KHUTBAH IDUL ADHA
Tiga Makna di Balik Ibadah Haji
Khutbah I
اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ
أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ
وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ
الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ
الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا
الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ
البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ
الطَّاعَاتِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْأَبْتَرُ
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari
empat bulan haram (dimuliakan) di dalam Islam. Tiga bulan lainnya adalah
Muharram, Rajab, dan Dzulqa’dah. Keistimewaan Dzulhijjah ditandai antara lain
dengan adanya ibadah-ibadah tertentu yang tidak mungkin dikerjakan umat Islam
di bulan-bulan lainnya, yakni haji dan kurban. Secara bahasa dzulhijjah merupakan
frasa yang terdiri dari kata dzû (memiliki) dan al-hijjah (haji).
Dinamakan demikian karena hanya di bulan ke-12 dalam kalender hijriah ini, ada
pelaksanaan ibadah haji.
Haji merupakan rukun Islam yang kelima.
Karena masuk rukun atau pilar, ibadah ini tentu bukan ibadah yang remeh. Ia
wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang mampu. Kemampuan ini meliputi
kemampuan secara fisik, ekonomi, juga keamanan. Dengan bahasa lain, ketika
seseorang sudah memiliki biaya yang mencukupi, kesehatan fisik yang memadai,
dan kondisi aman yang memungkinkan ia sampai ke Tanah Suci, maka ia wajib
melaksanakan ibadah tersebut.
Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 97 menyatakan:
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Namun demikian, ibadah haji juga kadang
terkait dengan pengalaman spiritual orang. Karena betapa banyak orang Muslim
kaya raya yang tak kunjung menunaikan ibadah haji. Sebaliknya, betapa banyak
orang bergaji rendah, justru diberi kemampuan untuk ibadah haji. Semangat dan
pengalaman batin seseorang amat berpengaruh terhadap seberapa kuat niat berhaji
itu tumbuh.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Dalam ibadah haji, banyak sekali ritual atau manasik
yang tak serta merta bisa ditangkap alasannya secara nalar. Jika kita
diperintahkan untuk berpuasa Ramadhan tiap tahun, orang mungkin bisa
menjelaskan secara rasional dari sudut pandang medis. Demikian juga dengan
perintah zakat, yang bisa ditemukan alasannya secara sosial dan ekonomi, yakni
agar harta tidak hanya berputar pada segelintir orang saja. Tidak demikian
dengan haji. Rukun kelima dalam Islam ini sarat ritual-ritual yang bisa
dipahami dengan memosisikannya sebagai simbol-simbol yang penuh makna.
Pertama yang bisa ditangkap adalah makna
tauhid. Makna ini tersirat dalam posisi Ka’bah sebagai sentra kedatangan para
jamaah dari berbagai belahan dunia. Jutaan orang dari berbagai penjuru dan
bangsa berkumpul dalam satu pusat, tanpa dibedakan bahwa satu daerah lebih
utama dibanding daerah lainnya. Ini adalah simbol bahwa tujuan dari keseluruhan
hidup ini adalah satu, yakni Allah ﷻ. Penjulukkan Ka’bah sebagai “baitullah” (rumah Allah) harus
dipahami dalam makna tersebut, bukan Allah bersemayam di dalam Ka’bah.
Begitu pula dengan Hajar Aswad yang terletak
di sudut timur laut Ka'bah. Kedudukannya yang mulia hingga orang-orang berebut
menyentuh dan menciumnya tidak boleh sampai membuat mereka menyembahnya.
Anjuran menyentuh dan mencium Hajar Aswad muncul sekadar karena mengikuti
sunnah Nabi. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Umar bin Khattab:
إِنِّي
أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ، لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّي رَأَيْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Artinya: “Sungguh aku tahu, engkau hanyalah
batu. Tidak bisa mendatangkan bahaya atau manfaat apa pun. Andai saja aku ini
tak pernah sekalipun melihat Rasulullah shallahu alaihi wa
sallam menciummu, aku pun enggan menciummu.” (HR: Bukhari)
Kedua adalah makna kemanusiaan. Pakaian ihram
yang dikenakan orang-orang saat memulai haji adalah simbol kesamaan dan
kesetaraan semua manusia. Dalam ihram seluruh pakaian dianjurkan berwarna
putih. Bagi jamaah haji laki-laki bahkan harus mananggalkan semua pakaian berjahit
dan menggantinya dengan hanya dua helai kain. Kaum laki-laki dilarang
mengenakan topi atau peci, sedangkan jamaah perempuan dilarang mengenakan
cadar. Ritual ini menandai kesatuan identitas manusia sebagai hamba Allah, dan
melepaskan identitas-identitas selainnya, seperti suku, ras, nasab, jabatan
politik, kelas ekonomi, dan ketokohan. Pemulung, selebritis, ulama, menteri,
atau presiden datang ke Tanah Suci sebagai hamba Allah, bukan sebagai orang
dengan kedudukan duniawinya.
Makna kedua ini sekaligus mempertegas makna
pertama, yakni nilai tauhid. Konsekuensi dari menjunjung tinggi tauhid adalah
mengakui bahwa tidak ada yang lebih dimuliakan selain Allah ﷻ. Manusia pada hakikatnya berada dalam kesetaraan. Standar
kedudukan hanya bisa dinilai dari sudut pandang Allah, melalui tingkat
ketakwaannya. Manusia paling mulia adalah mereka yang paling takwa kepada Allah
ﷻ. Sebagaimana firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha-Mengetahui lagi
Maha-Mengenal.” (QS al-Hujurat: 13)
Tak hanya pakaian-pakaian “kehormatan”
duniawi yang dilepas, jamaah haji dari berbagai bangsa dan negara juga
bersama-sama meninggalkan tempat asalnya untuk berkumpul di tempat yang sama.
Pemandangan ini lebih tampak ketika mereka sedang bersama-sama wukuf di Arafah.
Mereka harus berdiam di lokasi yang sama dan di bawah terik matahari yang sama.
Ini menandakan bahwa sesungguhnya manusia—siapa pun itu—pada akhirnya akan
kembali pada Dzat yang tunggal. Ibadah haji adalah gambaran bahwa manusia harus
kembali ke fitrah aslinya sebagai hamba, baik ketika hidup maupun mati.
Ketiga adalah makna napak tilas sejarah
kenabian. Haji juga menjadi momen mengenang jejak nabi-nabi terdahulu,
khususnya Nabi Adam, Nabi Ibrahim, dan Nabi Muhammad. Perjalanan mereka
bukanlah sejarah hidup yang kosong makna, melainkan mengandung berbagai
pelajaran yang penting diingat. Ritual melontar Jumrah, misalnya, adalah jejak
permusuhan Nabi Adam kepada setan. Kita diingatkan tentang pentingnya selalu
waspada terhadap berbagai tipu daya musuh terlaknat ini.
Begitu juga tentang ritual Sa’i. Ia menyimpan
sejarah perjuangan Siti Hajar mencari air untuk putranya, Ismail, ketika
ditinggal sang suami, Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Lari-lari yang berulang
sampai tujuh kali merupakan simbol kegigihan ikhtiar yang tak kenal putus asa.
Hingga akhirnya pertolongan Allah pun datang dengan memancar air secara
tiba-tiba dari bawah kaki Nabi Ismail. Mata air itu kita kenal hingga sekarang
sebagai sumur Zamzam.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Allah tak mewajibkan haji untuk setiap orang
sebagaimana shalat. Kewajiban haji hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu.
Untuk yang sudah atau sedang berhaji, penting baginya tak menyia-nyiakan
kewajiban ini dengan memenuhi segala ketentuan haji, juga makna-makna dalam
segenap ritual yang dijalankan. Bagi yang belum mampu ke Tanah Suci, cukup
baginya berikhtiar semampunya dan menyerap makna haji untuk kemudian kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Haji adalah perjalanan suci, bukan wisata
untuk meraih kebanggaan diri. Karena itu, bagi yang belum diberi kemampuan
menunaikan haji tak perlu berkecil hati selama kita selalu berusaha menjadi
pribadi-pribadi yang bertakwa: memegang prinsip tauhid, menghargai kemanusiaan,
dan menjalankan ketentuan syariat sebagaimana diajarkan Rasulullah. Wallahu
a’lam.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar