KHUTBAH JUMAT
Bulan Rajab dan Kualitas Shalat
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ
مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا
جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا
وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا
حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ
كِتَابِهِ: حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا
لِلَّهِ قَانِتِينَ ﴿البقرة: ٢٣٨﴾
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Mengawali khutbah yang singkat ini, khatib
berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk
senantiasa berusaha meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah
subhanahu wa ta’ala dengan menjalankan semua kewajiban dan menjauhkan diri dari
segala yang dilarang dan diharamkan.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Di setiap bulan Rajab, kita selalu diingatkan
oleh guru-guru kita, para kiai kita, bahwa pada saat Mi’raj, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima perintah shalat lima waktu. Begitu
istimewanya shalat, sampai-sampai Allah mewahyukan perintah shalat di tempat
yang istimewa. Di suatu tempat di atas langit ketujuh, di atas sidratul
muntaha. Di suatu tempat yang tidak pernah sekali pun dilakukan kufur, syirik,
dosa, dan maksiat di dalamnya.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
حَافِظُوا
عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا للهِ قَانِتِينَ ﴿البقرة:
٢٣٨﴾
Maknanya: “Peliharalah semua shalat(mu), dan
(peliharalah) shalat wustha (shalat ‘Ashar). Berdirilah untuk Allah (dalam
shalatmu) dengan khusyuk” (QS al-Baqarah: 238).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
خَـمْسُ
صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ
يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِهِنَّ كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ
عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ
عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
(رواه البيهقيّ)
Maknanya: “Ada lima shalat yang Allah
wajibkan atas para hamba. Barangsiapa melaksanakannya dan tidak melalaikan
salah satu darinya dengan tidak memenuhi haknya, maka ia mendapatkan janji dari
Allah akan dimasukkan ke surga. Dan barangsiapa tidak melaksanakannya, maka ia
tidak mendapatkan janji dari Allâh tersebut. Jika Allah menghendaki, maka Ia
menyiksanya dan jika Allah menghendaki, maka Allah memasukkannya ke surga” (HR
al Bayhaqi).
Jadi shalat kedudukannya sangat agung, karena
ia adalah amal yang paling utama setelah iman. Barangsiapa yang menjaga dan
memeliharanya, sungguh ia telah menjaga agamanya. Dan barangsiapa yang terhadap
shalat ia lalai, maka terhadap selain shalat, pastilah ia lebih abai.
Begitu agungnya shalat, dalam beberapa ayat
Al-Qur’an shalat sering disebutkan secara beriringan dengan iman kepada Allah
dan Rasul-Nya. Di antaranya:
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ
لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ ﴿البقرة: ٢٧٧﴾
Maknanya: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
mereka mendapat pahala yang diberikan Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS al-Baqarah: 277)
Apabila kita perhatikan juga, betapa banyak
disebutkan dalam al-Qur’an secara beriringan antara perbuatan meninggalkan
shalat dengan kekufuran. Allah ta’ala berfirman memberitakan tentang penduduk
neraka ketika ditanya:
مَا
سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (٤٢) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (٤٣) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (٤٤) وَكُنَّا نَخُوضُ
مَعَ الْخَائِضِينَ (٤٥) وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ (٤٦) ﴿المدثر: ٤٢-٤٦﴾
Maknanya: “Apakah yang memasukkan kalian ke
dalam Saqar (neraka)?. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin dan
kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
dan kami mendustakan hari pembalasan” (QS al Muddatstsir: 42-46).
Hadirin yang dirahmati Allah,
Para ulama Ahlussunnah mengatakan bahwa, jika
seseorang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya atau
melecehkannya, maka ia telah kafir. Sedangkan jika ia meninggalkannya karena
malas, maka ia tidak kafir, tetapi dihukumi fasiq, pelaku dosa besar.
Hadirin,
Janganlah kita menunda-nunda shalat sampai
keluar waktunya. Janganlah kita bermalas-malasan melakukan shalat. Di dunia
ini, kita bisa saja menunda jadwal perjalanan atau pekerjaan, sedangkan
kematian adalah kepastian yang tidak bisa ditunda atau dibatalkan. Kita
selamatkan diri kita sebelum lewat waktunya. Jatah umur kita terbatas, embusan
napas kita ada penghabisannya dan kematian bagaikan pedang yang telah terhunus
di atas leher kita, kita tidak tahu kapan ia turun dan menebas batang leher
kita. Jika seseorang meninggalkan shalat, tidakkah ia malu kepada Allah yang
telah menciptakannya dan menganugerahkan sekian banyak rahmat dan nikmat
kepada-Nya?
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari sahabat Jabir radliyallahu ‘anhu, ia
berkata: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ
الصَّلَواتِ الخَمْسِ كَمَثَلِ نَهْرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أحَدِكُمْ
يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ ( رواه مسلم)
Maknanya: “Perumpamaan Shalat lima waktu
adalah ibarat sungai yang melimpah airnya, yang mengalir ke arah pintu rumah
salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air tersebut setiap hari
sebanyak lima kali.” (HR Muslim).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda:
رَأْسُ
الأَمْرِ الإِسْلامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلاةُ (أخرجه أحمد والنسائي والترمذي وغيرهم
وقال: حديث حسن صحيح)
Maknanya: “Induk dari segala perkara adalah
Islam dan tiangnya adalah shalat” (HR Ahmad, an-Nasaa’i, at-Tirmidzi dan
lain-lain. At-Tirmidzi berkata: Hadits ini hasan shahih).
Allah telah menjadikan shalat sebagai
penyejuk mata dan jiwa, serta pelipur lara bagi mereka yang dirundung
kesedihan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan teladan kepada
kita bahwa ketika beliau sedang mengalami masa-masa sulit dan berat, beliau
menghibur diri dengan mendirikan shalat (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
وَجُعِلَتْ
قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلاةِ (أخرجه أحمد في مسنده والنسائي والبيهقي في السنن
وصححه الحاكم في المستدرك وغيرهم)
Maknanya: “Telah dijadikan kesejukan mata dan
jiwaku (kebahagiaanku) pada shalat” (HR Ahmad dalam Musnadnya, an-Nasaa’i,
al-Baihaqi dalam as-Sunan, dan hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dalam
al-Mustadrak).
Beliau juga terbiasa menyeru:
يَا
بِلالُ، أَرِحْنَا بِالصَّلاةِ (أخرجه أحمد وغيره)
Maknanya: “Wahai Bilal, (kumandangkan
iqamat), berilah kami kenyamanan dan kedamaian dengan (mengerjakan) shalat” (HR
Ahmad dan lainnya).
Shalat menjadi kesenangan Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, kedamaian kalbunya serta kebahagiaan hatinya.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Marilah kita jadikan bulan Rajab, bulan
peringatan mukjizat Isra’ dan Mi’raj, sebagai momentum untuk memperbaiki
kualitas shalat kita. Shalat yang berkualitas adalah shalat yang sah dan
diterima oleh Allah ta’ala. Shalat seseorang dikatakan sah apabila telah
memenuhi seluruh syarat sah dan rukunnya serta menjauhi semua hal yang dapat
membatalkannya.
Namun demikian, hadirin sekalian, shalat yang
sah belum tentu diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Al-Habib Abdullah bin
Husain bin Thahir Ba’alawi dalam Sullamut Taufiq menjelaskan bahwa supaya
shalat kita diterima oleh Allah, selain kita harus memenuhi syarat sah dan
rukunnya, kita juga harus memenuhi syarat-syarat diterimanya shalat, yaitu:
1. Berniat ikhlas karena mengharap ridha
Allah semata.
2. Makanan dan minuman yang ada di perut kita
sewaktu shalat harus halal.
3. Pakaian yang kita kenakan pada saat shalat
harus halal.
4. Tempat yang kita gunakan shalat harus
halal.
5. Shalat yang kita lakukan harus disertai
kekhusyukan, walaupun hanya sebentar. Semakin lama kadar khusyuk kita dalam
shalat, maka semakin besar pahala yang kita dapat dari Allah ta’ala.
6. Tidak ujub dengan shalat yang dilakukan.
Ujub artinya apabila seseorang melihat bahwa kemampuannya menjalankan ibadah adalah
keistimewaan dirinya, dan ia lalai untuk mengingat bahwa hal itu sejatinya
adalah karunia dari Allah.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Khusyuk adalah menghadirkan dalam hati rasa
takut kepada Allah, disertai rasa cinta dan pengagungan kepada-Nya.
Khusyuk dalam shalat adalah perbuatan hati
yang bisa diraih dan dilakukan dengan beberapa sebab dan cara. Di antaranya
adalah memperbanyak mengingat kematian. Ketika kita akan memulai shalat, kita
berucap dalam hati: “Mungkin ini adalah shalat terakhirku, setelahnya mungkin
aku tidak akan merasakan kehidupan lagi di dunia ini.” Di antara sebab dan cara
untuk menghadirkan khusyuk dalam shalat juga adalah dengan merenungkan dan
menghayati makna yang terkandung dalam bacaan-bacaan shalat.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib,
cicit Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saking khusyuknya dalam
menjalankan shalat, sampai-sampai suatu ketika rumah beliau terbakar pada saat
beliau mendirikan shalat. Orang-orang berteriak memanggilnya, “Api wahai Ali,
api wahai Ali,” namun beliau tetap kokoh tak tergoyahkan dalam shalatnya. Pada
waktu selesai shalat, beliau mengatakan: “Pikiranku disibukkan dengan api
akhirat daripada api kalian.”
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Demikian khutbah yang singkat ini,
mudah-mudahan pada bulan Rajab ini kita senantiasa diberi kekuatan, kemudahan
dan kemampuan untuk memperbanyak kebaikan dan ketaatan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. Amin.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ
فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا
إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِنِ الصَّادِقِ الْوَعْدِ الْأَمِيْنِ، وَعَلٰى إِخْوَانِهِ
النَّبِيِّيْنَ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَارْضَ اللهم عَنْ أُمَّهَاتِ
الْمُؤْمِنِيْنَ، وَآلِ الْبَيْتِ الطَّاهِرِيْنَ، وَعَنِ الْخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ، أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ
الْأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِيْنَ، أَبِيْ حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ
وَأَحْمَدَ وَعَنِ الْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ.
أَمَّا
بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ فَاتَّقُوْهُ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلٰى نَبِيِّهِ
الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا
إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضٰالِّيْنَ وَلاَ
مُضِلِّيْنَ، اَللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِنَا وآمِنْ رَّوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا
مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ ما نَتَخوَّفُ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ
اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبٰى
ويَنْهٰى عَنِ الفَحْشٰاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلٰى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَاتَّقُوْهُ
يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, Pemateri/Peneliti di
Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Ketua Biro Peribadatan & Hukum, Dewan
Masjid Indonesia Kab. Mojokerto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar