Orientasi
Kemaslahatan Demokrasi
Oleh: M
Hasan Mutawakkil Alallah
POSISI
pemimpin sangat penting bagi kehidupan sebuah bangsa. Dampaknya akan sangat
memengaruhi perjalanan bangsa yang dipimpinnya. Atas dasar itu, Islam memandang
pemimpin tidak hanya sebatas persoalan duniawi, tetapi juga ukhrowi. Dalam
hadis Nabi dijelaskan, satu di antara tujuh figur yang kelak pada Hari Akhir
mendapat perlindungan ilahi adalah pemimpin yang adil.
Kebijakan
seorang pemimpin memang sangat berkaitan langsung dengan nilai kemaslahatan.
Dalam tradisi pesantren, al-faqir selalu ingat kepada kaidah terkenal berikut
ini, tasharruful imamu ‘alarra’iyyah manuthun bil mashlahah al’ammah.
Terjemahannya kira-kira, perlakuan pemimpin kepada rakyatnya seharusnya
didasarkan pada kemaslahatan bersama.
Sederhananya,
kemaslahatan berarti kebajikan atau kebaikan yang bisa dirasakan
sebanyak-banyaknya orang yang dipimpin. Karena itu, pemimpin dan kemaslahatan
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Jika dipisahkan, pemimpin akan kehilangan
fungsi utamanya. Keberadaannya tidak memberikan manfaat apa pun kepada
orang-orang di bawah kepemimpinannya.
Berbagai
sistem untuk menentukan pemimpin sudah banyak dikenal selama ini. Salah satunya
demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemimpin ditentukan melalui mekanisme
pemilihan yang melibatkan setiap individu warga masyarakat. Masyarakat diberi
kesempatan untuk menggunakan haknya guna ikut menentukan siapakah pemimpin yang
mereka inginkan.
Pemilihan
Umum Presiden pada 9 Juli 2014 ini merupakan salah satu contoh praktik
demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat di negeri ini untuk
menentukan pemimpin untuk lima tahun ke depan. Semua warga yang memiliki hak
suara diberi kesempatan yang setara untuk memberikan suara dan menyalurkan
aspirasi politiknya melalui pemilihan langsung.
Kita
semua patut bersyukur terhadap perkembangan tersebut. Ada perbaikan dalam
proses penentuan presiden sebagai pemimpin tertinggi di negeri tercinta ini. Kita
masih ingat, pada masa Orde Baru, rakyat tidak diberi kesempatan setara untuk
menentukan presiden. Saat itu presiden hanya ditentukan melalui mekanisme
pemilihan di parlemen. Siapa yang bisa menguasai perlemen, dialah yang memiliki
kesempatan terbesar untuk memenangi pemilihan presiden.
Artinya,
dari sisi prosedur, perkembangan demokrasi kita sudah menuju ke arah yang lebih
baik jika dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Partisipasi warga dihitung
untuk menjadi penentu akhir kemenangan atau kekalahan. Kondisi tersebut sangat
berbeda dengan masa sebelumnya yang lebih mendasarkan pada mekanisme perwakilan
rakyat di parlemen. Padahal, sangat sering terjadi, mekanisme perwakilan itu
justru tidak mencerminkan aspirasi warga yang diwakili.
Melihat
kenyataan tersebut, rasa syukur kita tidak boleh berhenti pada prestasi yang
dipertunjukkan demokrasi prosedural ini. Kita memang mensyukuri bahwa setiap
suara yang diberikan warga dipakai sebagai penentu kemenangan dan kekalahan
calon pemimpin bangsa ini. Suara mereka semua ikut menentukan pemimpin mereka.
Namun,
kita semua patut bertanya, untuk apa demokrasi prosedural tersebut? Apa
pentingnya bagi perbaikan kehidupan masyarakat? Karena itu, yang perlu didorong
sekarang, dari prestasi demokrasi prosedural tersebut, kita bersama-sama bisa
berlari cepat menuju demokrasi substansial.
Apa yang
al-faqir uraikan sebelumnya melalui konsep kemaslahatan umum pemimpin itu
sebetulnya merupakan isi utama uraian tentang demokrasi substansial tersebut.
Demokrasi prosedural tidak boleh dijadikan tujuan. Demokrasi prosedural hanya
menjadi alat untuk meningkatkan partisipasi warga dalam proses penting yang
berhubungan dengan penentuan kehidupan bersama.
Orientasi
kemaslahatan harus menjadi proses berikutnya dari prestasi kita bersama dalam
memantapkan demokrasi prosedural. Proses-proses demokrasi kita patut dijalankan
demi kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Aspirasi
yang sudah diberikan warga dalam pemilu patut direspons pemimpin yang lahir dari
proses demokrasi ini melalui program peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan
rakyat secara bersama.
Itulah
pekerjaan rumah pemimpin yang lahir dari proses demokrasi, di antaranya melalui
pilpres kali ini. Dipilihnya yang bersangkutan oleh rakyat merupakan amanah
yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan mereka seadil-adilnya.
Kemakmuran
dan kesejahteraan tersebut memiliki arti luas. Kesejahteraan ekonomi dan
kemakmuran material hanyalah salah satu arti yang sangat luas itu. Pemimpin
memang tidak boleh meremehkan pentingnya kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran
material rakyatnya.
Orang
biasa berkata, buat apa demokrasi kalau ternyata kehidupan rakyat tetap miskin
dan tidak ada perbaikan. Itulah tantangan demokrasi. Karena itu, pemimpin yang
lahir dari proses demokrasi, menurut al-faqir, sebaiknya segera berpikir keras
untuk menjadikan amanah yang diperolehnya sebagai kesempatan untuk mengabdi
kepada rakyat melalui program pengembangan kesejahteraan ekonomi dan kemakmuran
material mereka.
Di pundak
pemimpin yang dimaksud, ada tanggung jawab besar untuk meyakinkan rakyat bahwa
demokrasi adalah untuk kepentingan perbaikan kualitas kehidupan mereka. Kalau
pemimpin tidak mampu menjalankan amanah penciptaan kesejahteraan ekonomi dan
kemakmuran rakyat secara merata serta berkeadilan, rakyat kemudian bisa saja
menyangsikan manfaat demokrasi. Mereka bisa mengidolakan kembali masa-masa
sebelum berkembangnya demokrasi. Itulah yang menjelaskan munculnya poster dan selebaran
belakangan ini seperti piye kabare, enak jamanku to?.
Pemimpin
yang ditentukan melalui pilpres kali ini juga sebaiknya berpikir keras guna
menjadikan amanah yang diperolehnya untuk perbaikan kualitas kehidupan
nonmaterial kita bersama. Pengembangan nilai-nilai luhur yang lama menjadi ciri
khas kita sebagai sebuah bangsa seharusnya mendapat perhatian khusus.
Sesungguhnya,
al-faqir sangat prihatin terhadap perilaku di antara kita yang sudah kehilangan
akhlak mulia saat menjalani proses demokrasi, khususnya menuju pilpres kali
ini. Untuk memenuhi kehendak memenangi pertarungan pilpres, tidak sedikit di
antara kita yang rela melakukan praktik dan tindakan tidak terpuji. Saya
al-faqir mengelus dada saat melihat, mendengar, dan membaca banyaknya black
campaign satu pihak atas pihak yang lain. Bahkan, praktik black campaign itu
sudah sangat mengkhawatirkan karena tidak saja menyerang visi-misi yang akan
dijalankan sasarannya secara membabi buta, melainkan hingga sampai praktik
mengafirkan.
Semoga
kita semua segera diberi petunjuk kepada jalan yang benar. Siapa pun yang
terpilih melalui pilpres kali ini bertanggung jawab memperbaiki kualitas
kehidupan bangsa ini dalam arti yang luas. []
JAWA POS,
08 Juli 2014
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua
Tanfidziyah PW NU Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar