Mengapa Surat at-Taubah Tak
Dimulai dengan Basmalah?
Setiap surat dalam Al-Quran diawali oleh
basmalah kecuali dalam surat at-Taubah atau al-Bara'ah. Dalam surat at-Taubah
tidak dicantumkan basmalah sebagaimana surat-surat yang lain. Hal demikian
menimbulkan pertanyaan banyak kalangan: kenapa hanya surat at-Taubah yang tidak
dicantumkan basmalah?
Sejarah penulisan Al-Quran berawal sejak
turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Namun penulisan Al-Quran pada saat itu
dalam kondisi yang sangat terbatas. Nabi setiap kali menerima wahyu, beliau
memanggil sekretaris (katib resmi) untuk mendokumentasi wahyu tersebut ke dalam
bentuk tulisan. Dukomentasi wahyu ini kemudian dikenal dengan nama mushaf
(penulis akan menggunakan kata mushaf).
Pada masa Utsman bin Affan, mushaf ini
kemudian ditulis kembali dalam rangka menjaga dari kesalahan sekaligus menjaga
otentesitas variasi bacaan Al-Quran (qira'at Al-Quran). Penulisan masa ini,
dilaksanakan oleh tim yang telah mendapatkan rekomendasi dari khalifah Utsman
dan persetujuan para pembesar sahabat. Direktur utama dalam penulisan mushaf
ini adalah Zaid bin Tsabit. Secara teknis pelaksanaan penulisan inidilakukan secara
selektif dan ketat. Setiap ayat yang hendak ditulis harus melalui persaksian
dua orang yang mendengar langsung dari Nabi.
Tidak hanya itu saja, Sayyidina Utsman
mengeluarkan kebijakan yang luar biasa, yaitu memerintahkan untuk membakar
semua mushaf selain mushaf yang ditulis oleh tim. Hal ini dilakukan dalam
rangka menyatukan persepsi tentang bacaan Al-Quran yang sesuai bacaan Nabi ﷺ. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa penulisan Al-Quran ini
telah tuntas tanpa problem yang berarti. Kembali pada pertanyaan di atas:
kenapa dalam surat at-Taubah tidak dicantumkan basmalah, apakah hal ini sesuai
petunjuk Nabi, sahabat atau tim penulis mushaf lupa mencantumkannya?.
Dalam banyak kesempatan, penulis sering
mendapat pertanyaan, baik dari kalangan mahasiswa/mahasiswi maupun dari
kalangan masyarakat biasa, yang kira-kira hampir sama dengan di atas, yaitu
kenapa dalam surat at-Taubah tidak dicantumkan basmalah bahkan tidak
diperkenankan membacanya, baik di awal surat maupun di tengah-tengah
surat?
Dalam rangka menjawab pertanyaan di atas,
penulis perlu menjelaskan terlebih dahulu kronologi tidak dicantumkannya
basmalah dalam surat at-Taubah.
Ada beberapa sebab yang melatarbelakangi
tidak dicantumkannya basmalah dalam surat di atas. Pertama, dalam tradisi Arab
jahiliyah dahulu, jika mereka melakukan perjanjian dengan sebuah kaum atau
kabilah yang lain dan hendak memutuskan perjanjian tersebut, maka mereka
mengirimkan sepucuk surat pemutusan tanpa mencantumkan kalimat basmalah. Pun
demikian, ketika umat Islam memutuskan perjanjian dengan orang-orang musyrik,
Nabi mengutus Sayyidina Ali untuk membacakan surat di atas (at-Taubah) di
hadapan mereka tanpa diawali dengan bacaan basmalah, sesuai adat mereka.
Kedua, Ibnu Abbas bertanya kepada Utsman
tentang tidak dicantumkannya basmalah dalam surat at-Taubah. Utsman
menceritakan kronologinya, bahwa pada masa Nabi, ketika wahyu diturunkan
kepadanya, Nabi memanggil salah satu sekretaris beliau untuk mendokumentasinya,
dan beliau mendekte penempatan dan tata letaknya. Perlu diketahui bahwa surat
al-Anfal termasuk surat yang turunnya awal, sedangkan surat at-Taubah termasuk
surat yang turunnya Terakhir, kedua kisah dan penyajiannya kedua surat di atas
mirip dan hampir sama. Dalam hal tersebut, Nabi tidak menjelaskan bahwa surat
al-Anfal bagian dari surat at-Taubah. Saya pun (Utsman bin Affan) berkesimpulan
bahwa surat al-Anfal bagian dari surat at-Taubah. Oleh karena itu, saya urutkan
kedua surat tersebut tanpa mencantumkan basmalah.
Ketiga, pada kekhalifahan Utsman, para
sahabat berselisih pendapat tentang surat at-Taubah. Sebagian sahabat
menganggap bahwa antara surat at-Taubah dan al-Anfal adalah satu surat yang
tidak terpisahkan. Sebagian sahabat yang lain menganggap bahwa keduanya adalah
dua surat yang mandiri. Untuk mendamaikan kedua perselisihan tersebut, Utsman
mengambil sikap tengah, yaitu tidak mencantumkan basmalah. Tujuannya adalah
agar kedua belah pihak yang berselisih dapat saling menerima. Dari pihak yang
menganggap keduanya (al-Anfal dan at-Taubah) satu surat tidak keberatan, karena
tidak dicantumkan basmalah. Sedangkan dari pihak yang menganggap keduanya
adalah dua surat yang mandiri juga dapat menerima karena beda nama suratnya,
meskipun tidak diawali dengan basmalah.
Keempat, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa
beliau bertanya kepada Sayyidina Ali tentang tidak dicantumkannya basmalah
dalam surat at-Taubah. Sayyidina Ali menjelaskan bahwa basmalah adalah kalimat
aman sementara surat at-Taubah turun sebab perang, tidak aman. Oleh karena
demikian, antara aman dan perang tidak dapat disatukan. Demikian pula, dalam
basmalah itu terdapat kandungan rahmat, kasih sayang, sedangkan dalam surat
at-Taubah terdapat kemarahan. Oleh karena itu, antara rahmat dan kemarahan
tidak bisa disatukan. Senada dengan pendapat di atas, Imam al-Sufyan mengatakan
bahwa basmalah adalah ayat rahmah, rahmah memiliki arti aman. Sedangkan surat
at-Taubah turun kepada orang-orang munafik dan mengandung perang, sebab itu
tidak aman bagi orang-orang munafik.
Dari kronologis di atas dapat disimpulkan
bahwa para sahabat sepakat tidak mencantumkan basmalah dalam surat at-Taubah
berdasarkan pada periwayatan yang diterima oleh mereka dari Nabi. Pun demikian,
Nabi ketika menerima ayat tersebut dari Jibril tidak disertai basmalah. Hal ini
juga dibuktikan bahwa tidak ada satu pun ahli qurra’ sab'ah (qira'at tujuh)
maupun qurra' asyrah (qira’at sepuluh) yang meriwayatkan membaca basmalah di
awal surat at-Taubah. Artinya, mereka sepakat meninggalkan membaca basmalah di
awal surat at-Taubah.
Dalam ilmu qiraat, dasar utama dalam membaca
Al-Quran adalah bersumber dari Nabi dan transmisi yang berkesinambungan. Sebab
dalam membaca Al-Quran tidak ada istilah qiyas.
القراءة
سنة متبعة يأخذها الأخر عن الأول، ولا قياس في القراءة
Imam al-Jazariy berkata dalam bentuk gubahan
syair:
لأنه
به الإله أنزلا *** وهكذا منه الينا وصلا
Wallahu A'lam.
[]
Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan
Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea Selatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar