SEJARAH SD TA’MIRUL
ISLAM SURAKARTA (1)
Berawal dari
Pembangunan Masjid 'Swasta'
Lima puluh
tahun sudah, Sekolah Dasar (SD) Ta’mirul Islam, Surakarta, Jawa Tengah berdiri.
sebuah lembaga pendidikan Islam yang bernafas Aswaja di Kota Surakarta berdiri.
Tepat di usianya setengah abad, dirayakan dengan kegiatan pengajian akbar
bersama Habib Syech As-Segaf dan dihadiri ribuan jamaah.
Meski dihitung baru
berusia 50 tahun, namun sejatinya ruh pendidikan SD Ta’mirul telah dibangun
sejak hampir 90 tahun yang lalu. Hal ini tak lepas dari pendirian sebuah masjid
dan madrasah di daerah Tegalsari Laweyan Surakarta, tepatnya dimulai ketika
pada tanggal 28 Oktober 1928 warga Tegalsari mendirikan masjid swasta pertama
di daerah Surakarta.
Mengapa disebut
masjid swasta? Sebab saat itu, untuk mendirikan masjid prosesnya tidaklah mudah
seperti sekarang, tetapi mesti mendapatkan persetujuan dari pihak Keraton
Kasunanan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jumlah masjid di daerah Kota
Solo dapat dihitung dengan jari, yakni Masjid Agung Kauman, Masjid Kepatihan,
Masjid Mangkunegaran, dan Masjid Laweyan.
Akhirnya, muncullah
gagasan untuk mendirikan sebuah masjid, bukan dari keraton namun dari swadaya
warga/swasta. Ide ini muncul, setelah melaksanakan shalawat tarawih di Langgar
Besar di rumah H Mursyidi Barnawi Tegalsari, tanggal 23 Ramadhan 1346 H atau 16
Maret 1928. Tanggal 23 Ramadhan ini pula yang kemudian dijadikan sebagai hari
lahir Masjid Tegalsari dan diperingati setiap tahunnya.
Maka segera
dibentuklah panitia pembangunan masjid (sebagian nama mereka ditulis di tembok
belakang masjid dalam aksara Jawa), dengan ketua KH R. Muhammad Adnan,
Sekretaris KH Ahmad Sulaiman dan Ahmad Qomari. Kemudian, bagian keuangan KH
Asy’ari dan para Komisaris antara lain KH Ahmad Shofawi, H Umar, H. Nahrowi, H
Mudzakir, Imam Mustawi dan H. Djayadi. Sedangkan nama lainnya yang tercantum
dalam prasasti yakni KH Djauhar, Ali Imron, Son Haji, Sapingi dan Marjuki.
Tanah yang menjadi
tempat untuk mendirikan masjid, merupakan wakaf dari KH Ahmad Shofawi, seorang
saudagar batik. Tanah seluas 2000 M2 tersebut, dulunya disebut gramehan yaitu
tempat untuk memelihara ikan gurami.
A. Hakim Adnan dalam
buku Sejarah Masjid Tegalsari (1993) menerangkan, pembangunan Masjid Tegalsari
ini dibangun dengan 3 syarat yaitu (1) dilarang mencari dana dengan
mengeluarkan surat edaran/proposal, (2) harus dibiayai sendiri, (3) bila ada
dermawan lain memberi bantuan, supaya diterima, tetapi tidak usah meminta.
Selain itu, dalam
proses pendirian masjid juga sangat memperhatikan kesucian, baik lahir maupun
batin. Semisal batu-bata mesti dibuat tanpa ada campuran clethong (kotoran)
sapi. Tidak hanya itu, para tukang bangunan pun dipilih yang muslim dan
berwudhu dahulu sebelum mengerjakan tugas.
Singkat cerita,
akhirnya dalam waktu 19 bulan 14 hari, selesai sudah pembangunan masjid. Masjid
Tegalsari kemudian diresmikan pada 14 Rajab 1348 H, dan digunakan untuk
pelaksanaan shalat Jum’at. Pelaksanaan shalat Jum’at dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari KRT Tafsir Anom V (Pengulu Keraton Surakarta di masa Paku
Buwono X) dan telah dimusyawarahkan dengan para ulama. []
(Ajie Najmuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar