Hukum Menerima THR dari
Non-Muslim
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb. Pak ustadz, saya
adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta, dan tinggal
beserta anak-istri di sebuah rumah yang sederhana. Kami memiliki tetangga
non-muslim yang berkecukupan dan sangat baik. Setiap menjelang lebaran tetangga
saya yang non-muslim itu membagi-bagikan sarung, sirup, dan sembako bahkan uang
kepada kami yang muslim.
Dia selalu bilang: “Ini THR dari kami, mohon
diterima dengan baik meski seadanya”. Saya sering kali ragu untuk menerimanya karena
yang memberikan adalah orang non-muslim. Yang ingin saya tanyakan adalah
bagaimana hukumnya menerima THR dari orang non-muslim? Mohon kiranya pak ustadz
memberikan penjelasan hukumnya. Atas penjelasannya saya ucapkan terimakasih.
(Dedy/Jakarta)
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Setelah mencermati pertanyaan di atas, kami berkesimpulan bahwa THR yang diberikan orang non-muslim tersebut pada dasarnya masuk dalam kategori hadiah. Karena pemberian tersebut tanpa konpensasi. Maka sebelum menjawab pertanyaan tersebut kami akan menjelaskan sedikit tentang hukum memberikan hadiah.
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Setelah mencermati pertanyaan di atas, kami berkesimpulan bahwa THR yang diberikan orang non-muslim tersebut pada dasarnya masuk dalam kategori hadiah. Karena pemberian tersebut tanpa konpensasi. Maka sebelum menjawab pertanyaan tersebut kami akan menjelaskan sedikit tentang hukum memberikan hadiah.
Pada dasarnya hukum memberikan hadiah adalah sunnah, karena hadiah bisa memberikan efek positif. Yaitu menumbuhkan welas-asih dan menjauhkan permusuhan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qurthubi.
اَلْهَدِيَّةُ
مَنْدُوبٌ إِلَيْهَا، وَهِيَ مِمَّا تُوْرِثُ الْمَوَدَّةَ وَتُذْهِبُ
الْعَدَاوَةَ، رَوَى مَالِكٌ عَنْ عَطَاءِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الخُرَاسَانِيِّ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَصَافَحُوا
يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ
“Hukum hadiah itu disunnahkan, dan hadiah itu
bisa mewariskan kasih sayang dan menghilangkan permusuhan. Imam Malik telah
meriwayatkan dari ‘Atha` bin Abdillah al-Khurasani, ia berkata, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda, Hendaknya kalian saling bersalaman maka
kedengkian akan sirna, dan hendaknya kalian saling memberi hadiah maka kalian
akan saling menyayangi satu sama lainnya dan permusuhan akan
sirna”.(Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, Kairo-Dar al-Kutub
al-Mishriyyah, cet ke-2, 1384 H/1964 M, juz, 13, h. 199).
Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Namun kemudian muncul persoalan sebagaimana pertanyaan di atas. Yaitu, bagaimana jika yang memberikan hadiah adalah orang non-muslim?
Imam Bukhari pakar hadits terkemuka dan hadits riwayatnya diakui paling shahih di antara riwayat-riwayat ahli hadits yang lainya, dalam kitab Shahih-nya menulis bab khusus mengenai qabul al-hadiyah min al-musyrikink (kebolehan menerima hadiah dari non muslim).
Dalam bab ini Imam Bukhari menyuguhkan beberapa hadits yang menunjukkan kebolehan menerima hadiah dari non-muslim. Di antaranya adalah:
وَقَالَ سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ --رواه البخاري
“Said berkata, dari Qatadah dari Anas ra,
sesungguhnya Ukaidira Dumah pernah memberikan hadiah kepada Nabi saw”. (HR.
Bukhari).
Hadits lain yang juga bisa dijadikan dasar hukum kebolehan menerima hadiah dari orang non-muslim adalah hadits riwayat at-Tirmidzi yang mengisahkan bahwa Salman al-Farisi pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah saw berupa ruthab (kurma basah). Pada saat Salman al-Farisi memberikan hadiah tersebut, ia belum masuk Islam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zainuddin al-‘Iraqi:
وَفِيهِ
قَبُولُ هَدِيَّةِ الْكَافِرِ فَإِنَّ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَمْ
يَكُنْ أَسْلَمَ إذْ ذَاكَ وَإِنَّمَا أَسْلَمَ بَعْدَ اسْتِيعَابِ الْعَلَامَاتِ
الثَّلَاثِ الَّتِي كَانَ عَلِمَهَا مِنْ عَلَامَاتِ النُّبُوَّةِ وَهِيَ
امْتِنَاعُهُ مِنْ الصَّدَقَةِ ، وَأَكْلُهُ لِلْهَدِيَّةِ وَخَاتَمُ النُّبُوَّةِ
وَإِنَّمَا رَأَى خَاتَمَ النُّبُوَّةِ بَعْدَ قَبُولِ
“Di dalam hadits tersebut mengandung
pengertian kebolehan menerima hadiah dari orang kafir. Sebab, Salman al-Farisi
ketika memberikan hadiah kepada Rasulullah saw belum masuk Islam. Ia masuk
Islam setelah mengentahui tiga tanda kenabian yaitu penolakan Rasulullah saw
terhadap shadaqah (zakat), memakan hadiah, dan khatam an-nubuwwah. Hanya saja
Salman al-Farisi ra melihat khatam an-nubuwwah setelah Rasulullah saw menerima
hadiahnya”. (Zainuddin al-‘Iraqi, Tharh at-Tatsrib fi Syrah at-Taqrib,
Bairut-Mu`assah at-Tarikh al-‘Arabi, tt, juz, 4, h. 40).
Penjelasan singkat ini jika ditarik ke dalam kontesk pertanyaan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menerima THR dari orang non-muslim adalah boleh sebagaimana bolehnya menerima hadiah dari orang non-muslim.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga bermanfaat. Dan saran kami adalah hargailah pemberian orang lain meski tidak seiman, hormati keyakinan orang lain, balasalah perbuatan baik orang lain dengan kebaikan pula. Karena, tiada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar