Hukum Menyelam saat Puasa
Puasa menempati rukun keempat dalam agama
Islam. Kedudukan puasa setara dengan shalat dan syahadat, merujuk pada
masing-masing merupakan salah satu bagian rukun Islam. Begitu pula zakat dan
haji. Karena itu amat penting memperhatikan keabsahan tiap ibadah tersebut.
Ada dua hal pokok dalam rukun puasa, yakni
niat di malam hari dan menahan dari segala hal yang membatalkan puasa pada
siang harinya seperti memasukkan apa pun ke dalam tubuh melalui lubang tujuh
yang meliputi lubang kedua mata, kedua telinga, hidung, dubur dan kemaluan.
Lalu, bagaimana jika ada orang yang berpuasa berenang dan menyelam di siang
hari?
Hukum dasar berenang adalah mubah . Tidak ada
larangan berenang bagi orang yang berpuasa. Namun jika sampai menyelam, bagi
orang puasa hukumnya makruh. Orang berpuasa yang berenang tidak otomatis
menjadikan puasanya batal apabila memang tidak sampai ada air yang masuk ke
hidung, mulut, telinga, dan lubang lainnya.
Lantas, bagaimana bila air masuk ke
lubang-lubang itu saat berenang atau menyelam tanpa sengaja? Di sinilah fiqih
merinci pembahasannya.
Orang puasa yang melakukan mandi terdapat
tiga motif. Pertama, mandi wajib. Misalnya pada kasus orang tidur pada siang
Ramadhan dan mimpi basah hingga mengeluarkan sperma. Dalam hal ini ia wajib
mandi pada siang itu pula. Contoh kasus lainnya adalah orang yang melakukan
hubungan suami istri di malam hari dan sampai masuk waktu subuh, keduanya belum
mandi besar. Ini merupakan di antara contoh mandi wajib yang dilakukan orang
yang sedang puasa.
Kedua, mandi sunnah, seperti mandinya orang
yang hendak mengikuti shalat Jumat di masjid. Ketiga, mandi biasa yaitu mandi
dalam rangka membersihkan badan atau mandi dengna maksud supaya badan menjadi
segar.
Terdapat beragam perincian tentang masuknya
benda ke tubuh secara tidak sengaja, terutama dalam pembahasan ini adalah
masuknya air ke dalam tubuh. Di antaranya, puasa berstatus batal secara mutlak
ketika seseorang mandi biasa (tidak mandi wajib atau sunnah) dan ingat bahwa
dirinya saat itu sedang puasa, lalu lubang tubuhnya kemasukan air (meskipun)
secara tidak sengaja.
Batal pula puasa orang yang mandi wajib atau
sunnah, namun menggunakan air yang disiramkan ke tubuh dengan dihentakkan
secara keras yang bisa mengakibatkan air terpaksa masuk ke dalam tubuh melalui
kedua mata, kedua telinga, hidung, dubur atau kemaluan.
Atau, batal juga bila ada orang yang
melakukan mandi baik mandi wajib atau sunnah namun dengan cara menyelam. Menyelam
bagi orang puasa hukumnya makruh. Tidak ada perintah mandi dengan menyelam
dalam syariat. Artinya standar syariat adalah dengan membasuh biasa.
Jadi jika ada orang yang berpuasa melakukan
mandi, baik mandi wajib, sunnah maupun biasa, namun dengan cara menyelam,
apabila ada air masuk ke lubang tujuh di atas, meskipun dengan cara tidak
disengaja, puasanya batal.
يفطر مطلقا
- بالغ أو لا - وهذا فيما إذا سبق الماء إلى جوفه في غير مطلوب …. وكانغماس في الماء - لكراهته للصائم - وكغسل تبرد أو تنظف.
Artinya: “…membatalkan puasa secara
mutlak—baik dengan menghentakkan secara keras atau tidak. Demikian berlaku jika
ada air masuk secara tak sengaja ke tubuh saat mandi yang tidak dianjurkan oleh
syara’ (bukan mandi wajib/sunnah)… Seperti aktivitas menyelam karena
dimakruhkan bagi orang yang berpuasa, juga sebagaimana orang yang mandi supaya
segar dan bersih. (As-Sayyid al-Bakri, I’ânatut Thâlibîn, Beirut, Dârul Fikr,
1993, juz 2, halaman 265)
Rumusnya, masuknya sesuatu tanpa disengaja ke
lubang tujuh, ditoleransi (tak membatalkan puasa) ketika terjadi pada aktivitas
sunnah atau wajib dan dilakukan secara wajar. Di luar itu, statusnya sama
dengan memasukkan sesuatu dengan sengaja: batal. Di sinilah pentingnya orang
yang sadar bahwa dirinya sedang berpuasa untuk tidak ceroboh melakukan kegiatan
mubah apalagi makruh—Red.
Karena menyelam adalah tindakan makruh bagi
orang berpuasa maka efek samping masuknya air ke mulut atau lainnya termasuk
membatalkan puasa. Berbeda dari kasus mandi wajib atau sunnah yang dilakukan
dengan cara biasa, puasa tetap dihukumi sah bila air masuk bukan karena
kesengajaan.
Dalam kaidah fiqih, terdapat sebuah
adagium:
الرضا
بالشيء رضا بما يتولد عنه
“Rela terhadap satu hal, otomatis rela segala
efek sampingnya.”
Orang yang rela menyelam saat ia sadar sedang
berpuasa, berarti ia rela terhadap efek samping masukknya air ke dalam lubang
kedua mata, kedua telinga, hidung, dubur atau kemaluan. Seolah-olah ia
“sengaja” menoleransi dampak masuknya air ke lubang-lubang tersebut.
Sayyid Bakri menganggap batalnya puasa ini
secara mutlak tanpa melihat bagaimana kebiasannya. Bahkan, dalam urusan
menyelam, Imam Nawawi menegaskan, jika orang yang puasa sudah terbiasa bahwa
bila dia menyelam akan mengakibatkan air masuk, maka hukum menyelamnya adalah
haram.
نعم
إن عرف من عادته ذلك حرم عليه الانغماس وأفطر قطعاً إن تمكن من الغسل على غير تلك
الحالة
Artinya: “Ya, jika ia tahu apabila dalam
melakukan penyelaman biasanya mengakibatkan masuknya air, maka hukum menyelam
menjadi haram dan pasti puasanya batal. Hukum demikian apabila masih
memungkinkan untuk mandi tanpa harus menyelam. (Muhammad Nawawi al-Jawi,
Nihayatuz Zain, halaman 166)
Dengan keterangan di atas, dapat kita
simpulkan bahwa hukum menyelam bagi orang yang sadar sedang berpuasa adalah
makruh. Bila terjadi air masuk ke lubang tujuh (sengaja atau tidak sengaja),
batallah puasanya. Bila ia terbiasa menyelam dan mengakibatkan ada air yang
tertelan atau masuk lubang lain (meski) dengan tanpa sengaja, orang tersebut
tak hanya batal puasanya tapi juga berdosa karena menyelam dalam kondisi
demikian adalah haram. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar