Utsman tercatat sebagai perbuatan
yang amat sadis di mana Khalifah ketiga yang dua kali dipilih menjadi menantu
oleh Rasulullah ﷺ itu dibunuh dengan
kejam. Jenazah tokoh mulia itu pun dibiarkan tanpa dikubur. Sebagian sejarawan
menyebutkan bahwa jenazah Utsman tak dikuburkan hingga tiga hari dan sebagian
lagi mengatakan selama dua hari (Ibnu Jarir, Târîkh at-Thabari, IV: 412-413).
Namun riwayat itu ditentang oleh sebagian ulama karena secara tidak langsung
mengindikasikan adanya pembiaran dari para Sahabat atas jenazah Utsman. Ibnu
Hazm mengatakan:
وأما
قول من قال أنه رضي الله عنه أقام مطروحاً على مزبلة ثلاثة أيام فكذب بحت، وإفك
موضوع، وتوليد من لا حياء في وجهه؛ بل قتل عشية ودفن من ليلته رضي الله عنه، شهد
دفنه طائفة من الصحابة وهم جبير بن مطعم وأبو الجهم بن حيفة وعبد الله بن الزبير
ومكرم بن نيار وجماعة غيرهم. هذا ما لا يتمارى فيه أحد ممن له علم بالأخبار
“Adapun perkataan orang yang mengatakan bahwa
Utsman dibiarkan terbuang di tempat sampah selama tiga hari adalah kebohongan
murni, hoaks yang dibuat-buat dan pekerjaan orang yang tak punya malu. Yang
benar ia dibunuh sore hari lalu dimakamkan di malam harinya, semoga Allah
meridhoinya. Pemakamannya disaksikan oleh sebagian sahabat, yaitu Jubair bin
Math’am, Abu al-Jahm bin Hifah, Abdullah bin Zubair, Mukrim bin Niyar dan
lainnya. Ini adalah hal yang tak diperdebatkan oleh seorang pun yang mengerti
sejarah.” (Ibnu Hazm, al-Fashl Fi-al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, IV,
123).
Pemakaman tersebut dilakukan secara
sembunyi-sembunyi di malam hari. Pada awalnya mereka hendak memakamkan beliau
di Baqi’, sebuah area pemakaman kaum Muslimin, namun diketahui oleh sebagian
Khawarij lalu dilarang, bahkan jenazahnya dilempari batu. Akhirnya jenazah
mulia itu dimakamkan di Hasy Kaukab, sebuah kebun milik Utsman yang dibeli dari
seorang Anshar bernama Kaukab. Lokasi kebun itu bersebelahan dengan area Baqi’
dan dikemudian hari menjadi satu dengan Baqi’. (Ibnu Jarir, Târîkh at-Thabari,
IV, 413-415). Penolakan para Khawarij itu pada penguburan Utsman di area Baqi’
tak lain karena dalam nalar teroris mereka Khalifah Utsman sudah tak layak
dimakamkan di pemakaman kaum Muslimin. Para sahabat pun terpaksa menyembunyikan
lokasi makam tokoh mulia ini agar tak dirusak oleh mereka.
Ibnu Katsir menceritakan bahwa siasat keji
Khawarij tersebut dilakukan secara terencana sebagai berikut:
أَنَّ
هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجَ لَمَّا اغْتَنَمُوا غَيْبَةَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ
الْمَدِينَةِ فِي أَيَّامِ الْحَجِّ، وَلَمْ تَقْدِمِ الْجُيُوشُ مِنَ الْآفَاقِ
لِلنُّصْرَةِ، بَلْ لَمَّا اقْتَرَبَ مَجِيئُهُمْ، انْتَهَزُوا فُرْصَتَهُمْ،
قَبَّحَهُمُ اللَّهُ، وَصَنَعُوا مَا صَنَعُوا مِنَ الْأَمْرِ الْعَظِيمِ ...
أَنَّ هَؤُلَاءِ الْخَوَارِجُ كَانُوا قَرِيبًا مِنْ أَلْفَيْ مُقَاتِلٍ مِنَ
الْأَبْطَالِ، وَرُبَّمَا لَمْ يَكُنْ فِي أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَذِهِ الْعِدَّةُ
مِنَ الْمُقَاتِلَةِ، لِأَنَّ النَّاسَ كَانُوا فِي الثُّغُورِ وَفِي
الْأَقَالِيمِ فِي كُلِّ جِهَةٍ، ومع هذا كان كثير من الصحابة اعْتَزَلَ هَذِهِ
الْفِتْنَةَ وَلَزِمُوا بُيُوتَهُمْ
“Para Khawarij itu ketika mendapat kesempatan
dengan perginya banyak penduduk Madinah di hari-hari Haji dan para prajurit
Muslim belum datang dari berbagai penjuru untuk memberikan pertolongan. Maka
tatkala para prajurit itu hampir sampai ke Madinah, mereka menggunakan
kesempatan itu dan melakukan sesuatu yang amat berat, semoga Allah memberikan
keburukan pada mereka... Mereka berjumlah sekitar 2000 prajurit sedangkan di
Madinah sendiri tak terdapat prajurit sebanyak ini sebab mereka sedang berada
di pos-pos jaga dan di berbagai penjuru, ditambah para sahabat sendiri banyak
yang menjauhi konflik ini dan berdiam di dalam rumah mereka”. (Ibnu Katsir,
al-Bidayah wan-Nihayah, VII, 197).
Konspirasi Khawarij itu juga dicatat oleh
Syekh al-Ajurri sebagai berikut:
لم
يختلف العلماء قديماً وحديثاً أن الخوارج قوم سوء، عصاة لله –عز وجل- ولرسوله -صلى الله عليه وسلّم-، وإن صلّوا وصاموا، واجتهدوا
في العبادة، فليس ذلك بنافع لهم، وإن أظهروا الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر وليس
ذلك بنافع لهم؛ لأنهم قوم يتأولون القرآن على ما يهوون، ويموّهون على المسلمين . ..ثُمَّ إِنَّهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ خَرَجُوا مِنْ بُلْدَانٍ
شَتَّى، وَاجْتَمَعُوا وَأَظْهَرُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ
الْمُنْكَرِ، حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ، فَقَتَلُوا عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَقَدِ اجْتَهَدَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّنْ كَانَ بِالْمَدِينَةِ فِي أَنْ لَا يُقْتَلَ
عُثْمَانُ، فَمَا أَطَاقُوا عَلَى ذَلِكَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
“Para ulama klasik dan kontemporer tak
berbeda pendapat bahwa Khawarij adalah kaum yang buruk yang bermaksiat kepada
Allah. Meskipun mereka menampakkan amar ma’ruf nahi munkar tetaplah tak
berguna sebab mereka mengartikan al-Qur’an sesuai selera mereka dan memburukkan
citra kaum Muslimin. ... Kemudian setelah itu, para Khawarij keluar dari
berbagai negeri dan berkumpul menampakkan amar ma’ruf nahi munkar hingga
mereka tiba di Madinah kemudian membunuh Utsman bin Affan ra. Para sahabat
Rasulullah ﷺ yang ada di Madinah
berusaha agar Utsman tak dibunuh, tapi mereka tak berhasil”. (al-Ajurri,
asy-Syarî’ah, I: 327).
Yang menarik dari penjelasan al-Ajurri ini
adalah klaim Khawarij bahwa tindakan mereka adalah amar ma’ruf nahi munkar.
Mereka menampakkan diri seolah mereka sedang berjuang untuk kebenaran dengan
cara mengudeta Utsman yang mereka anggap sebagai pemimpin yang zalim. Namun
demikian, sejarah justru mencatat tindakan mereka dengan serba buruk sebab
tindakan berlebihan seperti itu tak dibenarkan oleh agama.
Khalifah Utsman bin Affan sewaktu dalam
kepungan memberikan sebuah firasat bahwa kalau dirinya dibunuh, maka kaum
Muslimin akan terpecah belah selamanya. Dari Hasan, diceritakan bahwa Utsman
berkata:
لئن
قتلوني لا يقاتلون عدوا جميعا أبدا، ولا يقتسمون فيئا جميعا أبدا، ولا يصلون جميعا
أبدا
“Apabila mereka membunuhku, maka mereka tak
akan memerangi musuh bersama lagi selamanya dan tak akan membagi harta rampasan
perang bersama lagi selamanya dan tak akan shalat bersama lagi selamanya.”
(adz-Dzahabi, Siyar A’lâm an-Nubalâ’, II, 479).
Firasat Utsman tersebut benar, peristiwa
pembunuhannya menjadi pemantik terpecah belahnya kaum Muslimin menjadi banyak
golongan dan mereka tak pernah satu barisan lagi hingga sekarang. Itu semua
diawali oleh tindakan bodoh para Khawarij yang mereka anggap sebagai amar
ma’ruf nahi munkar. Sebab itulah, nalar Khawarij seperti itu harus selalu
diwaspadai supaya kaum Muslimin tak semakin terkotak-kotak lagi. []
Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU
Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar