Rabu, 15 Mei 2019

Buya Syafii: Zaken Kabinet


Zaken Kabinet
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Gagasan pembentukan Zaken Kabinet (kabinet yang diisi oleh para menteri yang ahli, berintegritas, dan punya kepedulian yang tinggi untuk kepentingan bangsa dan negara) bukan sebuah gagasan untuk menyingkirkan peran parpol dalam pemerintahan. Parpol sebagai salah satu pilar terpenting dalam sistem demokrasi modern wajib secara aktif dan partisipatif dalam mengurus negara.

Namun, pengalaman selama ini, wakil-wakil parpol dalam kabinet kurang menampakkan kinerjanya sebagai pejabat profesional, berintegritas, apalagi negarawan. Bukan rahasia lagi seorang menteri asal parpol bisa saja dijadikan ATM oleh parpol pengusungnya di lingkungan kultur politik biaya tinggi, sementara pundi-pundi partai memang belum memadai.

Tetapi dalam pantauan saya, parpol yang sekarang ini pasti punya kader profesional, berintegritas, dan berpotensi untuk naik kelas jadi negarawan, sekalipun jumlahnya terbatas. Biasanya, mereka ini tidak mau menonjolkan diri, apalagi minta jabatan, karena itu berlawanan dengan integritas moral dan martabatnya.

Oleh sebab itu, elite parpol mesti menyeleksi para kader profesionalnya untuk diajukan sebagai calon menteri kepada presiden terpilih. Kemudian, presiden punya hak dan wewenang penuh menentukan kader parpol untuk dijadikan pembantunya dalam kabinet. Presiden jangan sampai disandera oleh parpol dalam proses penentuan ini.

Adapun untuk pos-pos tertentu, seperti menteri pendidikan dan kebudayaan, menteri agama, menteri perguruan tinggi dan teknologi akan jauh lebih bijak dibebaskan dari dominasi parpol. Pengalaman riil selama ini, pos-pos tertentu ini tidak jarang telah menjadi dapur parpol sehingga kebijakan yang diambil terkesan dipengaruhi parpol pengusungnya.

Ini pasti akan mengorbankan kepentingan bangsa dan negara dan menimbulkan kecurigaan dalam masyarakat. Saya masih percaya bahwa bangsa ini punya stok yang cukup untuk menduduki pos-pos apa pun dalam kabinet.

Presiden bisa meminta KPK dan PPATK menelusuri jejak rekam para calon menteri tidak saja untuk pos-pos tertentu, tetapi untuk semua calon menteri. Waktunya sudah sangat tinggi agar pemerintah yang akan datang benar-benar bekerja untuk kepentingan yang lebih besar: bangsa dan negara. Zaken cabinet (bahasa Belanda) berarti business cabinet (kabinet kerja).

Dalam beberapa diskusi di lingkungan BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) untuk lima tahun ke depan, rakyat harus yakin benar bahwa pemerintah punya komitmen total agar sila ke-5 Pancasila dijadikan pedoman utama dan pertama dalam menyusun strategi pembangunan nasional.

Ketimpangan sosial-ekonomi yang masih sangat dirasakan sampai hari ini harus segera diakhiri secara berangsur, tetapi pasti. Hari depan integrasi nasional akan sangat bergantung pada berhasil atau gagalnya negara dalam upaya mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Bung Karno dalam sidang BPUPK pada 1 Juni 1945 melontarkan kalimat ini: “...tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.” (Lih. R.M. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Badan Penerbit Fakustas Hukum Universitas Indonesia, 2009, hlm. 162). Ini adalah mimpi dan harapan besar dari proklamator Kemerdekaan Indonesia.

Sekarang sudah berjalan hampir 74 tahun usia kemerdekaan kita, mimpi dan harapan besar itu masih jauh dari kenyataan. Munculnya gerakan-gerakan radikal yang menyeret agama akan dapat ditepis secara efektif manakala mimpi dan harapan besar ini tidak dibiarkan menggantung di awan tinggi.

Maka itu, pemerintah yang akan datang mesti secara serius dan tulus membaca kalimat Bung Karno di atas. Mimpi besar Bung Karno jangan dibiarkan telantar lebih lama lagi. Sikap bertopeng Pancasila tetapi nilai-nilai luhurnya dikhianati dalam strategi pembangunan akan menjadi malapetaka besar bagi bangsa dan negara ini.

Gagasan tentang Zaken Kabinet diharapkan akan menjadi salah satu solusi untuk membentuk pemerintahan yang benar-benar pro rakyat. Bahwa telah muncul kelas menengah baru adalah sebuah capaian negara, tetapi pada saat yang bersamaan ketimpangan sosial juga masih menyertainya.

Dalam negara Pancasila, ketimpangan yang tajam ini harus diakhiri secepatnya. Politik identitas akan kehilangan bumi tempat berpijak di negara Pancasila yang adil. []

REPUBLIKA, 14 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar