KHUTBAH JUMAT
Pesan Damai Bulan Ramadhan
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
ِللهِ جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْرًا مُبَارَكًا، وَفَرَضَ عَلَيْنَا الصِّيَامَ
لِأَجْلِ التَّقْوٰى. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللّٰهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مَحَمَّدٍ الْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى.
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ
الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. يَاۤأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءٰمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُوْنَ
Ma`âsyiral Muslimîn, Jamaah Jumat hafidhakumullâh!
Kini, kita memasuki sepuluh kedua Ramadhan,
bulan yang penuh berkah dan ampunan. Tidak ada dosa yang diperbuat seorang yang
berpuasa, yang puasanya dilakukan dengan khusyu’, ikhlas, imanan, dan
ihtisaban, kecuali akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. Rasulullah
bersabda:
مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar
iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Menurut catatan Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fath
al-Bari bi Syarh Sahih al-Bukhari, yang dimaksud Imanan adalah berpuasa
karena meyakini akan kewajiban puasa, sedangkan yang dimaksud ihtisaban adalah
mengharap pahala dari Allah Ta’ala. Itulah alasan mengapa Al-Qur'an
surat Al-Baqarah ayat 183 menyebutkan bahwa seruan kewajiban berpuasa itu
diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Yâ ayyuhal ladzîna âmanû,
kutiba ‘alaikumush shiyâm. Atas dasar imanan dan ihtisaban,
itulah tata cara puasa yang benar, yang membuat pelakunya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu.
Kalau seseorang mendasari puasanya karena
dasar iman, mengharap pahala dan ridha Allah, maka tentu hatinya semakin
tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan
yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika
menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak yang
baik.
Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah!
Di antara hikmah Ramadhan adalah ada bahwa
berpuasa itu adalah benteng atau perisai bagi pelakunya. Rasulullah
bersabda:
وَالصِّيَامُ
جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ
فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa adalah perisai. Jika salah seorang
dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika
ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah, ‘Aku sedang
berpuasa” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa puasa
merupakan perisai, selama tidak dinodai dengan perkataan dan perbuatan kotor
yang dapat merusak hakikat puasa itu sendiri. Yang dimaksud puasa itu جُنَّةٌ (junnatun)
adalah bahwa puasa akan menjadi pelindung, yang akan melindungi pelakunya di
dunia dan juga di akhirat. Di dunia, puasa akan menjadi pelindung bagi
pelakunya untuk tidak mengikuti godaan syahwat yang terlarang di saat puasa.
Oleh karena itu tidak boleh bagi orang yang berpuasa untuk membalas orang yang
menganiaya dirinya dengan balasan serupa. Sehingga jika ada yang mencela
ataupun menghina dirinya, maka hendaklah dia mengatakan “Aku sedang berpuasa”.
Kemudian di akhirat, puasa akan menjadi perisai bagi pelakunya untuk tidak
dimasukkan ke dalam api neraka pada hari kiamat.
Dalam konteks puasa sebaga junnah,
setidaknya ada tiga manfaat puasa, yaitu fâ’idah rûhiyyah, fâ’idah
ijtimâ’iyyah, dan fâ’idah shihhiyyah. Di antara faedah rûhiyyah
berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa menjadikan kita membiasakan diri agar
berlaku sabar, mengekang hawa nafsu, dan membuat kita untuk selalu
mengekspresikan sikap dan karakter takwa dalam segala keadaan, karena memang
takwa itulah yang menjadi tujuan khusus dalam berpuasa. La’allakum
tattaqûn.
Kemudian, di antara faedah ijtimâ’iyyah dalam
puasa Ramadhan adalah bahwa kita dibiasakan untuk hidup tertib, disiplin,
rukun, damai, dan bersatu padu. Puasa juga mengajarkan kita untuk cinta
keadilan dan kesetaraan di antara umat: antara yang kaya dan yang miskin,
antara yang pejabat dan rakyat, antara pengusaha dan karyawan, dan seterusnya.
Tidak ada perbedaan di antara mereka, semuanya wajib berpuasa ketika telah
memenuhi persyaratannya. Bahkan, puasa juga menjadi ajang pembentukan rasa
kasih dan sayang, untuk selalu berbuat baik terhadap sesama, karena memang
dengan berpuasa, segala pintu dosa dan kemaksiatan menjadi tertutup karenanya.
Sedangkan faedah shihhiyyah berpuasa Ramadhan adalah bahwa berpuasa itu
membersihkan usus-usus dan pencernaan, memperbaiki perut yang terus-menerus
beraktivitas, membersihkan badan dari lemak dan kolesterol yang menjadi sumber
penyakit, sehingga orang yang berpuasa menjadi sehat adanya. Shûmû tashihhû,
kata Nabi. Berpuasalah, niscaya kalian sehat.
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah!
Oleh karena itu, marilah bulan Ramadhan tahun
ini kita jadikan sebagai perisai spiritual, perisai sosial dan perisai
kesehatan. Pemilu 2019 sudah berlalu. Biarkah KPU dan Bawaslu yang menentukan
proses selanjutnya. Dengan berpuasa, kita bina Indonesia damai. Damai jiwa
kita, rukun sosial kita, dan sehat raga kita.
Selaku intelektual Muslim moderat, kita jaga
perdamaian pasca Pemilu 2019 ini dengan Junnahnya puasa. Jangan sampai puasa
kita kali ini, dirusak lagi dengan perkataan keji (qaul az-zûr), ghibah,
menebar hoaks, fitnah, ujaran kebencian, dan adu domba, baik secara
langsung maupun melalui media digital, media elektronik, televisi, radio,
internet, dan media sosial. Biarlah semua itu terjadi di masa kampanye. Tetapi
setelah Pemilu, perkataaan dan perbuatan itu kita bersihkan dengan puasa kita
yang imanan wa ihtisaban. Kalau semua itu masih kita lakukan di bulan Ramadhan
ini, maka kita termasuk orang yang disabdakan Rasulullah:
كَمْ
مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak
mendapatkan apa pun dari puasanya, selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).
Intinya, marilah kita jadikan momen Ramadhan
tahun ini sebagai bulan penyucian badan dan rohani dari segala keburukan
Pemilu. Kita suarakan pesan damai Ramadhan melalui rekonsiliasi nasional.
Karena inilah sikap intelektual Muslim moderat. Hal ini perlu kita gaungkan,
agar kita mendapatkan hikmah damai Ramadhan, sehingga bangsa dan negara
Indonesia yang tercinta ini, dapat kita jaga dari kehancuran moral.
Saudara-saudara jamaah shalat Jumat yang
dimuliakan Allah!
Sebagai penutup khutbah pertama ini, marilah
kita renungkan firman Allah Ta’ala dalam QS. al-A’raf ayat 96:
أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٓ ءٰمَنُوْا
وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ
وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan
bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”.
Semoga puasa kita yang imanan dan ihtisaban
itu menjadi Junnah bagi kita untuk dapat terus menjaga dan merawat
Indonesia yang damai, dengan mendapatkan keberkahan Ramadhan dari langit dan
bumi. Amîn yâ rabbal ‘âlamîn.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهٗ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى
بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ
الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Toto Suharto, Pengurus MWCNU Kartasura,
Sukoharjo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar