Dua Rukun Puasa
Pada hakikatnya puasa dapat dikategorikan
sebagau ibadah yang sederhana. Dikatakan demikian kaena rukun yang harus
dipenuhi dalam ibadah ini hanya dua hal; pertama niat dan kedua menghindar dari
hal-hal yang membatalkan puasa.Banyak orang beranggapan bahwa niat hanyalah
formalitas yang menentukan sah tidaknya sebuah ibadah. Memang anggapan itu ada
benarnya, karena memang sah tidaknya sebuah amal tergantung niat. Akan tetapi niat
itu tidak sekedar formalitas, karena niatlah yang menentukan arah ibadah kita.
Bukankah kalimat lillahi ta’ala, merupakan kode kepasrahan seorang hamba
kepada-Nya?
Dalam konteks puasa Ramadhan, niat merupakan
ibadah yang diucapkan dalam hati dengan persyaratan dilakukan pada malam hari
dan wajib menjelaskan kefarduannya didalam niat tersebut, contoh; saya berniat
untuk melakukan puasa fardlu bulan Ramadhan, atau lengkapnya dalam bahsa Arab,
sebagai berikut:
نـَوَيْتُ
صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا َدَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانِ هـَذِهِ السَّـنـَةِ
لِلـّهِ تـَعَالىَ
Saya niat mengerjakan ibadah puasa untuk
menunaikan keajiban bulan Ramadhan pada tahun ini, karena Allah s.w.t, semata.
Sedangkan dalil yang menjelaskan niat puasa
Ramadhan dilakukan pada malam hari adalah sabda Nabi Muhammad s.a.w, sebagai
berikut:
مَنْ
لَمْ يَجْمَعِ الصِّيَامَ قَبْلَ اْلفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Siapa yang tidak membulatkan niat mengerjakan
puasa sebelum waktu fajar, maka ia tidak berpuasa. (Hadits Shahih riwayat Abu
Daud: 2098, al-Tirmidz: 662, dan al-Nasa’i:2293).
Pada hakikatnya niat harus berbarengan dengan
pekerjaan pertama dalam sebuah ibadah. Sebagaimana niat wudhu yang harus
dibarengkan dengan membasuh muka, niat shalat dibarengakan dengan takbiratul
iharam, maka begitu pula puasa seharusnya dibarengkan dengan waktu terbitnya
fajar. Namun karena membarengkan niat puasa dengan awal fajar sangatlah susah,
maka niat puasa boleh dimulai semenjak malam harinya. Karena jika sampai niat
itu baru dinyatakan setelah terbitnya fajar, maka puasa dianggap tidak sah.
Kecuali puasa sunnah, maka niat setelah fajar, bahkan di pagi haripun boleh.
Adapun dalil yang menjelaskan waktu
mengucapkan niat untuk puasa sunnah, bisa dilakukan setelah terbit fajar,
yaitu:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَلَّيَّ رَسُولُ اللهِ صَلِّي اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقُلْنَا لَا
فَقَالَ: فَاِنِّي اِذًنْ صَائِمٌ. ثُمَّ اَتَانَا يَوْمًا اَخَرَ، فَقُلْنَا:
يَارَسُوْلَ اللهِ اُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ فَقَالَ: اَرِيْنِيْهِ فَلَقَدْ
اَصْبَحْتُ صَائِمًا فَاَكَلَ
Dari Aisyah r.a, ia menuturkan, suatu hari
Nabi s.a.w, dating kepadaku dan bertanya, “apakah kamu punya sesuatu untuk
dimakan?”. Aku menjawab, “Tidak”. Maka Belaiu bersabda, “hari ini aku puasa”.
Kemudian pada hari yang lain Beliau dating lagi kepadaku, lalu aku katakana
kepadanya, “wahai Rasulullah, kami diberi hadiah makanan (haisun)”. Maka
dijawab Rasulullah, “tunjukkan makanan itu padaku, sesungguhnya sejak pagi aku
sudah berpuasa” lalu Beliau memekannya. (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 1952,
Abu Daud: 2099, al-Tirmidzi; 666, al-Nasa’i:2283, dan Ahmad:24549).
Adapun rukun yang kedua adalah adalah menahan
diri dari segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa, dan untuk detailnya
apa-apa yang membatalkan puasa akan dijelaskan pada tulisan selanjutnya tentang
sesuatu yang membatalkan puasa.
...فَاْلئَنَ
باَشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا
حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلاَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلاَسْوَدِ مِنَ
اْلفَجْرِ ثُمَّ اَتِّمُوْا الصِّيَامَ اِلَى اللَّيْلِ...
“…maka sekarang campurilah, dan carilah apa
yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu, serta makan dan minumlah sampai waktu
fajar tiba dengan dapat membedakan antara benang putih dan hitam. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai waktu malam tiba...(QS. al-Baqarah, 2: 187). []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar