Konsumsi Infotainment di
Bulan Ramadhan
Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang paling
mulia. Selayaknya kita menghiasinya dengan amalan-amalan baik, ditambah pahala
di bulan itu dilipatgandakan. Kebalikan dari itu, tak sepatutnya bagi kita
berlaku tidak di bulan ini, yang dapat menyebabkan pahala puasa kita berkurang
sebagaimana hadits Nabi SAW:
عَنْ
أَبِي هريرة قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ صَائِمٍ
لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إَّلا الْجُوْعِ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ
قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَر (رواه النسائي
Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan haus saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam.,’” (HR An-Nasai).
Salah satu hal yang tak layak dilakukan di bulan Ramadhan adalah mengonsumsi infotainment atau sebutlah gosip atau gibah, apalagi sampai berlebihan. Bukankah orang yang berbicara dengan yang mendengarkan sama saja. Lantas bagaimana jika ketika berpuasa, kita melakukan gibah atau menggosipi orang lain.
Imam Nawawi menyebutkan dalam Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab:
فَلَوْ
اغْتَابَ فِي صَوْمِهِ عَصَى وَلَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ
مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيفَةَ وَأَحْمَدُ وَالْعُلَمَاءُ كَافَّةً إلَّا
الْأَوْزَاعِيَّ فَقَالَ يَبْطُلُ الصَّوْمُ بِالْغِيبَةِ وَيَجِبُ قَضَاؤُهُ.
Artinya, “Jika seorang yang berpuasa melakukan ghibah, maka ia telah bermaksiat, dan tidak batal puasanya menurut pandangan kami, dan imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad, semua ulama berpendapat seperti ini kecuali imam al-Awza’î, beliau mengatakan: batal puasanya sebab ghibah dan wajib mengqadhanya,” (Lihat Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Majmu’ Syarhul Muhadzzab, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 356).
Pendapat Al-Auza’î bahwa orang yang melakukan ghibah itu batal berdasarkan pada empat hadits, yaitu:
Hadits yang pertama:
عن
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
)مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي
أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Artinya, “Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak peduli ia telah meninggalkan makan dan minumnya,’” (HR Bukhari).
Hadits yang kedua:
وَعَنْهُ
أَيْضًا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ
مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ) رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ فِي
سُنَنِهِمَا وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ قَالَ وَهُوَ صَحِيحٌ عَلَى
شَرْطِ الْبُخَارِيِّ
Artinya, “Dari Abu Hurairah juga, Rasulullah SAW bersabda, ‘Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan haus saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malam,’ (HR An-Nasâi dan Ibnu Mâjah dalam sunan keduanya. Imam Al-Hakim dalam Mustadrak-nya berkata, ‘Hadits ini shahih atas syarat Imam Bukhari.’”
Hadits yang ketiga:
وَعَنْهُ
أَيْضًا قَالَ (قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ، الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ) رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَرَوَاهُ الْحَاكِمُ فِي الْمُسْتَدْرَكِ
وَقَالَ هُوَ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ
Artinya, “Dari Abu Hurairah juga, Rasulullah SAW bersabda, ‘Puasa buka sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji,’ (HR Baihaqi dan Al-Hakim). Dalam Mustadrak-nya ia berkata, ‘Hadits shahih dengan syarat Imam Muslim.’”
Hadits yang keempat:
خَمْسٌ
يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ
وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ
Artinya, “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”
Itulah empat hadits yang dijadikan hujjah oleh Imam Al-Auza’i, namun para ulama mengomentari:
وَأَجَابَ
أَصْحَابُنَا عَنْ هَذِهِ الْأَحَادِيثِ سِوَى الْأَخِيرِ بِأَنَّ الْمُرَادَ
أَنَّ كَمَالَ الصَّوْمِ وَفَضِيلَتَهُ الْمَطْلُوبَةَ إنَّمَا يَكُونُ بصيانته عن
اللغو والكلام الردئ لَا أَنَّ الصَّوْمَ يَبْطُلُ بِهِ. وَأَمَّا الْحَدِيثُ
الْأَخِيرُ (خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ) فَحَدِيثٌ بَاطِلٌ لَا يُحْتَجُّ بِهِ.
وَأَجَابَ عَنْهُ الْمَاوَرْدِيُّ وَالْمُتَوَلِّي وَغَيْرُهُمَا بِأَنَّ الْمُرَادَ
بُطْلَانُ الثَّوَابِ لَا نَفْسَ الصَّوْمِ.
Artinya, “Sahabat kami (Ulama Syafi’iyyah) menjawab hadits-hadits tersebut, selain hadits kelima, bahwa yang dimaksud sesungguhnya kesempurnaan puasa dan keutamaan yang dituntut dapat diperoleh dengan menjaga puasa dari perbuatan sia-sia, dan perkataan yang buruk, bukan bahwa puasa batal dengannya. Adapun hadits terakhir, (Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa) haditsnya batil tidak dapat dijadikan hujjah. Imam Mawardi, Al-Mutawalli, dan yang lainnya telah menjawab bahwa yang dimaksud batal adalah batal pahalanya, buka puasanya.” (Lihat Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawy, Majmu’ Syarhul Muhadzzab, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 356).
Simpulannya, ghibah atau mengonsumsi infotainment ketika berpuasa tidak membatalkan puasa menurut jumhur ulama, namun membatalkan pahala puasa berdasarkan beberapa hadits di atas. Semoga di bulan suci ini, kita terhindar dari melakukan sesuatu yang dapat mencegah diterimanya amalan kita. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar