Pengakuan
Wisconsin dari Greg untuk Masa Depan Inuki
Senin, 23 Juni 2014
Kita tentu akan terus ingat
pelajaran sekolah mengenai “benda” yang hanya terdiri atas tiga jenis: benda
padat, benda cair, dan benda gas. Contoh perubahan bentuk benda pun kita masih
ingat. Contohnya air: didinginkan menjadi benda padat (es), dipanaskan jadi
benda gas (uap), dibiarkan tetap jadi benda cair (air).
Belakangan
ahli fisika menemukan jenis benda yang tidak masuk padat, cair, atau gas.
Namanya: plasma.
Ahli
fisika juga yang menemukan hal paling baru ini: D3 dan H2O yang diproses
melalui fusi plasma menghasilkan neutron. Inilah penemuan terbaru yang semula
diperkirakan baru terjadi tahun 2050: untuk memproduksi neutron tidak perlu
lagi proses di reaktor nuklir.
Saya
mendapat kesempatan untuk melihat penemuan baru berupa generator neutron itu
Rabu lalu. Lokasinya di Madison, Wisconsin, hanya lima menit dari kampus
Universitas Wisconsin yang terkenal itu. Tentu saya ke situ bersama Dirut PT
Industri Nuklir Indonesia (Inuki) Dr Yudiutomo Imardjoko, Dirut PT Bahana
(Persero) Dwina S. Wijaya, Dirut PT IPTN North America (INA) Gautama Indra
Djaja, dan Konsul RI di Chicago Andriana Supandy.
Generator
neutron itu memang benar-benar baru. Baru jadi. Namun sudah dicoba dan terbukti
berhasil memproduksi neutron. Alat inilah yang akan diboyong ke pabrik yang
bakal dibangun bersama oleh Shine Corporation dan PT Inuki (Persero).
Sehari
sebelumnya, di Washington DC, Yudi dan Gregory Pefier (CEO Shine yang juga
penemu generator neutron itu) menandatangani MoU kerja sama tersebut. Upacara
dilakukan di gedung Kedutaan Besar Indonesia. Dubes kita Budi Bowoleksono
menjadi tuan rumahnya.
Sambutan
Greg begitu melegakan saya. Isi sambutannya berupa pengakuan akan kemampuan dan
kapasitas orang-orang kita di bidang ini. Dia menyebutkan, kerja sama Amerika
Serikat (AS)-Indonesia ini benar-benar didasarkan pada keunggulan masing-masing
partner. Ini tentu membanggakan. Sebuah kerja sama yang dasarnya saling
memerlukan.
Shine
memang sudah mampu memproduksi neutron dengan penemuannya itu. Namun, Shine
memerlukan Inuki untuk bisa membuat neutron tersebut menjadi isotop. Shine
memang mencoba juga untuk membuat isotop dari neutronnya itu, namun sampai
sekarang belum berhasil. Greg juga menunjukkan kepada saya alat-alat uji coba
yang belum bisa menghasilkan isotop tersebut.
Isotop
adalah cairan yang sangat diperlukan para dokter, yakni untuk mendeteksi kanker
dalam tubuh pasien. Cairan isotop itulah yang dimasukkan dalam tubuh saat
seorang pasien menjalani MRI (pencitraan resonansi magnetik). Dari cairan itu
akan diketahui apakah ada kanker atau penyakit lain di dalam tubuh pasien.
Selama
ini sudah banyak negara yang mampu membuat isotop. Yakni dengan cara
“menabrakkan” neutron dengan uranium, dengan cara-cara tertentu. Tapi, yang
memprosesnya dengan metode low-enrichment, baru Inuki yang mampu melakukannya.
Negara-negara lain masih menggunakan metode high-enrichment.
Padahal,
high-enrichment itu akan dilarang. Mengapa” “Karena punya potensi untuk menjadi
senjata nuklir,” ujar Yudiutomo, lulusan Fakultas Teknik Nuklir Universitas
Gadjah Mada yang meraih doktor nuklir di AS.
Yudi
adalah penemu metode low-enrichment. Cara ini tidak memungkinkan bisa
menghasilkan senjata nuklir. Yudi menjadi sangat terkenal di masyarakat nuklir
dunia karena penemuannya itu. Dia juga terkenal karena penemuan lainnya dalam
sistem penyimpanan sampah nuklir.
Penemuan-penemuan
itulah yang membuat perusahaan AS seperti Shine ini memilih Inuki sebagai
partner strategisnya. Apalagi, seperti dikatakan Greg dalam sambutannya, Kanada
akan menutup reaktor nuklirnya pada akhir 2016. Reaktor itu dianggap sudah
sangat tua. Akibatnya, Kanada tidak akan bisa lagi memasok isotop untuk rumah
sakit di Amerika. Padahal, keperluan isotop di AS begitu besar.
Realisasi
kerja sama Shine-Inuki ini sangat ditunggu. “Pemerintah AS mengamati dari dekat
kerja sama ini dan memberikan dukungan yang kuat,” ujar James L Connaughton,
penasihat Shine yang juga executive vice president C3 Energy.
Karena
itu, proyek pertama kerja sama tersebut akan dibangun di AS. Proyek keduanya
nanti di Indonesia. Shine juga setuju proyek-proyek selanjutnya di negara lain
di seluruh dunia akan tetap ditangani berdua.
Isotop
memang harus diproduksi di dekat penggunanya. Ia tidak bisa dikirim dari lokasi
yang jauh karena kemampuan radiasi isotop akan habis “menguap” dalam waktu
beberapa jam saja.
Di
Indonesia, bagi Inuki, bisnis isotop memang tidak mudah. Apalagi, itu menjadi
satu-satunya bisnisnya. Kalau tidak ada pengembangan seperti kerja sama dengan
Shine ini, kondisinya akan terus menjadi perusahaan kecil seperti sekarang.
Bahkan akan menjadi lebih sulit karena Inuki sangat bergantung pada reaktor
yang ada sekarang.
Bagi
Inuki, kerja sama ini seperti sebuah pilihan yang mutlak: berbuat atau mati.
Janganlah terus dalam kondisi sulit seperti sekarang ini. Sayang kalau
kehebatan SDM-nya terbatasi oleh lingkup usaha yang amat terbatas dan amat
kecil itu.
Karena
itu, saya minta tim Inuki-Bahana-INA bertahan dua hari di Madison meneruskan
diskusi-diskusi sampai detail dengan Greg dan timnya. Saya sendiri segera ke
Milwaukee untuk ke Maroko dan Aljazair via New York.
Saya
mengincar sesuatu yang jauh dari isotop: energi! Tahap berikut dari pemanfaatan
neutron itu adalah untuk tenaga listrik. Inilah kebutuhan kita yang sangat
nyata saat ini dan masa depan. Meski mungkin tidak sempat menangani sendiri
realisasi proyek ini, semua pihak tentu sudah menyadari urgensi dan strategisnya
persoalan ini. (*)
Dahlan
Iskan, Menteri BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar