Hukum Membaca Diam-diam
Chatting Hp dan Akun Suami-Istri
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, akun media
sosial membuat seseorang berjejaring dengan banyak pihak termasuk lawan jenis
dan mereka yang sudah berkeluarga. Seseorang dapat melakukan chatting
(percakapan) dengan siapa pun. Sebagian orang merasa khawatir terhadap suami
atau istrinya. Pertanyaan saya kemudian, apakah seseorang berhak memeriksa
chatting pasangannya tanpa izin? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Suparni – Kalibata
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT
menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Upaya memeriksa diam-diam telepon
genggam orang lain bisa diartikan sebagai tindakan untuk mencari tahu rahasia
pribadi orang lain. Tindakan ini pada dasarnya merupakan praktik tercela yang
dilarang sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Hujurat ayat 12.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan sangka (kecurigaan) karena sebagian dari sangka itu dosa.
Jangan memata-matai orang lain…,” (Surat Al-Hujurat ayat 12).
Pada hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah
SAW menganjurkan umat Islam untuk menjauhi tindakan tercela, yaitu saling
mengintai, mendengki, membenci, dan saling memutuskan ikatan persahabatan.
التَّحَسُّسُ
هُوَ الاِسْتِمَاعُ إِلَى حَدِيثِ الْغَيْرِ، وَهُوَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لِقَوْل
رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ
تَحَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا، وَكُونُوا
عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Artinya, “Tahasus (mencari tahu dengan
pancaindra) salah satunya mendengarkan percakapan orang lain. Tahasus dilarang
dalam agama berdasarkan hadits Rasulullah SAW, ‘Jangan kalian memata-matai,
jangan menyalahgunakan pancaindra (untuk mencari tahu orang), jangan saling
mendengki, jangan saling membenci, jangan memutuskan tali ikatan. Jadilah hamba
Allah yang bersaudara,’ (HR Muslim),” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul
Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997
M/1417 H], cetakan pertama, juz V, halaman 292).
Praktik pengintaian, “nguping”, dan tindakan
yang digambarkan oleh orang sekarang ini dengan istilah “kepo” sejatinya
dilarang oleh agama Islam kecuali ada kepentingan tertentu, yaitu kepentingan
perang, pengadilan, dan kepentingan lainnya.
Oleh karena itu, ulama menyatakan tiga hukum
pengintaian (tajasus) dan “nguping”, yaitu, haram sebagaimana keterangan
Al-Qur’an dan hadits, wajib dalam situasi perang, dan mubah demi kepentingan
pengadilan, (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul
Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan
pertama, juz X, halaman 162).
Lalu bagaimana dengan pengintaian seorang
suami atau istri dengan cara membaca secara mencuri chatting atau percakapan hp
milik pasangannya?
Pertanyaan ini tidak mudah dijawab dengan
haram, wajib, atau mubah seperti keterangan di atas. Pertanyaan ini menurut
kami adalah persoalan pelik. Tetapi kami akan menjawab secara umum bahwa
perkawinan seharusnya dibangun di atas dasar keterbukaan, kepercayaan, dan
penghormatan sehingga tidak ada kecurigaan yang berujung pengintaian.
التراضي
أساس في عقد الزواج
Artinya, “Sikap saling ridha merupakan asas
dalam ikatan perkawinan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, (Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun), juz X, halaman 548).
Dengan prinsip ridha, keterbukaan,
kepercayaan, dan penghormatan, suami maupun istri seyogianya tidak perlu
melakukan pengintaian atau kepo dengan memeriksa hape pasangan masing-masing.
Keduanya seyogianya saling menghormati privasi pasangannya.
Meski demikian, dalam realitasnya
prinsip-prinsip itu sulit dipraktikkan oleh masing-masing pasangan suami-istri.
Prinsip-prinsip itu semakin sulit dipraktikkan dalam situasi yang pasangannya
kedapatan pernah melakukan sejenis pengkhiatan atas ikatan perkawinan atau ada
indikasi-indikasi ke arah itu.
Kami menyarankan suami-istri untuk
menghormati privasi pasangannya, dan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh
pasangan masing-masing agar tercipta suasana kehidupan rumah tangga penuh ketenteraman,
tanpa hantu kecurigaan.
Demikian jawaban kami. Semoga bisa dipahami
dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para
pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar