Nabi Muhammad SAW, Seorang Durjana, dan Anak
Kecil
Syekh Muhammad Nawawi Banten mengutip cerita
Sayyidina Ali RA perihal besarnya perhatian Islam terhadap anak-anak dan
dunianya. Syekh M Nawawi Banten menggarisbawahi arti penting kasih sayang untuk
anak-anak.
Sayyidina Ali RA bercerita bahwa salah
seorang pernah mendatangi Rasulullah SAW. Orang ini menyatakan pengakuan
dosanya di hadapan Rasulullah SAW. Kepada Rasulullah SAW, ia meminta pembebasan
dan penyucian atas dosanya.
“Wahai Rasulullah, aku telah berlumuran dosa.
Sucikanlah diriku,” kata seseorang itu.
“Apa dosa yang kaulakukan?”
Orang ini enggan menyatakan dosa yang dia
lakukan.
“Aku malu mengatakannya.”
Wajah Rasulullah SAW memerah. Ia mengusir
orang tersebut. Rasulullah SAW tidak sudi menerimanya.
“Apakah kau malu mengabarkan dosamu kepadaku,
tetapi tidak malu kepada Allah yang melihatmu? Keluar kau agar api celaka tidak
menimpa kami,” kata Rasulullah.
Laki-laki itu kemudian pergi meninggalkan
Rasulullah. Ia menangis sedih. Ia merasa putus asa dan sia-sia karena
Rasulullah SAW menampiknya.
Ketika itu, Jibril AS datang kepada Nabi
Muhammad SAW. Ia menegur Rasulullah SAW karena sejatinya orang itu memiliki
amal tertentu yang menjadi harapan atas penyucian dosanya sebagaimana cerita
Sayyidina Ali RA.
فجاء
جبريل وقال يا محمد لم آيست العاصي وله كفارة لذنوبه وإن كانت كثيرة فقال رسول
الله صلى الله عليه وسلم وما كفارته قال له صبي صغير فإذا دخل في بيته والصبي
يستقبله فيدفع إليه شيئا من المأكولات أو ما يفرح به فإذا فرح الصبي يكون كفارة
لذنبه
Artinya, “Jibril lalu datang dan menegur,
‘Wahai Muhammad, mengapa Anda membuat putus asa orang yang bermaksiat sementara
ia memiliki amal yang dapat menghapus dosanya (kafarat).’ ‘Apa kafaratnya?’
tanya Rasulullah SAW. ‘Ia memiliki anak kecil. Bila masuk ke dalam rumah laki-laki
itu dan menemuinya, ia memberikannya makanan atau sesuatu yang
membahagiakannya. Kalau anak itu bahagia, maka itu menjadi kafarat baginya,’
jawab Jibril AS,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Syarah Qamiut Thughyan,
[Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 26).
Cerita ini menegaskan bahwa anak-anak dan
dunianya mendapat prioritas utama dalam Islam, sesuatu yang selama ini tidak
mendapat perhatian istimewa dalam pemikiran Islam. Perhatian yang rendah
terhadap anak-anak dan dunianya ini yang menyebabkan banyak masjid dan
fasilitas umum lainnya belum ramah anak.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW pada sebagian
sabdanya mengatakan bahwa seorang Muslim dapat meraih derajat penyayang bila ia
menyayangi banyak orang, bukan hanya dirinya dan orang di lingkungannya saja.
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس الرحيم الذي يرحم نفسه وأهله خاصة ولكن الرحيم
الذي يرحم المسلمين
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Penyayang
itu bukan ia yang mengasihi dirinya dan keluarganya saja. Penyayang itu adalah
mereka yang mengasihi semua umat Islam,’” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Syarah
Qamiut Thughyan, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan
tahun], halaman 26).
Kata “semua umat Islam” di sini merupakan
lafal umum. Dengan demikian, “umat Islam” di sini mencakup anak-anak, bukan
hanya mereka yang dewasa. Wallahu a‘lam. []
(Alhafiz K)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar