Rabu, 22 Mei 2019

(Ngaji of the Day) Inilah Ketentuan Zakat bagi Atlet Asian Games Peraih Medali


Inilah Ketentuan Zakat bagi Atlet Asian Games Peraih Medali

Perhelatan Asian Games 2018 telah berlangsung dengan sukses. Banyak raihan prestasi yang diraih oleh para atlet dari berbagai cabang olahraga yang dipertandingkan. Tak ketinggalan atlet tuan rumah, Indonesia tercinta. 

Semula pemerintah lewat Kementerian Olahraga yang dikomandani oleh Imam Nahrawi hanya menargetkan 15 raihan medali emas. Target ini menimbang dari berbagai raihan medali emas dalam tiga laga olahraga serupa sebelumnya (2006, 2010, dan 2014). Akhirnya, Indonesia bisa melampaui target tersebut. Berikut perbandingan raihan medali dari selama beberapa pertandingan terakhir.

• Tahun 2006, Indonesia berada di peringkat 22, dengan 2 medali emas dari bulutangkis dan bowling (total medali 20). 

• Tahun 2010, Indonesia berada di peringkat 15, dengan 4 medali emas dari perahu dan bulutangkis (total medali 26).

• Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 17, dengan 4 emas dari atletik dan bulutangkis (total medali 20).

• Tahun 2018, Indonesia berada di peringkat 4, dengan 30 emas dari berbagai cabang olahraga (total medali 89)

Keberhasilan yang luar biasa dalam ajang prestasi olahraga ini tidak luput dari tawaran bonus yang disampaikan oleh Pemerintah sejak satu tahun terakhir bagi seluruh atlet yang berhasil meraih emas sebesar 1 miliar yang kemudian direvisi menjadi 1,5 M per emas per atlet yang diinformasikan sebelum perhelatan tersebut berlangsung. Sungguh sebuah nilai yang sangat besar untuk menghargai prestasi atlet di tengah ketiadaan bonus bagi para atlet lain di negaranya. Bagaimanapun juga, bonus yang ditawarkan tersebut, disadari ataupun tidak, menjadi salah satu faktor pemicu bagi atlet untuk berprestasi. Bonus ini adalah hak atlet dan halal baginya memanfaatkan harta itu dengan baik.

Fokus kajian kita kali ini adalah pada dialektika fiqih yang khusus membahas mengenai kewajiban/hak yang melekat pada besaran bonus tersebut. Bagaimanapun juga dalam setiap perolehan harta, baik harta itu diperoleh dari hasil kasab (bekerja) atau yang diperoleh dari hasil hadiah, asalkan ia diperoleh dengan jalan yang halal, maka ada hak orang lain yang melekat padanya. Islam mengajarkan dua hal berkaitan dengan penyaluran hak masyarakat lain bagi harta tersebut, antara lain (1) dengan shadaqah tathawwu’ (shadaqah sunnah) sebagai wujud rasa bersyukur, dan (2) dengan zakat. Dari kedua model penyaluran ini, zakat merupakan hal yang pertama kali harus diperhatikan oleh semua orang, karena statusnya adalah wajib dan melekat ke semua individu. 

Lantas, kewajiban apa yang berlaku bagi atlet yang mendapatkan raihan medali emas, perak dan perunggu di atas? Bagaimana pula dengan kewajiban terhadap besaran bonusnya?

Zakat Medali Emas dan Perak

Emas dan perak adalah dua jenis harta zakawi. Pada keduanya berlaku zakat nuqudain, yaitu zakat emas dan perak. Namun, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan terhadap kewajiban mengeluarkan zakat nuqud ini, antara lain:

1. Nishab emas murni (dzahab), adalah 20 mitsqal (85 gram). 1 mitsqal setara dengan 24 qirâth atau setara dengan jumlah 72 biji gandum (sya’îr) utuh. 

2. Nishab perak murni (fidlah) adalah setara dengan 200 dirham (595 gram). 1 dirham setara dengan 16,8 qirath. Dengan demikian 200 dirham adalah setara dengan 3.360 qirâth

Untuk kedua jenis harta zakawi tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya manakala telah mencapai 1 tahun, yakni sebesar 2,5% (rub’u al-usyri). Pengeluarannya boleh diberikan dengan jalan mempercepat sebelum tiba 1 tahun (ta’jîl). Tentu atlet yang memiliki kewajiban dalam hal ini adalah atlet yang Muslim. Adapun untuk atlet yang bukan Muslim, maka tidak wajib mengeluarkan zakatnya, kecuali sebatas apa yang ditetapkan oleh pemerintah, semisal pajak dan lain sebagainya.

Zakat Bonus

Maksud dari zakat bonus ini adalah zakat harta simpanan. Syarat mengeluarkannya secara fiqih juga ditetapkan setelah mencapai simpanan 1 tahun. Tentu dalam hal ini, yang wajib dikeluarkan adalah harta yang dibiarkan mengendap di tabungan, semisal deposito atau rekening tabungan. Uang yang tersisa di rekening dan tabungan adalah wajib dikeluarkan zakatnya. 

Ada ikhtilaf fiqih terkait jenis zakat dari uang tabungan ini. Ada yang menyebut sebagai zakat emas, dan ada juga yang menyebut sebagai zakat dagang (zakat tijârah). Untuk zakat emas, dilandaskan pada anggapan bahwa setiap keping mata uang adalah menyatakan simpanan kepemilikan emas. Oleh karenanya, menyimpan uang dalam tabungan adalah diqiyaskan dengan menyimpan emas. Nishab zakatnya menyerupai nishab emas, yaitu setara dengan kurang lebih nilai 48 juta rupiah untuk emas dengan harga kasar 500 ribu rupiah per gram. 

Ulama kontemporer, setelah melakukan penelitian terhadap status uang, menyatakan bahwa zakat yang wajib dikeluarkan adalah zakat tijârah atau lebih dikenal dengan istilah zakat dagang. Zakat ini dilandaskan pada pemikiran bahwa mata uang modern (mata uang fiat dan giral), keduanya tidak lagi menyatakan kepemilikan aset atas suatu emas. Dan hal ini sudah berlaku sejak akhir kisaran tahun 1960-an. Jika para ulama salaf dan ulama khalaf sebelum dekade 1960-an menyatakan bahwa uang dinyatakan sama dengan kepemilikan emas disebabkan karena memang pada waktu itu menyatakan simpanan emas.

Sementara pasca-1960-an, uang tidak lagi ditentukan pada kepemilikan cadangan emas, melainkan ia ditentukan oleh tingkat kepercayaan pasar (tijary) di pasaran global. Inilah yang melatarbelakangi mengapa wajib dikeluarkannya zakat tijarah untuk uang simpanan. Uang simpanan dianggap sebagai urûdlu al-tijârah (modal dagang). Untuk itu, bila telah mencapai satu tahun, ia wajib dikeluarkan zakatnya sebagai zakat tijaarah, yakni sebesar 2,5% dari ‘urudlu al-tijaarah yang berupa uang tabungan.  

Kesimpulan 

Zakat merupakan ibadah wajib yang ditentukan oleh Allah SWT sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya dan mensyukuri nikmat dan anugerah yang telah diberikan. Selain itu, zakat juga merupakan bentuk solidaritas sosial seorang hamba kepada lingkungan sosial tempat ia berada. 

Dalam setiap harta yang diperoleh oleh seorang hamba, baik dengan jalan bekerja maupun hadiah adalah wajib dikeluarkan zakatnya manakala telah mencapai 1 tahun. Kewajiban ini berlaku untuk semua individu manusia, asalkan ia muslim, termasuk di dalamnya adalah para atlet muslim profesional yang mendapatkan medali emas dan perak serta bonus. Untuk atlet yang mendapatkan medali emas dan perak, maka ia wajib mengeluarkan zakat emas dan perak setelah medali itu genap dimilikinya selama satu tahun, yaitu sebesar 2,5%. Untuk bonus yang diperolehnya, zakat yang wajib dikeluarkan adalah sejumlah 2,5% dari total sisa bonus yang belum dipergunakannya dan masih tersimpan di tabungan selama satu tahun tersebut. Boleh juga ia mengeluarkan zakatnya sebelum mencapai satu tahun, yang mana dalam fiqih dikenal dengan istilah ta’jil zakat. Adapun untuk atlet yang mendapatkan medali perunggu dan mendapatkan bonus, maka ia hanya wajib memenuhi satu kewajiban terhadap sisa bonus yang didapatkannya setelah genap berusia 1 tahun mengendap di dalam tabungan. 

Wallahu a’lam bish shawab. []

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jatim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar