Zakat Fitrah di Kampung atau
di Tempat Kerja?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Pak Ustadz, saya bekerja di
Jakarta sejak tahun 2005 lalu dan sekarang tinggal di Depok bersama keluarga.
Setiap akhir Ramadhan saya rutin pulang ke kampung halaman saya di Probolinggo,
Jawa Timur. Yang ingin saya tanyakan apakah zakat fitrah saya nanti lebih baik
disalurkan di Depok (mengingat saya setiap hari tinggal di sana dan di sana
juga banyak masyarakat yang berhak menjadi mustahiq zakat), atau lebih baik
saya sampaikan zakat fitrah untuk saya dan anak istri saya di Probolinggo?
Syukron atas jawabannya.
(Sobirin M.)
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa hukum zakat fitrah itu adalah wajib. Salah satu hadits yang menjadi dasarnya adalah hadits berikut ini:
عَنِ
اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا
مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى,
وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى
قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Dari Ibnu ‘Umar ra ia berkata, Rasulullah
saw mewajibkan zakat fithr satu sha` dari kurma atau satu sha` dari gandum baik
kepada budak, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa
dari kalangan orang muslim. Dan Rasulullah saw memerintah zakat tersebut
ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk menunaikan sahalat ‘id."
(Muttafaq ‘alaih)”.
Kewajiban menunaikan zakat fitrah harus memenuhi tiga syarat. Yaitu, Islam, terbenamnya matahari pada akhir puasa Ramadlan (meskipun hukumnya boleh disalurkan di bulan Ramadhan), dan adanya kelebihan makanan pokok baginya dan keluarganya pada hari itu (malam idul fitri).
Sedang mengenai penyaluran zakat menurut mayoritas ulama berpendapat harus diberikan di tempat kita tinggal dan tempat mencari nafkah. Namun menurut madzhab Hanafi boleh zakat tersebut disalurkan ke daerah lain.
وُجِدَتِ
الْأَصْنَافُ أَوْ بَعْضُهُمْ بِمَحَلٍّ وَجَبَ الدَّفْعُ إِلَيْهِمْ ، كَبُرَتِ
الْبَلْدَةُ أَوْ صَغُرَتْ وَحَرُمَ النَّقْلُ ، وَلَمْ يُجِزْهُ عَنِ الزَّكَاةِ
إِلَّا عَلَى مَذْهَبِ أَبِي حَنِيفَةَ القَائِلِ بِجَوَازِهِ ، وَاخْتَارَهُ
كَثِيرُونَ مِنَ الْأَصْحَابِ، خُصُوصاً إِنْ كَانَ لِقَرِيبٍ أَوْ صَدِيقٍ أَوْ
ذِيْ فَضْلٍ وَقَالُوا : يَسْقُطُ بِهِ الْفَرْضُ ، فَإِذَا نُقِلَ مَعَ
التَّقْلِيدِ جَازَ وَعَلَيْهِ عَمَلُنَا وَغَيْرُنَا وَلِذَلِكَ أَدِلَّةٌ اهـ
“Jika didapati golongan penerima zakat atau
sebagiannya di suatu wilayah maka wajib memberikan zakat kepada mereka baik
wilayah itu luas maupun kecil, dan haram memindahkan zakat ke tempat lain dan
tidak diperbolehkan kecuali oleh madzhab hanafi yang berpendapat atas
kebolehannya. Pendapat madzhab Hanafi kemudian dipilih oleh banyak ulama
(ashab) dari kita khususnya ketika penyalurannya diberikan kepada keluarga
dekat, teman atau orang yang memiliki keutamaan. Dan mereka berkata, dengan
model seperti itu gugurlah kewajiban zakatnya. Dengan demikian ketika zakat itu
didistribusikan ke keluar daerah disertai mengikuti aturan yang terdapat dalam
madzhab Hanafi itu diperbolehkan. Inilah yang menjadi dasar kami dan selain
kami dalam mempraktikkannya. Karena terdapat beberapa alasan”. (Abdurrahman
Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 217)
Pandangan madzhab Hanafi yang memperbolehkan pemindahan distribusi zakat ke daerah lain itu juga dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili:
قَالَ الْحَنَفِيَّةُ يُكْرَهُ تَنْزِيهاً نَقْلُ الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ آخَرَ إِلَّا أَنْ يَنْقُلَهَا إِلَى قَرَابَتِهِ الْمَحَاوِيجِ لِيَسُدَّ حَاجَتَهُمْ، أَوْ إِلَى قَوْمٍ هُمْ أَحْوَجُ إِلَيْهَا أَوْ أَصْلَحُ أَوْ أَوْرَعُ أَوْ أَنْفَعُ لِلْمُسْلِمِينَ، أَوْ مِنْ دَارِ الْحَرْبِ إِلَى دَارِ الْإِسْلَامِ، أَوْ إِلَى طَالِبِ عِلْمٍ، أَوْ إِلَى الزُّهَّادِ، أَوْ كَانَتْ مُعَجَّلَةً قَبْلَ تَمَامِ الْحَوْلِ، فَلَا يُكْرَهُ نَقْلُهَا. وَلَوْ نَقَلَهَا لِغَيْرِ هَذِه الْأَحْوَالِ جَازَ؛ لِأَنَّ الْمَصْرَفَ مُطْلَقُ الْفُقَرَاءِ
“Madzhab Hanafi berpendapat, memindahkan
distribusi zakat dari satu wilayah ke wilayah lain hukumnya makruh tahzih
(boleh), kecuali pemindahan tersebut diberikan kepada keluarga dekatnya yang
membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ke suatu kaum yang paling
membutuhkannya, yang lebih baik, yang lebih wirai, yang lebih bermanfaat buat
kalang muslim, atau dari dar al-harb (wilayah perang) ke dar al-islam, kalangan
penuntut ilmu, orang-orang yang zuhud, atau zakat tersebut disegerakan
penunaiannya sebelum masa haul tiba. Dalam konteks ini maka tidak makruh untuk
memindahkan distribusi zakat ke wilayah lain. Dan seandainya pemindahan zakat
tersebut bukan dalam konteks ini maka boleh karena penerima zakat adalah
orang-orang faqir secara mutlak”. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-3, 1409 H/1989 M, juz, 2, h. 892)
Penjelasan singkat ini jika ditarik dalam konteks pertanyaan di atas maka dapat dipahami bahwa pada dasarnya pemindahan distribusi zakat fitrah dari tempat tinggal sekaligus tempat mencari nafkah tidak diperbolehkan. Jadi lebih baik disalurkan di tempat tinggal dan tempat bekerja, atau sebelum mudik atau pulang kampung.
Tetapi hal ini diperbolehkan dalam pandangan madzhab Hanafi dengan catatan zakat fitrah diberikan kepada orang-orang dengan kriteria yang telah dijelaskan dalam madzhab Hanafi, atau zakat fitrah itu diberikan sebelum jatuh temponya (haul). Dan jika demikian maka pemindahan distribusi zakat tersebut ke daerah lain dihukumi makruh tanzih atau boleh-boleh saja.
Namun pendapat madzhab Hanafi ini dapat diamalkan sepanjang kita mengikuti aturan main yang terdapat dalam madzhab Hanafi. Seperti misalnya zakat fitrah diberikan kepada kerabat kita di kampung yang membutuhkan atau orang-orang yang lebih membutuhkan. Jadi yang menjadi pertimbangan dalam hal kebolehan pemindahan distribusi zakat ke daerah lain adalah kemaslahatan atau kemanfaatan.
Demikian jawaban dapat kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat. Dan sebelum memutuskan untuk memindahkan zakat fitrah ke kampung halaman maka sebaiknya mempertimbangkan aspek kemaslahatannya. []
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar