Nalar Fiqih Sosial
Hasan Al-Bashari di Perjamuan Haram
Syahdan suatu hari di
abad kedua hijriyah seorang hartawan di Iraq mengadakan perjamuan besar-besaran
untuk sebuah capaian pribadinya. Ia mengundang banyak orang dari pelbagai
lapisan masyarakat.
Pelbagai makanan
istimewa dihidangkan. Semuanya lengkap dengan hidangan pembuka, makanan
penutup, dan makanan ringan cuci mulut. Tiada satu pun tamu dibiarkan berdiri.
Semua undangan mesti mendapat kursi yang menghadap ke meja sarat hidangan.
Suasana perjamuan
cukup ramai. Sebagian orang lalu-lalang untuk mengisi ulang hidangan makanan
yang berkurang di sabuah meja. Sementara para tamu asyik berbincang dengan
orang lain di mejanya.
Dua di antara tamu
undangan itu adalah Hasan Al-Bashari dan Farqad. Hasan Al-Bashari sebagaimana
diketahui adalah seorang ulama yang saleh. Ia terkenal juga sebagai ahli fiqih
dan seorang sufi sekaligus. Sedangkan Farqad sekadar seorang yang zuhud dengan
bekal ilmu fiqih yang minim.
Ketika mengambil
kursi lalu duduk, keduanya terperanjat bukan main. Keduanya menghadapi kurma
yang dihidangkan di piring yang terbuat dari emas dan perak. Hal ini jelas
haram karena Rasulullah SAW melarang umat Islam menggunakan emas dan perak
sebagai wadah.
Tanpa berpikir
panjang, Farqad langsung bangun dari kursi lalu beranjak ke sudut ruangan untuk
menghindari makanan tersebut. Sedangkan Hasan Al-Bashari tetap bertahan di
kursinya. Ia tampak berpikir sejenak.
“Kurma jelas halal.
Roti pun halal. Yang haram hanya penggunaan wadah emas dan perak. Jangan sampai
larangan penggunaan emas dan perak menghalangiku untuk memakan kurma yang jelas
halal,” Hasan merenung.
Hasan Al-Bashari
kemudian mengeluarkan kurma dari piring emas dan pirik perak tersebut. Ia
mengosongkan piring tersebut. Ia kemudian meletakkan kurma di atas sehelai roti
dan memakannya.
Hal ini dilakukan
agar ia terhindar dari penggunaan piring emas dan perak yang menjadi larangan
Rasulullah SAW. Menurut ijtihadnya, kurma yang dimakan dari roti berbeda dengan
kurma yang dimakan langsung dari piring emas dan perak.
“Wahai Furaiqad,
kenapa kau tidak melakukannya seperti ini?” kata Hasan sambil menoleh ke
Farqad.
***
Bagi Hasan
Al-Bashari, mengosongkan piring emas dan perak merupakan bagian dari
penghilangan atas kemungkaran.
Dengan wawasan
fiqihnya, Hasan Al-Bashari mengakomodasi pelbagai kepentingan, yaitu kesunnahan
memakan hidangan walimah, menyenangkan perasaan tuan rumah yang mengundang,
penghilangan atas kemunkaran penggunaan piring emas dan perak, dan pengajaran
ilmu fiqih.
Kata furaiqad adalah
bentuk tashgir atau “pengecilan” dari bentuk kata “Farqad” karena mengamalkan
sikap zuhud dengan wawasan fiqih yang sempit. (Lihat Syekh M Nawawi Banten
dalam Syarah Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa
catatan tahun], halaman 13). Wallahu a‘lam. []
(Alhafiz K)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar