Semangat Juang dalam
Kesatria Kuda Putih
Judul
: KHR. As’ad Syamsul Arifin: Kesatria Kuda PUTIH
Penulis
: Ahmad
Sufiatur Rahman
Penerbit
: Tinta Medina
Cetakan
: I, 2015
Tebal
: xxxviii, 210 hlm
ISBN
: 978-602-72129-7-8
Peresensi
: Achmad Nur, Ketua Lakpesdam NU Situbondo
Buku karya Ahmad
Sufiatur Rahman ini merupakan buku sejarah yang diramu dan disajikan dengan
menggunakan gaya bahasa sastra yang akrab disebut novel. Oleh karena karya
sastra, saya ingin membaca kembali dengan menggunakan pendekatan struktural
yang berdasar pada teori strukturalisme A.J. Greimes.
Dalam suatu cerita
terdapat beberapa peran dan pelaku yang menjadi kesatuan tak terpisahkan dalam
membentuk makna. Satuan peran atau pelaku dalam sebuah novel oleh Greimes
disebut sebagai aktan.
Untuk melakukan
analisis aktan, Greimes membagi enam fungsi aktan yang terdiri dari: sender,
objek, penerima. Pembantu, subjek, penentang. Dalam novel kesatria kuda putih,
terdiri dari beberapa aktan dan fungsinya.
Aktan
Pemuda (pengirim)
-----> surat (objek) ------> Kiai As’ad (penerima)
Yusuf
(penolong) -----> pemuda (subjek) <------ Emak Yusuf
(penghalang)
Seorang pemuda
berusia tiga puluh tahun sebagai pengirim dan sekaligus subjek yang bertugas
mentransformasikan sebuah pesan yang tersimpan dalam surat sebagai objek kepada
KHR. As’ad Syamsul arifin sebagai penerima atau sasaran utama dalam penyampaian
pesan. Guna memperlancar dan mempercepat proses pengiriman pesan, pengirim
memilih salah satu santri KHR. As’ad bernama Yusuf untuk menjadi penolong
(helper) dalam menyampaikan Surat.
Usaha Yusuf sebagai
wasilah mengalami hambatan atau gangguan dari sikap emaknya yang berusaha
mengaburkan dan melemahkan semangat perjuangan dengan melarangnya menjadi
pejuang pembela negara.
“Emak tak berniat
mengirimmu ke pesantren untuk menjadi tentara.”
Perkatan senada
disampaikan oleh tetangganya.
“Hanya orang nekat
dan bodoh yang mau ikut perang, Cong.”
Pelbagai perkataan
dan cemooh, tidak membuat Yusuf gelisah, ragu dan patah semangat, melainkan
semakin mantap dan yakin bahwa dirinya berjihad di jalan Allah.
“Doakan saja anakmu
ini, Bu, agar berguna bagi agama dan bangsa.”
Permohonan doa inilah
yang semakin membakar semangat juang dan mengawali langkah Yusuf untuk segera
menemui KHR. As’ad. Keinginan tersebut terwujud, bertemu dia sembari
menyerahkan pipa besi yang berisi surat dengan berkata.
”Belanda di pasir
putih.”
Menerima berita
tersebut, Kiai As’ad menegosiasikan beberapa ide untuk melahirkan sebuah
strategi dan solusi. Berita tersebut didialogkan bersama Kiai Khudori sebagai
pengurus pesantren, pelopor sebagai pejuang yang setia kepada Kiai As’ad, dan
Yusuf sebagai pemuda yang haus akan perjuangan.
Negosiasi tersebut
melahirkan kesepakatan bahwa penjajah Belanda harus dilawan dengan kekuatan dan
strategi laten yaitu “mege’ kalemmar seta’ lekkoa. Strategi yang
dimaksud adalah massa yang banyak, senjata yang cukup, kekebalan dan
perlindungan fisik melalui hizb dan asma. Strategi yang
dimaksud adalah kecerdasan intelektual secara kontekstual.
Berdasar pada aktan
di atas, ada dua makna yang bisa diungkap dan diterjemahkan dalam kehidupan
saat ini dan yang akan datang. Pertama, makna muatan (actual meaning).
Aktan tersebut berisi pesan bahwa seorang intelektual, (santri, pelajar) bukan
hanya bertugas menggali pengetahuan untuk dirinya, bukan hanya pembelajaran
yang hanya terpusat di lingkup lembaga (sekolah, pondok) melainkan mengabdi dan
berjuang untuk bangsa dan negara, belajar membaca realitas kehidupan yang
beraneka ragam melalui tindakan dan pengalaman.
Kedua, makna niatan (intentional
meaning). Pesan yang hendak dikata dalam aktan tersebut adalah setiap
perjuangan akan menghadapi tantangan dan rintangan. Keberhasilan perjuangan
membutuhkan keberanian, kesabaran, kecerdasan, pengorbanan dan melibatkan tuhan
dalam berjuang.
Beberapa pesan
penyemangat perjuangan yang terdapat dalam novel, bukanlah pahatan patung
patung yang tak bernyawa dan tak bergerak, melainkan sebagai nilai yang harus
diperbaharui dan diterapkan sesuai dengan laju zaman bagaikan sebuah air yang
mampu menyuburkan tanaman, menyegarkan badan, dan mampu mewujud ke dalam
pelbagai jenis minuman.
Bentuk perjuangan
yang relevan dengan konteks zaman yang bercorak modern, berbasis teknologi
global adalah melalui tulisan dan kekuatan ekonomi. Hal ini telah lama
diprediksi oleh Bung Hatta bahwa “perjuangan masa depan pasca proklamasi akan
semakin terjal dan rumit melalui pena dan pasar”. Perjuangan berbasis tulisan
inilah yang juga menjadi cita cita Yusuf sebagai pejuang sejati. Merdeka.
Sampai kapan kau
sibuk dengan kenikmatan diri. Padahal setiap langkahmu akan ditanya (Imam al
Bushairy) []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar