KHUTBAH JUMAT
Saat Hati Nabi Dibedah Malaikat Jelang Isra'
Mi'raj
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لله الَّذِيْ هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ
هَدَانَا لله. اَلْحَمْدُ لله الذى مُقَلِّبِ الْقُلُوْبِ، وَعَلاَّمِ
الْغُيُوْبِ، وَقَابِلِ التَّوْبَةِ مِمَّنْ يَتُوْبُ، شَدِيْدِ الْعِقَابِ عِنْدَ
قَسْوَةِ الْقُلُوْبِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ
لَهُ، أَمَرَ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ، وَنَهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
كَانَ يُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ: يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا
عَلَى طَاعَتِكَ. صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلَى أله وَصَحْبِهِ مَنِ اهْتَدَى
بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. يَاأَيُّهاَ
الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم
مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً
كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ
إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا
الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا
بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ الله وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه و سلم وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي
النَّارِ. أَيَّهُا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بتقوالله وقد
فازالمتقون
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Pertama-tama marilah kita bersama
meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sesungguh
hati tanpa basa-basi. Karena kesungguhan dalam bertakwa akan berimplikasi dalam
sikap laku taat terhadap syariat dan menghindar dari maksiat. Sesungguhnya
syariat bawaan rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran
mutlak yang tidak bisa diragukan lagi. Shalat, zakat, puasa, dan haji merupakan
di antara bukti formal ketaatan seseorang dalam berislam.
Hadirin jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Di
dalamnya terkandung banyak makna yang datang dari Allah subhanahu wata’ala
sebagai anugerah istimewa bagi Rasul tercinta-Nya, Muhammad shalallallahu
‘alaihi wasallam. Allah memperjalankan Nabi secara fisik-spiritual pada suatu
malam yang di kemudian hari dikenal dalam sejarah umat manusia sebagai isra'
mi'raj. Dalam waktu yang terbatas, khutbah ini hanya ingin mengupas satu
kejadian saja dari rangkaian isra’ mi’raj Rasulullah.
Seperti telah masyhur diceritakan bahwa di
antara kejadian istimewa yang terjadi pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sebelum perjalanan mi’raj dimulai adalah pembedahan hati oleh malaikat
Jibril dan Mikail ‘alaihimassalam untuk selanjutnya dicuci dengan air zam-zam
tiga kali dan diisinya hati mulia itu dengan hikmah dan iman. Proses pembedahan
pada bagian awal dilakukan sebelum memasuki inti cerita perjalanan dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, untuk selanjutnya diteruskan hingga Shidratil
Muntaha.
Inilah yang menjadi fokus khutbah kali ini.
Mengapa hati yang dibedah dan dibersihkan? Kenapa bukan usus atau ginjal yang
mempunyai peran penting dalam metabolisme tubuh—yang secara bilogis lebih kotor
dan selalu bersinggungan dengan makanan? Atau alat pencuci anggota tubuh
lainnya yang menjadi jalur kotoran bagi manusia? Dan mengapa pula pembedahan
ini dilakukan sebelum perjalanan—kenapa tidak setelah perjalanan usai atau di
tengah perjalanan?
Jamaah Jumat yang berbahagia,
Sesungguhnya dalam kejadian ini terdapat
hikmah yang sangat dalam. Semakin tinggi kadar kepandaian spiritual seorang
manusia, akan makin dalam ia memaknai sebuah hikmah. Namun, sebagai seorang
yang minim pengetahuan khatib hanya dapat mengingatkan beberapa hal di balik
kejadian tersebut yang mungkin telah banyak dipahami tetapi sering dilupakan
dan diabaikan.
Pertama, hati adalah hal terpenting dalam
diri manusia. Hati sebagai pusat “metabolisme” keimanan dan ketakwaan. Bagaikan
pilot, hati mengarahkan kehidupan spiritual manusia, dan kualitas spiritual itu
secara langsung turut menentukan dan mempengaruhi laku sosial seseorang. Karena
itu sebuah hadits yang masyhur tentang hati perlu saya tegaskan di sini:
إن
في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، و إذا فسدت فسد الجسد كله ألا و هي القلب (
متفق عليه)
“Sesungguhnya di dalam tubuh seseorang
terdapat segumpal daging, apabaila gumpalan itu baik, maka baiklah seluruh
tubuh itu. Namun jika gumpalan itu jelek, maka rusaklah seluruh tubuh itu.
Ingatlah gumpalan itu adalah hati” (hadits ini disepakati kesahihannya oleh
semua ahli hadits).
Tampaklah betapa pentingnya posisi hati bagi
tubuh dan diri manusia. Betapa hati menjadi satu-satunya perkara yang
menentukan tubuh dan diri manusia. Sebuah pribahasa Arab mengatakan:
القَلْبُ
مَلِكٌ، وَالأَعْضَاءُ جَنُودُهُ؛ فَإِذَا صَلُحَ القَلْبُ، صَلُحَتْ
الرَّعِيَّةُ، وَإِذَا فَسَدَ، فَسَدَتْ.
“Hati bagaikan raja, dan bala tentaranya
adalah anggota tubuh manusia. Jikalau baik sang hati, maka baiklah rakyatnya.
Namun jika rusak sang hati rusaklah segalanya.”
Dengan demikian, apa yang terjadi pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah simbol bagi umatnya, bahwa hati
adalah perkara yang paling penting untuk dirawat mengalahkan berbagai anggota
lainnya. Menyehatkan hati dan meriasnya jauh lebih penting daripada merias
wajah, bersolek tubuh, bahkan lebih penting daripada mengasah otak.
Inilah yang sering kita lupakan. Hati kerap
tidak lagi menjadi panglima dalam kehidupan ini. Sejak lama kedudukannya telah
digantikan oleh otak yang mengandalkan logika dan rasio. Padahal, berbagai
pertimbangan keadilan dan kebenaran sumbernya adalah hati, bukan otak. Karena
itu tidak salah apa yang diungkapkan oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya'
Ulumuddin:
اِسْتَفْتِ
قَلْبَكَ وَلَوْأَفْتَوْكَ وَأَفْتُوْكَ وَأَفْتُوْكَ
“Mintalah petunjuk pada hati (kecil)-mu,
walaupun mereka (orang-orang) memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka
memberikan petunjuk padamu, walaupun mereka memberikan petunjuk padamu.”
Dengan demikian, jikalau hendak memutuskan
sebuah keadilan maka pertama kali bertanyalah kepada hati kecil, jangan
bertanya dulu kepada bukti yang ada di TKP. Karena semua itu bisa dipalsukan
oleh otak dan logika. Hati membawa kita kepada kebaikan universal, sedangkan
otak hanya akan mengantarkan kita kepada kebaikan parsial, kebaikan yang telah
tercampur dengan berbagai kepentingan.
Ma'asyiral muslimin rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah seorang yang ma'shum, terjaga dari salah dan dosa, meski tanpa dibedah
dan dicuci hatinya oleh malaikat. Lantas, bagaimanakah dengan kita? Bagaimana
merawat hati kita dan menghiasinya agar tetap jernih dan mampu menjadi pelita
bagi diri dan tubuh ini?
Agar selalu terawat hindarkanlah hati kita
dari empat perkara riya', ujub, takabur, serta hasad. Riya' adalah pamer. Riya
menurut Imam al-Ghazali adalah mencari kedudukan di hati manusia dengan cara
melakukan ibadah dan amal. Dengan kata lain, riya' selalu saja mengajak manusia
untuk mencari modus dalam setiap kelakuan dan amalnya.
Kedua, 'ujub. Menurut Imam al-Ghazali, ujub
adalah sifat merasa diri serba berkecukupan dan berbangga hati atas nikmat yang
ada, dan lupa jika kelak akan sirna. Ujub merupakan induk dari sifat takabur.
Bedanya: takabur berdampak pada pihak yang ditakaburi, sedangkan ujub terbatas
pada diri pelaku sendiri.
Ketiga, takabur. Takabur adalah merasa
dirinya lebih sempurna dari yang lainnya. Kesombongan adalah kemaksiatan
pertama yang dilakukan oleh makhluk-Nya, yakni Iblis, kepada Allah subhanahu
wata’ala. Karena kesombongannya, Iblis dilaknat dan diturunkan dari surga.
“Turunlah engkau dari surga karena engkau menyombongkan diri didalamnya, maka
keluarlah, sesungguhnya engkau termasuk orang orang yang hina" (QS
Al-A'raf: 13).
Keempat adalah hasad atau dengki. Untuk
menjelaskan hal ini cukuplah kita cermati petikan seorang sufi dalam kitab
Risalah Qusyairiyah: "Orang dengki adalah orang yang tak beriman sebab dia
tidak merasa puas dengan takdir Allah." Sementara ulama yang lain
berpendapat, orang yang dengki adalah orang yang selalu ingkar karena tidak
rela orang lain mendapatkan kenikmatan. Indikasi dari sifat dengki adalah
menipu apabila di hadapan orang lain, mengumpat apabila orang lain itu pergi,
dan mencaci maki apabila musuh tak kujung tiba pada orang itu."
Mengenai pendalaman keempat penyakit ini,
kiranya kita sudah bisa meraba diri masing-masing. Selaku khatib saya hanya
bisa mengingatkan, saya merasa belum pantas untuk memberikan nasihat. Namun
yang jelas, biasanya keempat penyakit tersebut saling terkait antara satu dan
lainnya. Sehingga apabila mengidap salah satu penyakit hati ini maka umumnya
seseorang juga mengidap yang lainnya.
Para hadirin jamaah Jumat yang mulia,
Lantas bagaimana cara menghiasai hati? Imam
al-Ghazali berpesan dalam kitab Mizanul Amal, bahwa hendaknya hati dihias
dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah (kebijaksanaan), kesederhanaan
('iffah), keberanian (syaja'ah), dan keadilan ('adalah). Beliau menjelaskan
bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah menzaliminya adalah kesabaran dan
keberanian (syaja'ah) yang sempurna. Kesempurnaan 'iffah terlihat dengan
kemauan untuk tetap memberi pada orang yang terus berbuat kikir terhadapnya.
Sedangkan kesediaan untuk tetap menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah
memutuskan tali persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang sempurna.
Demikianlah semoga kita semua dapat menarik
hikmah dari bulan Rajab ini. Mengapa Allah memerintahkan Malaikat Jibril dan
Mikali membedah dada dan mencuci hati Rasulullah? Bukan karena di hati
Rasulullah terdapat kotoran. Bukan, karena beliau berstatus ma'shum alias
terjaga dari dosa. Namun, semua itu adalah perlambang bagi kita selaku umatnya.
Bahwa membersihkan, merawat, dan menghias hati adalah pekerjaan utama yang
harus didahulukan dari lainnya. Seperti halnya Allah subhanahu wata’ala
mendahulukan pembedahan dan pencucian hari Rasulullah sebelum melakukan
perjalanan isra’ mi’raj.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ
وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar