Perburuan Aset Bank
Century
Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas Century DPR RI/
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
PENYELESAIAN kasus Bank Century tidak cukup dengan drama peradilan dan kesaksian para elit di pengadilan Tipikor. Kasus ini bisa dianggap tuntas jika kerugian negara sudah dikembalikan. Sayang, belum ada gambaran yang jelas mengenai kinerja Tim Pemburu Aset Bank Century.
Bahkan,tugas Tim Pemburu Aset Bank Century dikhawatirkan terbengkelai mengingat pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan demisioner pada Oktober 2014 nanti. Soalnya, kerja tim ini berpatokan pada koordinasi di antara Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Menteri Sekretaris Negara. Selain mencarinya di dalam negeri, Tim di Jakarta ini harus berkoordinasi dengan duta besar RI di sejumlah negara, karena banyak aset Bank Century disembunyikan di negara lain. Pertanyaannya, di tengah kesibukan jelang berakhirnya masa bhakti para pejabat itu, mungkinkah masalah ini masih diprioritaskan?
Padahal, dalam hitungan hari, kemungkinan besar akan ada keputusan pengadilan yang berkait langsung dengan tugas Tim Pemburu Aset Bank Century itu, yakni dari perkara mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya. Dia didakwa terlibat korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Selain menuntut hukuman penjara kepada Budi Mulya, Jaksa Tipikor juga meminta Majelis Hakim Tipikor menghukum Hesham Alwarraq selaku pemilik Bank Century dengan membayar uang pengganti Rp 3,115 triliun; menghukum Robert Tantular selaku mantan Direktur Utama Bank Century membayar uang pengganti Rp 2,753 triliun, serta menghukum Bank Century (kini Bank Mutiara) membayar uang pengganti Rp 1,581 triliun.
Jika vonis pengadilan Tipikor dalam perkara Budi Mulya sejalan dengan tuntuntan itu, apakah tim bisa memberi respons yang segera? Inilah yang patut diragukan. Soalnya, bukan hanya nilai pencariannya yang besar, tetapi juga titik sebaran aset yang berada di sejumlah negara. Nilai pencarian mencapai Rp 7,4 triliun yang sebagian besar justru disembunyikan di Swiss dan Hongkong. Belum lagi aset Bank Century yang bertebaran di dalam negeri.
Di Swiss, nilai aset eks Bank Century mencapai 156 juta dolar AS (sekitar Rp 1,5 triliun), yang tercatat sebagai milik mantan Komisaris Utama Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi. Tersimpan di Bank Dresdner, kini LGT Bank. Karena menghadapi gugatan perdata, dana itu masuk dalam pengawasan Pengadilan Zurich
Sedangkan di Hongkong, aset Bank Century mencapai Rp 86 miliar dalam bentuk uang tunai, plus surat-surat berharga bernilai Rp 3,5 triliun. Aset itu tersimpan di sejumlah bank dalam beberapa rekening, antara lain di Standard Chartered Bank dan Ing Bank Arlington Assets Investment.
Sedangkan di dalam negeri, antara lain lahan seluas 22 hektar milik Yayasan Fatmawati di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, yang nilainya kini sekitar Rp 2 triliun. Belum lagi beberapa properti di seputar Jabodetabek.
Hingga akhir Agustus 2013, tim itu baru menyita aset senilai Rp 86 miliar. DPR dan para pemerhati kasus ini jelas sangat kecewa. Sudah menghabiskan biaya kerja miliaran rupiah, tetapi hasil yang didapat nyata-nyata tidak sepadan.
DPR sendiri sudah pesimis menyikapi cara kerja tim itu. Artinya, tidak realistis jika mengharapkan tim yang sekarang ini bisa membuahkan kinerja maksimal. Tim terbaru ini diketuai Wamenkumham Denny Indrayana dan dibentuk berdasarkan Keputusan Menkumham No.M.HH-01.PW.01.01 Tahun 2013. Namanya pun menjadi menjadi Tim Pendukung Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana terkait Bank Century.
Tim Baru
DPR pesimis sejak awal karena tim baru ini bukan hanya tidak produktif, melainkan sudah merusak apa yang telah dikerjakan oleh tim sebelumnya yang dipimpin oleh pejabat dari Kejaksaan Agung. Tim baru ini aneh alias tidak masuk akal. Sebab, menyebut diri tim pendukung tetapi mengklaim sebagai pusat kewenangan (central authority). Keanehan ini saja sudah memperlihatkan tidak adanya kesungguhan.
Untuk menunjukan niat baik, Presiden SBY sebaiknya membubarkan tim pendukung ini. Perburuan aset Bank Century sebaiknya diserahkan kepada sebuah tim baru, atau dikembalikan ke tim pertama yang dipimpin dan dikoordinasikan oleh Kejaksaaan Agung. Alasan utamanya, sinergi antara tim di Jakarta dan para Dubes RI sudah terbentuk dan harmonis. Kedua, koordinasinya institusional, tidak personal. Tim pendukung terkesan sangat personal karena Wamenkumham justru menjadi central authority.
Karena institusional, perubahan kepemimpinan di Kejaksaan Agung tidak akan menimbulkan perubahan signifikan dalam hal koordinasi dengan para Dubes RI di negara lain. Beda dengan Tim pendukung yang dipimpin Wamenkumham. Belum ada jaminan bahwa kepemimpinan Kemenkumham pada pemerintahan baru nanti akan dilengkapi Wamenkumham. Kalau hal ini yang terjadi, pekerjaan memburu aset bisa berantakan lagi, karena keputusan Menkumham itu terpaksa harus dibatalkan atau diubah lagi.
Seperti diketahui, sejak 2012, perburuan aset Bank Century di Swiss terperangkap ketidakpastian akibat perilaku amatiran pejabat negara. Hal ini diungkap langsung oleh Dubes RI untuk Swiss, Djoko Susilo, ketika menjawab pertanyaan Tim Pengawas (Timwas) DPR untuk kasus Bank Century. Dubes Djoko langsung menunjuk Wamenkumham sebagai sumber masalah.
Waktu itu, Djoko menuturkan, sejak pengalihan kewenangan dari Kejakgung ke Kemenkumham, tidak ada lagi sinergi antara kedubes RI di Swiss dan tim pemburu aset Bank Century. Bahkan, Kedubes RI di Swiss tidak lagi dilibatkan. Akibatnya, pihak berwenang di Swiss pun tak mau melanjutkan tahapan yang telah terbangun. Padahal bersama tim dari Kejaksaan Agung, prosesnya sudah menuju tahap penyempurnaan proposal mutual legal assistance (MLA), guna menuntaskan persoalan perdata terkait status aset Century di Swiss senilai 156 juta dolar AS itu.
Proses peradilan kasus Bank Century sudah dimulai dan akan terus berlanjut. Jaksa Tipikor, dalam perkara Budi Mulya, pun sudah menekankan urgensi mengembalikan kerugian negara. Terlepas dari bagaimana vonis majelis hakim nantinya, proses perburuan aset Bank Century, di dalam maupun luar negeri, tidak boleh terhenti.
Memang, jika vonis majelis hakim Tipikor sejalan dengan tuntutan Jaksa, vonis itu tentu akan menjadi kekuatan tambahan bagi tim pemburu aset Century. Sudah barang tentu tim pemburu aset perlu berkoordinasi dengan pengadilan Tipikor Jakarta dan dengan Dubes RI di Swiss.
Namun, prosesnya mungkin tidak sederhana, karena kedubes RI di Swiss harus mencairkan kebuntuan dengan pihak berwenang di negara itu, agar kerjasama pernah dirintis sebelumnya bisa dilanjutkan. Sebagai wakil pemerintah di negara itu, wewenang Dubes RI di Swiss memburu aset Century harus dipulihkan.
FPJP untuk Bank Century itu ilegal. Maka, menghukum para pelakunya saja belum cukup. Mereka harus diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara, demi rasa keadilan rakyat. Itulah tugas pemburu aset Bank Century.
*) Dimuat di Harian Suara Merdeka, Semarang, Jawa Tengah (2/7/14)
Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas Century DPR RI/
Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
PENYELESAIAN kasus Bank Century tidak cukup dengan drama peradilan dan kesaksian para elit di pengadilan Tipikor. Kasus ini bisa dianggap tuntas jika kerugian negara sudah dikembalikan. Sayang, belum ada gambaran yang jelas mengenai kinerja Tim Pemburu Aset Bank Century.
Bahkan,tugas Tim Pemburu Aset Bank Century dikhawatirkan terbengkelai mengingat pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan demisioner pada Oktober 2014 nanti. Soalnya, kerja tim ini berpatokan pada koordinasi di antara Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung dan Menteri Sekretaris Negara. Selain mencarinya di dalam negeri, Tim di Jakarta ini harus berkoordinasi dengan duta besar RI di sejumlah negara, karena banyak aset Bank Century disembunyikan di negara lain. Pertanyaannya, di tengah kesibukan jelang berakhirnya masa bhakti para pejabat itu, mungkinkah masalah ini masih diprioritaskan?
Padahal, dalam hitungan hari, kemungkinan besar akan ada keputusan pengadilan yang berkait langsung dengan tugas Tim Pemburu Aset Bank Century itu, yakni dari perkara mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya. Dia didakwa terlibat korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Selain menuntut hukuman penjara kepada Budi Mulya, Jaksa Tipikor juga meminta Majelis Hakim Tipikor menghukum Hesham Alwarraq selaku pemilik Bank Century dengan membayar uang pengganti Rp 3,115 triliun; menghukum Robert Tantular selaku mantan Direktur Utama Bank Century membayar uang pengganti Rp 2,753 triliun, serta menghukum Bank Century (kini Bank Mutiara) membayar uang pengganti Rp 1,581 triliun.
Jika vonis pengadilan Tipikor dalam perkara Budi Mulya sejalan dengan tuntuntan itu, apakah tim bisa memberi respons yang segera? Inilah yang patut diragukan. Soalnya, bukan hanya nilai pencariannya yang besar, tetapi juga titik sebaran aset yang berada di sejumlah negara. Nilai pencarian mencapai Rp 7,4 triliun yang sebagian besar justru disembunyikan di Swiss dan Hongkong. Belum lagi aset Bank Century yang bertebaran di dalam negeri.
Di Swiss, nilai aset eks Bank Century mencapai 156 juta dolar AS (sekitar Rp 1,5 triliun), yang tercatat sebagai milik mantan Komisaris Utama Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizvi. Tersimpan di Bank Dresdner, kini LGT Bank. Karena menghadapi gugatan perdata, dana itu masuk dalam pengawasan Pengadilan Zurich
Sedangkan di Hongkong, aset Bank Century mencapai Rp 86 miliar dalam bentuk uang tunai, plus surat-surat berharga bernilai Rp 3,5 triliun. Aset itu tersimpan di sejumlah bank dalam beberapa rekening, antara lain di Standard Chartered Bank dan Ing Bank Arlington Assets Investment.
Sedangkan di dalam negeri, antara lain lahan seluas 22 hektar milik Yayasan Fatmawati di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, yang nilainya kini sekitar Rp 2 triliun. Belum lagi beberapa properti di seputar Jabodetabek.
Hingga akhir Agustus 2013, tim itu baru menyita aset senilai Rp 86 miliar. DPR dan para pemerhati kasus ini jelas sangat kecewa. Sudah menghabiskan biaya kerja miliaran rupiah, tetapi hasil yang didapat nyata-nyata tidak sepadan.
DPR sendiri sudah pesimis menyikapi cara kerja tim itu. Artinya, tidak realistis jika mengharapkan tim yang sekarang ini bisa membuahkan kinerja maksimal. Tim terbaru ini diketuai Wamenkumham Denny Indrayana dan dibentuk berdasarkan Keputusan Menkumham No.M.HH-01.PW.01.01 Tahun 2013. Namanya pun menjadi menjadi Tim Pendukung Pengembalian Aset Hasil Tindak Pidana terkait Bank Century.
Tim Baru
DPR pesimis sejak awal karena tim baru ini bukan hanya tidak produktif, melainkan sudah merusak apa yang telah dikerjakan oleh tim sebelumnya yang dipimpin oleh pejabat dari Kejaksaan Agung. Tim baru ini aneh alias tidak masuk akal. Sebab, menyebut diri tim pendukung tetapi mengklaim sebagai pusat kewenangan (central authority). Keanehan ini saja sudah memperlihatkan tidak adanya kesungguhan.
Untuk menunjukan niat baik, Presiden SBY sebaiknya membubarkan tim pendukung ini. Perburuan aset Bank Century sebaiknya diserahkan kepada sebuah tim baru, atau dikembalikan ke tim pertama yang dipimpin dan dikoordinasikan oleh Kejaksaaan Agung. Alasan utamanya, sinergi antara tim di Jakarta dan para Dubes RI sudah terbentuk dan harmonis. Kedua, koordinasinya institusional, tidak personal. Tim pendukung terkesan sangat personal karena Wamenkumham justru menjadi central authority.
Karena institusional, perubahan kepemimpinan di Kejaksaan Agung tidak akan menimbulkan perubahan signifikan dalam hal koordinasi dengan para Dubes RI di negara lain. Beda dengan Tim pendukung yang dipimpin Wamenkumham. Belum ada jaminan bahwa kepemimpinan Kemenkumham pada pemerintahan baru nanti akan dilengkapi Wamenkumham. Kalau hal ini yang terjadi, pekerjaan memburu aset bisa berantakan lagi, karena keputusan Menkumham itu terpaksa harus dibatalkan atau diubah lagi.
Seperti diketahui, sejak 2012, perburuan aset Bank Century di Swiss terperangkap ketidakpastian akibat perilaku amatiran pejabat negara. Hal ini diungkap langsung oleh Dubes RI untuk Swiss, Djoko Susilo, ketika menjawab pertanyaan Tim Pengawas (Timwas) DPR untuk kasus Bank Century. Dubes Djoko langsung menunjuk Wamenkumham sebagai sumber masalah.
Waktu itu, Djoko menuturkan, sejak pengalihan kewenangan dari Kejakgung ke Kemenkumham, tidak ada lagi sinergi antara kedubes RI di Swiss dan tim pemburu aset Bank Century. Bahkan, Kedubes RI di Swiss tidak lagi dilibatkan. Akibatnya, pihak berwenang di Swiss pun tak mau melanjutkan tahapan yang telah terbangun. Padahal bersama tim dari Kejaksaan Agung, prosesnya sudah menuju tahap penyempurnaan proposal mutual legal assistance (MLA), guna menuntaskan persoalan perdata terkait status aset Century di Swiss senilai 156 juta dolar AS itu.
Proses peradilan kasus Bank Century sudah dimulai dan akan terus berlanjut. Jaksa Tipikor, dalam perkara Budi Mulya, pun sudah menekankan urgensi mengembalikan kerugian negara. Terlepas dari bagaimana vonis majelis hakim nantinya, proses perburuan aset Bank Century, di dalam maupun luar negeri, tidak boleh terhenti.
Memang, jika vonis majelis hakim Tipikor sejalan dengan tuntutan Jaksa, vonis itu tentu akan menjadi kekuatan tambahan bagi tim pemburu aset Century. Sudah barang tentu tim pemburu aset perlu berkoordinasi dengan pengadilan Tipikor Jakarta dan dengan Dubes RI di Swiss.
Namun, prosesnya mungkin tidak sederhana, karena kedubes RI di Swiss harus mencairkan kebuntuan dengan pihak berwenang di negara itu, agar kerjasama pernah dirintis sebelumnya bisa dilanjutkan. Sebagai wakil pemerintah di negara itu, wewenang Dubes RI di Swiss memburu aset Century harus dipulihkan.
FPJP untuk Bank Century itu ilegal. Maka, menghukum para pelakunya saja belum cukup. Mereka harus diwajibkan membayar ganti rugi kepada negara, demi rasa keadilan rakyat. Itulah tugas pemburu aset Bank Century.
*) Dimuat di Harian Suara Merdeka, Semarang, Jawa Tengah (2/7/14)
Sent from my BlackBerry® via Smartfren EVDO Network
Tidak ada komentar:
Posting Komentar