Kentut dalam Air, Apakah
Membatalkan Puasa?
Dalam menjalankan ibadah puasa, kita perlu
memperhatikan beberapa hal-hal sepele yang biasa terjadi di sekitar. Sebab,
bisa jadi yang “remeh” itu ternyata dapat membatalkan puasa yang sedang kita
laksanakan. Misalnnya, adanya benda-benda kecil atau sedikit cairan yang masuk
dalam lubang yang terdapat dalam tubuh, karena hal-hal yang membatalkan puasa
tidak melulu tentang masuknya sesuatu ke dalam mulut, hidung, dan telinga.
Lubang alat kelamin dan anus juga penting menjadi perhatian.
Berbicara tentang jauf (lubang), ada
pertanyaan yang kadang mencuat di masyarakat, apakah kentut dalam air, termasuk
praktik yang membuat masuknya air ke dalam tubuh sehingga membatalkan puasa?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, patut
kita pahami terlebih dahulu bahwa hal yang pasti terjadi pada saat kentut
adalah adanya udara yang keluar dari saluran anus. Namun terkadang juga ketika
kentut dalam air terdapat sebagian air yang masuk ke dalam saluran anus ketika
selesai mengeluarkan udara.
Berdasarkan hal tersebut, maka ketika
seseorang yang sedang berpuasa kentut dalam air, lalu terasa olehnya adanya
cairan yang masuk ke dalam anus (dubur) maka hal tersebut dapat membatalkan
puasanya. Sedangkan ketika tidak ada cairan yang masuk ke dalam anus maka
puasanya tetap dihukumi sah.
Ketentuan hukum tersebut sama halnya dengan
permasalahan lain yakni tatkala seseorang yang sedang berpuasa melakukan buang
air besar, lalu di pertengahan mengeluarkan kotoran tiba-tiba ia memutusnya
dengan berpindah posisi hingga akhirnya terdapat kotoran yang sudah keluar
masuk kembali ke dalam anus, maka hal demikian dapat membatalkan puasanya.
Sebab berpindah posisi pada saat buang air besar adalah hal yang tidak perlu untuk
dilakukan. Penjelasan hukum ini secara tegas disampaikan dalam kitab Hasyiyah
al-Bujairami ala al-Khatib:
قوله: ( دخول طرف أصبع ) ومثله غائط خرج منه ولم ينفصل ثم ضم دبره
ودخل شيء منه إلى داخل دبره حيث تحقق دخول شيء منه بعد بروزه ؛ لأنه خرج من معدته مع
عدم حاجة إلى ضم دبره .
“Sama halnya dengan memasukkan jari pada
dubur (dalam hal membatalkan puasa) yakni kotoran (tahi) yang sudah keluar dari
dubur dan tidak terpisah (sambung dengan kotoran lainnya) lalu duburnya ia
lipat (dari posisinya semula) dan terdapat sebagian kotoran yang masuk ke dalam
bagian duburnya, sekiranya sangat jelas (tahaqquq) masuknya sesuatu dari
kotoran tersebut setelah tampaknya kotoran tersebut (di bagian luar). Hal
demikian dihukumi batal karena keluarnya kotoran dari perutnya tanpa perlu
untuk melipat dubur” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami ala
al-Khatib, juz 6, hal. 443).
Sedangkan batasan bagian dalam pada anus
(dubur) yakni bagian yang tidak wajib untuk dibasuh atau dibersihkan pada saat
cebok (istinja’). Sehingga ketika adanya air pada saat kentut yang masuk sampai
bagian dalam ini maka akan menyebabkan batalnya puasa. Sedangkan bagian dari
anus yang masih tergolong bagian luar adalah bagian dari anus yang masih wajib
untuk dibasuh atau dibersihkan pada saat cebok. Ketentuan demikian berdasarkan
penjelasan dalam pembahasan memasukkan jari-jari pada anus tatkala membersihkan
kotoran setelah buang air besar, berikut referensinya:
وضابط
الدخول المفطر أن يجاوز الداخل ما لا يجب غسله في الاستنجاء ، بخلاف ما يجب غسله
في الاستنجاء فلا يفطر إذا أدخل أصبعه ليغسل الطيات التي فيه
“Batasan masuknya sesuatu (pada dubur) yang
dapat membatalkan puasa yakni ketika melewati bagian yang tidak wajib untuk
dibasuh pada saat cebok (istinja’). Berbeda halnya ketika suat benda masih
berada di bagian yang wajib untuk dibasuh pada saat cebok, maka tidak sampai
dihukumi membatalkan puasa ketika memasukkan jari-jari (pada dubur) untuk
membasuh lipatan (kotoran) yang ada di dalamnya” (Syekh Sulaiman al-Bujairami,
Hasyiyah al-Bujairami ala al-Khatib, juz 6, hal. 443).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kentut dalam air hanya dapat membatalkan puasa tatkala seseorang merasa bahwa
terdapat air yang masuk ke bagian dalam anus. Berbeda halnya ketika tidak ada
air yang masuk ke dalam anus ketika kentut dalam air, atau seseorang tidak
merasakan adanya air yang masuk ke dalam anus sama sekali, maka puasanya tetap
dihukumi sah.
Ketentuan ini berlaku untuk kasus berendamnya
seseorang dalam air bukan karena aktivitas sunnah atau wajib, melainkan hal
yang mubah saja seperti mencari kesegaran atau sejenisnya. Dalam kasus
aktivitas yang dianjurkan atau mendesak, masuknya air yang tak disengaja
termasuk hal yang ditoleransi alias tak membatalkan puasa. Wallahu a’lam. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di
Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining Rambipuji Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar