Zaken Kabinet
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Gagasan pembentukan Zaken Kabinet (kabinet yang diisi oleh para
menteri yang ahli, berintegritas, dan punya kepedulian yang tinggi untuk kepentingan
bangsa dan negara) bukan sebuah gagasan untuk menyingkirkan peran parpol dalam
pemerintahan. Parpol sebagai salah satu pilar terpenting dalam sistem demokrasi
modern wajib secara aktif dan partisipatif dalam mengurus negara.
Namun, pengalaman selama ini, wakil-wakil parpol dalam kabinet
kurang menampakkan kinerjanya sebagai pejabat profesional, berintegritas,
apalagi negarawan. Bukan rahasia lagi seorang menteri asal parpol bisa saja
dijadikan ATM oleh parpol pengusungnya di lingkungan kultur politik biaya
tinggi, sementara pundi-pundi partai memang belum memadai.
Tetapi dalam pantauan saya, parpol yang sekarang ini pasti punya
kader profesional, berintegritas, dan berpotensi untuk naik kelas jadi
negarawan, sekalipun jumlahnya terbatas. Biasanya, mereka ini tidak mau
menonjolkan diri, apalagi minta jabatan, karena itu berlawanan dengan
integritas moral dan martabatnya.
Oleh sebab itu, elite parpol mesti menyeleksi para kader
profesionalnya untuk diajukan sebagai calon menteri kepada presiden terpilih.
Kemudian, presiden punya hak dan wewenang penuh menentukan kader parpol untuk
dijadikan pembantunya dalam kabinet. Presiden jangan sampai disandera oleh
parpol dalam proses penentuan ini.
Adapun untuk pos-pos tertentu, seperti menteri pendidikan dan
kebudayaan, menteri agama, menteri perguruan tinggi dan teknologi akan jauh
lebih bijak dibebaskan dari dominasi parpol. Pengalaman riil selama ini,
pos-pos tertentu ini tidak jarang telah menjadi dapur parpol sehingga kebijakan
yang diambil terkesan dipengaruhi parpol pengusungnya.
Ini pasti akan mengorbankan kepentingan bangsa dan negara dan
menimbulkan kecurigaan dalam masyarakat. Saya masih percaya bahwa bangsa ini
punya stok yang cukup untuk menduduki pos-pos apa pun dalam kabinet.
Presiden bisa meminta KPK dan PPATK menelusuri jejak rekam para
calon menteri tidak saja untuk pos-pos tertentu, tetapi untuk semua calon
menteri. Waktunya sudah sangat tinggi agar pemerintah yang akan datang
benar-benar bekerja untuk kepentingan yang lebih besar: bangsa dan negara.
Zaken cabinet (bahasa Belanda) berarti business cabinet (kabinet kerja).
Dalam beberapa diskusi di lingkungan BPIP (Badan Pembina Ideologi
Pancasila) untuk lima tahun ke depan, rakyat harus yakin benar bahwa pemerintah
punya komitmen total agar sila ke-5 Pancasila dijadikan pedoman utama dan
pertama dalam menyusun strategi pembangunan nasional.
Ketimpangan sosial-ekonomi yang masih sangat dirasakan sampai hari
ini harus segera diakhiri secara berangsur, tetapi pasti. Hari depan integrasi
nasional akan sangat bergantung pada berhasil atau gagalnya negara dalam upaya
mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Bung Karno dalam sidang BPUPK pada 1 Juni 1945 melontarkan kalimat
ini: “...tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.” (Lih. R.M. A.B.
Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Badan Penerbit Fakustas
Hukum Universitas Indonesia, 2009, hlm. 162). Ini adalah mimpi dan harapan
besar dari proklamator Kemerdekaan Indonesia.
Sekarang sudah berjalan hampir 74 tahun usia kemerdekaan kita,
mimpi dan harapan besar itu masih jauh dari kenyataan. Munculnya
gerakan-gerakan radikal yang menyeret agama akan dapat ditepis secara efektif
manakala mimpi dan harapan besar ini tidak dibiarkan menggantung di awan tinggi.
Maka itu, pemerintah yang akan datang mesti secara serius dan
tulus membaca kalimat Bung Karno di atas. Mimpi besar Bung Karno jangan
dibiarkan telantar lebih lama lagi. Sikap bertopeng Pancasila tetapi
nilai-nilai luhurnya dikhianati dalam strategi pembangunan akan menjadi
malapetaka besar bagi bangsa dan negara ini.
Gagasan tentang Zaken Kabinet diharapkan akan menjadi salah satu
solusi untuk membentuk pemerintahan yang benar-benar pro rakyat. Bahwa telah
muncul kelas menengah baru adalah sebuah capaian negara, tetapi pada saat yang
bersamaan ketimpangan sosial juga masih menyertainya.
Dalam negara Pancasila, ketimpangan yang tajam ini harus diakhiri
secepatnya. Politik identitas akan kehilangan bumi tempat berpijak di negara
Pancasila yang adil. []
REPUBLIKA, 14 Mei 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar