Mengapa Merokok Dapat Membatalkan
Puasa?
Berpuasa adalah menahan diri, demikian
dinyatakan para ulama. Salah satu hal yang membatalkan puasa dan mesti harus
dihindari adalah memasukkan sesuatu ke dalam lubang tubuh yang terbuka secara
sengaja.
Menurut bahasa fiqih, sesuatu yang masuk ke
dalam lubang tubuh yang terbuka dan dapat membatalkan puasa ini disebut sebagai
‘ain. Syekh Zakariya al-Anshari menyebutkan dalam Fathul Wahhab, ‘ain ini
adalah benda apa pun, baik makanan, minuman, atau obat (Lihat Syekh Zakariya
Al-Anshari, Fathul Wahhab ‘ala Syarhi Manhajut Thullab, Beirut, Darul Fikr,
1994, juz 1, halaman 140).
Kebanyakan benda yang kita tahu membatalkan
puasa, berwujud padat atau cair. Nah, bagaimana jika wujud gas, asap, atau uap?
Asap atau uap, ternyata dianggap mayoritas
ulama tidak membatalkan puasa jika dihirup. Karena itulah puasa kita tidak
batal dengan menghirup uap masakan yang beraroma. Begitu pula dengan menghirup
asap kemenyan atau minyak angin, juga dinilai tidak membatalkan puasa.
Namun, di balik asap dan uap yang disebut tidak
membatalkan puasa, ada satu substansi yang sedikit rumit dipaparkan, yaitu soal
rokok. Apakah menghisap rokok membatalkan puasa?
Banyak masyarakat Indonesia merokok setiap
harinya. Perilaku merokok, Anda tahu, tentu adalah membakar tembakau yang telah
dilinting, untuk kemudian dihisap dan diembuskan asapnya.
Kendati tampaknya hanya mengisap, merokok dalam
bahasa Arab disebut syurbud dukhan, atau jika diartikan secara literer artinya
minum/mengisap asap. Karena nama merokok secara adat adalah asy-syurbu, serta
perilaku yang tampak adalah mengisap, mayoritas ulama berpendapat bahwa merokok
itu membatalkan puasa dengan berpegangan pada makna ini.
Baca juga: Bahtsul Masail tentang Hukum Merokok
Selain soal definisi dan pelaksanaan merokok
itu sendiri, diskusi lebih lanjut seputar hukum merokok saat puasa juga berasal
dari pertanyaan: apakah asap yang diisap dari rokok itu termasuk ‘ain?
Salah satu ulama mazhab Syafii bernama Syekh Sulaiman
al-‘Ujaili menyebutkan dalam kitabnya Hasyiyatul Jamal:
وَمِنْ
الْعَيْنِ الدُّخَانُ لَكِنْ عَلَى تَفْصِيلٍ فَإِنْ كَانَ الَّذِي يَشْرَبُ
الْآنَ مِنْ الدَّوَاةِ الْمَعْرُوفَةِ أَفْطَرَ وَإِنْ كَانَ غَيْرَهُ كَدُخَانِ
الطَّبِيخِ لَمْ يُفْطِرْ هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ
Artinya: “Dan termasuk dari ‘ain (hal yang
membatalkan puasa) adalah asap, tetapi mesti dipilah. Jika asap/uap itu adalah
yang terkenal diisap sekarang ini (maksudnya tembakau) maka puasanya batal.
Tapi jika asap/uap lain, seperti asap/uap masakan, maka tidak membatalkan
puasa. Ini adalah pendapat yang mu’tamad (dirujuk ulama karena kuat
argumentasinya).” (Lihat Sulaiman al-‘Ujaili, Hasyiyatul Jumal ‘ala Syarhil
Minhaj, Beirut, Darul Fikr, juz 2 halaman 317)
Begitu pula dalam Tuhfatul Muhtaj dinyatakan
bahwa asap tembakau yang diisap itu membatalkan puasa. Penulis kitab tersebut,
Imam Ibnu Hajar al-Haitami, menyebutkan bahwa rokok dianggap membatalkan puasa
karena memiliki ‘sensasi’tertentu yang dapat dirasakan dari kandungan
tembakaunya (Lihat Ibnu Hajar al Haitamin, Tuhfatul Muhtajfi Syarhil Minhaj,
Mesir, al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1983 M, juz 3 halaman 400-401).
Sebagai penjelas, Ibnu Hajar menyertakan kisah
seorang ulama yang menemui murid-muridnya sedan membawa pipa untuk menghirup
tembakau saat puasa. Syekh yang bernama Az-Ziyadi ini lantas memecahkan pipa
itu di depan mereka, dan melihat ada ampas dari asap di dalamnya.
Sebelum mengecek hakikat ‘asap yang diisap dari
rokok’, Syekh az-Ziyadi ini mulanya berpendapat bahwa rokok itu boleh. Namun
setelah mengetahui lebih detil, ia pun menilai adanya bekas dari asap yang
dihirup, dan menyimpulkan bahwa hal tersebut adalah ‘ain yang membatalkan
puasa.
Karena dinilai sebagai ‘ain, asap yang diisap
dari rokok ini membatalkan karena diisap secara sengaja. Berikut keterangan
dalam Syekh Nawawi al-Banteni dalam kitab Nihayatuz Zain:
يفْطر
صَائِم بوصول عين من تِلْكَ إِلَى مُطلق الْجوف من منفذ مَفْتُوح مَعَ الْعمد
وَالِاخْتِيَار وَالْعلم بِالتَّحْرِيمِ ...وَمِنْهَا الدُّخان الْمَعْرُوف
Artinya: Sampainya ‘ain ke tenggorokan dari
lubang yang terbuka secara sengaja dan mengetahui keharamannya itu membatalkan
puasa...seperti mengisap asap (yang dikenal sebagai rokok). (Lihat Syekh
Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadul Mubtadiin, Beirut: Darul
Fikr, juz 1, halaman 187)
Seorang ulama Nusantara bernama Syekh Ihsan
Jampes menyusun kitab berjudul Irsyadul Ikhwan fi Bayanil Qahwah wad Dukhan
(Kitab Kopi dan Rokok). Selain menyodorkan berbagai perdebatan seputar hukum
rokok, ia juga menyertakan masalah merokok saat puasa.
Ulama asal Kediri ini mengumpulkan pendapat
para ulama tentang hukum merokok saat puasa, dan berkesimpulan bahwa hal
tersebut memang membatalkan puasa. Kendati semisal ‘ain dari asap yang diisap
dari rokok ini sulit diidentifikasi secara fisik, tapi secara 'urf ia adalah
‘ain, seperti dicatat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj.
Dapat juga dipahami mengapa orang yang terpapar
asap rokok (secondhand smoker/perokok pasif), tidak membatalkan puasa. Batalnya
puasa hanya jatuh bagi sang perokok saja, toh yang melakukan syurbud dukhan
adalah perokoknya. Orang di sekitarnya hanya menghirup asap yang diembuskan
perokok.
Saat ini kita juga mengenal alat vape, atau
shisha, yang kerap digunakan sebagai alternatif rokok. Jika merujuk beberapa
argumentasi di atas, maka keduanya juga membatalkan puasa. Penggunaan di atas
menggunakan cairan/gel yang diuapkan, serta tentu sengaja dihirup.
Demikianlah mengapa merokok itu membatalkan
puasa, meskipun hanya tampak mengisap asap belaka. Menahan diri untuk sejenak
tidak merokok, meski berat, adalah satu pembelajaran tersendiri di bulan puasa
ini. Wallahu a’lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar