Idul Fitri di Tengah
Krisis Kabinet
Tidak selamanya
shalat Idul Fitri dilaksanakan Presiden Sukarno di kenyamanan halaman Istana
Negara. Beberapa kali Shalat Id dilangsungkan di Lapangan Banteng sehingga bisa
lebih banyak lagi umat dari pelbagai lapisan masyarakat dapat mengikuti shalat
berjamaah.
Hari Raya penutup
bulan suci Ramadhan yang jatuh pada 14 Juni 1953 juga dilaksanakan di Lapangan
Banteng. Di tengah situasi politik yang lumayan menegangkan karena belum juga
terbentuk Kabinet baru pengganti Kabinet Wilopo.
Karena itulah,
datangnya Idul Fitri tetap harus diantisipasi pihak Dewan Keamanan Presiden
(DKP) dengan penuh kewaspadaan. Beberapa anggota DKP non-Muslim pun terlibat di
dalamnya.
Negara Tanpa Kabinet
Kabinet Wilopo
didemosioner Sukarno berdasar Keppres RI no.99 tanggal 3 Juni 1953 bertepatan
dengan 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Tadinya, Ki Mangunsarkoro dari PNI dan
Moh. Roem dari Masyumi ditugasi membentuk kabinet baru.
Keduanya gagal
bekerja sama dengan partai-partai lain hingga akhirnya Presiden menunjuk
Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai pengemban (caretaker). Harahap juga gagal
hingga datangnya Idul Fitri 1372 H yang jatuh pada hari Minggu, 14 Juni 1953.
Dalam situasi itulah
shalat Idul Fitri diselenggarakan di Lapangan Banteng. Tidak tanggung-tanggung
DKP membentuk tim pengamanan Presiden yang terdiri dari petugas Muslim dan
non-Muslim. Yang mengabadikan foto kegiatan shalat itu sendiri adalah seorang Kristen.
Sedangkan, petugas keamanan yang berpakaian sipil dan mengitari Presiden di
sela-sela umat yang shalat ada yang beragama Hindu.
Untunglah, tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat itu.
Dari foto dapat
dilihat Presiden Sukarno shalat tidak tepat di belakang imam. Di sebelah
kanannya adalah Wakil Ketua DPR KH Zainul Arifin dari Partai NU. Kelak, setelah
58 hari krisis kekosongan pemerintahan sejak Kabinet Wilopo bubar, Zainul
Arifin akan dilantik sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam) dalam Kabinet Ali
Sastroamijoyo I pada 30 Juli 1953.
Itulah pertama kali
dalam sejarahnya, politisi NU mendapatkan jabatan tertinggi di lembaga
eksekutif.
Dua orang kader
Partai NU lainnya yang juga duduk sebagai menteri adalah KH Masykur (Menteri
Agama) dan Muhammad Hanafiah (Menteri Agraria). []
(Ario Helmy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar