Apakah Shalat Dhuha Dapat
Sempurnakan Kekurangan Shalat Wajib?
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, yang kami
hormati. Dalam kesempatan ini kami akan menanyakan tentang Shalat Dhuha dan
zikir setelah shalat. Apakah keduanya bisa menjadi penyempurna shalat wajib?
Atas penjelasannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Prasetyo
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah SWT. Shalat lima waktu merupakan kewajiban yang selalu melekat bagi
seorang Muslim. Ia juga salah satu rukun Islam sehingga Muslim yang
menjalankannya sama dengan menenegakkan agama dan yang meninggalkannya sama
dengan menghancurkan agama.
Pada hari kiamat kelak, shalat merupakan amal
yang akan dihisab pada urutan pertama. Setiap Muslim yang melakukan shalat lima
waktu pasti berharap shalatnya sempurna dan diterima sisi Allah SWT. Namun,
kita tidak tahu apakah shalat yang kita kerjakan masuk dalam kategori sempurna
atau tidak.
Rasulullah SAW pernah menyatakan bahwa Allah
SWT menitahkan para malaikat untuk melihat bagaimana shalat para hamba-Nya,
apakah sempurna atau justru malah sebaliknya. Ketika malaikat menemukan
kekurangan shalat manusia, maka Allah memerintahkan mereka untuk melihat apakah
hamba tersebut memiliki amalah ibadah shalat sunnah.
Jika ternyata ia memiliki amalan ibadah
shalat sunnah, maka Allah meminta malaikat untuk mengambil amal ibadah shalat
sunnahnya untuk menambal kekurangan sempurna shalat fardhunya. Demikian
sebagaimana dikemukakan dalam riwayat Abu Dawud berikut ini:
عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ
بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا
جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي
أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ
كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ
فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ
تَطَوُّعِهِ. ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
Artinya, “Dari Rasulullah SAW ia bersabda,
‘Sungguh kelak pada hari kiamat amal manusia yang dihisab pertama kali adalah
shalat.’ Rasulullah SAW bersabda kembali, ‘Tuhan kami berfirman kepada para
malaikat-Nya—dan Dia lebih mengetahui—; ‘Lihatlah shalat (fardhu, pent)
hamba-Ku, apakah sempurna atau tidak?’ Jika shalatnya sempurna maka dicatat
baginya kesempurnaan shalatnya. Bila kurang sedikit, maka ‘Lihatlah, apakah
hamba-Ku memiliki amal ibadah shalat sunnah?’ jika ia punya maka,
‘Sempurnakanlah untuk hamba-Ku shalat fardhu yang kurang dengan amal ibadah
shalat sunnahnya itu’. Kemudian amal ibadah shalat sunnah tersebut diambil
untuk menambal kekurangan sempurnaan shalat fardhunya,” (HR Abu Dawud).
Muhammad Syamsul Haq sebagai pensyarah kitab
Sunan Abi Dawud menuturkan komentar Zainuddin Al-‘Iraqi mengenai hadits
tersebut. Menurut Al-Iraqi sebagaimana dikemukakan dalam Syarhi Sunan
At-Tirmidzi, hadits tersebut merupakan hadits yang hadir sebagai penjelasan
mengenai penyempurnaan kekurangan shalat fardhu.
قَالَ
العِرَاقِيُّ فِي شَرْحِ التِّرْمِذِيِّ هَذَا الَّذِي وَرَدَ مِنْ إِكْمَالِ مَا
يَنْتَقِصُ الْعَبْدُ مِنَ الْفَرِيضَةِ
Artinya, “Al-‘Iraqi di dalam anotasinya atas
kitab Sunan At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hadir untuk menjelaskan
tentang penyempurnaan kekurangan shalat fardhu seorang hamba,” (Lihat Muhammad
Syamsul Haq Al-‘Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, [Beirut,
Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah], 1415 H], juz II, halaman 82).
Sampai di sini tidak ada persoalan berarti,
namun tidak bisa dielakkan munculnya pertanyaan apakah ada hal lain yang dapat
menyempurnakan atau menambal ibadah shalat fardlu selain shalat sunnah?
Para ulama setidaknya telah menjelaskan
beberapa hal kesunahan yang terkait dengan shalat fardhu. Seperti bersemangat
menjalan shalat ketika masuk waktu, khusyuk, dan berzikir serta berdoa secara
pelan setelah shalat, tetapi diperbolehkan juga dilakukan dengan suara yang
jelas (keras) untuk mengajarkan zikir dan doa kepada para jamaah atau
selainnya.
وَ
سُنَّ (ذِكْرٌ وَدُعَاءٌ سِرًّا عَقِبَهَا) أَيْ الصَّلَاةِ لَكِنْ يَجْهَرُ
بِهِمَا مَنْ يُرِيدُ تَعْلِيمَ النَّاسِ مَأْمُومًا كَانَ أَوْ غَيْرَهُ
Artinya, “(Dan) disunnahkan (berdzikir dan
berdoa secara pelan setelahnya) maksudnya adalah setelah shalat, akan tetapi
boleh mengeraskanya bagi orang yang ingin megajarkan dzikir dan doa orang lain,
baik orang lain sebagai makmum atau bukan”. (Nawawi Banten, Nihayatuz Zain,
[Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 1422 H/2002 M], cetakan pertama, halaman
76).
Dari penjelasan ini maka dapat dipahami bahwa
shalat sunnah yang kita lakukan termasuk di dalamnya adalah shalat Dhuha dapat
menutupi kekurangan yang bisa terjadi dalam ibadah shalat fardhu kita. Begitu
juga dengan zikir yang dilakukan setelah shalat fardhu karenanya status
hukumnya adalah sunnah sebagaimana juga status hukum shalat sunnah.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.
Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan
kritik dari para pembaca.
Wallahul Muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Ustadz H Mahbub Maafi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar